Kecambah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan by 180.244.164.25 (bicara): Bukan hanya tentang kecambah kacang hijau Tag: Pembatalan |
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala |
||
Baris 81:
=== Produksi kecambah untuk bahan pangan ===
Dalam pembuatan kecambah dibutuhkan biji-bijian atau kacang-kacangan yang sehat, tidak busuk, dan bersih dari [[pestisida]] serta lingkungan yang optimal berupa ruang gelap, lembap, dan [[kadar air]] yang cukup untuk perkecambahan biji-bijian tersebut.<ref name="a"/> Pertama-tama disiapkan wadah berlubang dengan dasar yang datar. Kemudian di bagian dasarnya dilapisi dengan kapas atau kain basah, kemudian dilketakkan alas berupa kain yang merupakan tempat menyebar benih atau biji. Pada tahap awal produksi, dilakukan pencucian dan perendaman benih selama 6-8 jam dengan air kemudian benih yang telah disiapkan akan disebar di alas kain yang telah disiapkan sebelumnya. Setiap 2-3 kali dalam sehari dilakukan penyiraman dengan air bersih. Setelah 3-5 hari, kecambah sudah dapat dipanen. Proses pembuatan kecambah ini dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak memerlukan sinar matahari, dan dapat dilakukan pada musim apapun.<ref name="a">{{cite book
|last = FG Winarno, Agustinah W, Barus T.
|first =
Baris 126:
|doi =
|id = ISBN 978-1-893997-32-5}}
</ref> Senyawa genistein secara efektif menghambat pasokan gizi (makanan)untuk sel-sel kanker sehingga membunuh sel kanker dalam tubuh. Selain itu, di dalam kecambah juga terkandung [[saponin]] yang dapat meningkatkan [[imunitas]] tubuh dengan menstimulasi [[interferon]] dan sel [[limfosit]] T.<ref name="a"/>
=== Kecambah sebagai makanan sapihan ===
Makanan sapihan adalah makanan yang secara khusus diformulasikan untuk bayi berusia 3-9 bulan yang mengalami masa peralihan dari mengonsumsi susu menjadi mengonsumsi makanan padat.<ref name="a"/> Pada masyarakat tradisional Indonesia, makanan sapihan yang diberikan berupa campuran [[nasi]] dan berbagai sayuran seperti [[bayam]] dan [[wortel]] ataupun ada pula yang hanya menggunakan [[pisang]].<ref name="a"/> Kelemahan dari makanan sapihan tradisional ini adalah kandungan [[pati]] yang banyak terdapat di dalamnya menyebabkan pangan tersebut menjadi ''bulky'' atau limbak karena sifat pati yang mudah menyerap air dan mengental saat dipanaskan sehingga menyebabkan bayi yang mengonsumsinya sudah merasa kenyang sebelum [[lambung]]nya terisi cukup makanan.<ref name="a"/> Selain itu, pati yang merupakan makromolekul tidak dapat dipecah secara sempurna oleh enzim pencernaan bayi yang masih sangat terbatas.<ref name="a"/> Salah satu cara untuk menghasilkan makanan sapihan yang mudah, sehat, dan relatif murah adalah menggunakan tepung kecambah ([[taoge]]).<ref name="a"/> Di dalam kecambah, terdapat kandungan enzim amilase yang tinggi.<ref name="ff"/> Dengan melakukan pengeringan selama 7-8 jam, enzim [[amilase]] pada kecambah akan memecah pati yang dikandungnya menjadi molekul sederhana sehingga tepung kecambah yang dihasilkan tidak mengental bila dipanaskan dan tidak ''bulky''.<ref name="ff">{{en}} {{cite journal
| author = Emmanuel Ohene Afoakwa, Philip Roger Aidoo & Randy Adjonu
| year = 2010
|