Gele Harun Nasution: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Raden Cili (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Raden Cili (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 25:
Pada tahun 1945, ia memulai perjuangannya dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dengan menjadi ketuanya. Tetapi aktivitas itu terhenti saat ia ditugaskan menjadi [[hakim]] di Mahkamah Militer [[Palembang]], [[Sumatra Selatan]] tahun 1947 dengan pangkat [[letnan kolonel]] (tituler).<ref name=Mengenang1 /> Dengan adanya ultimatum dari [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]], [[Hubertus van Mook]], yang mengharuskan seluruh tentara Indonesia termasuk hakim militer angkat kaki dari Palembang, Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga ikut mengangkat senjata saat [[Agresi Militer Belanda II]] tahun 1948.<ref name=Mengenang1 />
Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai ''acting'' [[Residen]] [[Lampung]] (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi. Baru sebentar bertugas, pada 18 Januari 1949, Gele Harun terpaksa memindahkan keresidenan dari [[Pringsewu]] ke [[Talang Padang, Tanggamus|Talangpadang]]. Hal ini dilakukan karena Belanda telah memasuki kawasan Pringsewu. Serangan Belanda yang begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke [[pegunungan Bukit Barisan]] di [[Pulau Panggung, Pulau Panggung, Tanggamus|Desa Pulau Panggung]], dan terakhir hingga ke Desa Sukaraja [[Way Tenong, Lampung Barat]].<ref name=Mengenang1 />
Saat di [[Way Tenong, Lampung Barat|Waytenong]], gele harun tinggal di kediaman Pesirah Sedamit sementara Pasukanya tinggal di Desa Mutar Alam. Selama 6 bulan gele harun mengendalikan keresidenan di Way Tenong. Di Bantu oleh masyarakat Way Tenong gele harun terus Berjuang melawan Belanda.
Saat berjuang di [[Way Tenong, Lampung Barat|Waytenong]], kondisi [[makanan]] dan [[obat|obat-obatan]] yang sulit didapatkan, menyebabkan seorang putrinya, Herlinawati, yang berusia delapan bulan meninggal dunia. Jasadnya dimakamkan di sebuah desa di tengah hutan kawasan itu juga. Gele Harun dan pasukannya keluar dari hutan Waytenong setelah [[gencatan senjata]] antara Indonesia-Belanda pada 15 Agustus 1949. Gele Harun dan pasukannya baru kembali ke [[Tanjungkarang]] setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1947.<ref name=Mengenang1 />▼
▲
Sekembalinya ke Tanjungkarang, ia diangkat menjadi Ketua Pengadilan Negeri pada 1 Januari 1950. Lalu ia diangkat kembali menjadi [[Residen]] [[Lampung]] yang "definitif" pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955. Selain berjuang melawan penjajah, Gele Harun berperan dalam pembentukan Lampung sebagai [[provinsi]].<ref name=Mengenang1 /> Gele Harun sempat menjadi anggota [[Dewan Konstituante]] pada tahun 1956 hingga 1959 dan anggota [[DPR|DPR-GR]]/[[MPRS]] dari fraksi [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] periode 1965-1968. Selepas itu, dia kembali pada profesi lamanya, yakni sebagai [[advokat]]. Profesi pengacara itu ditekuninya hingga mengembuskan napas terakhir pada 4 April 1973. Gele Harun wafat di usia 62 tahun. Jasadnya dimakamkan di TPU Kebonjahe, [[Enggal, Bandar Lampung]].
|