Parahyangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Bersih-bersih (via JWB)
k clean up
Baris 1:
'''Parahyangan''' ({{lang-su|ᮕᮛᮠᮡᮀ​​ᮠᮔ᮪}}; [[Bahasa Sunda Banten|bahasa Banten]]: '''Priangan'''; [[bahasa Belanda]]: '''Preanger''') adalah wilayah budaya dan [[pegunungan]] di [[Jawa Barat|provinsi Jawa Barat]] di [[Jawa|Pulau Jawa]], [[Indonesia]].<ref>{{Cite book |last=Lentz |first=Linda |url=https://books.google.com/books?id=WmxAjwEACAAJ |title=The Compass of Life: Sundanese Lifecycle Rituals and the Status of Muslim Women in Indonesia |date=2017 |publisher=Carolina Academic Press |isbn=978-1-61163-846-2 |pages=49 |language=en}}</ref>
 
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Thee-tuin Preanger TMnr 10012073.jpg|thumb|right|300px|Perkebunan teh di [[Kota Sukabumi|Soekaboemi]] utara pada tahun [[1923]]]]
Baris 21:
Setelah jatuhnya Kerajaan Sunda pada abad ke-16, Parahyangan diperintah oleh para bangsawan dan bangsawan dari [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], dan [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]]. Para pangeran ini diklaim sebagai pewaris sah dan keturunan raja-raja Sunda, [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]]. Meskipun kekuasaan dominan saat itu dipegang oleh [[Kesultanan Banten]] dan [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], para bangsawan Sunda di dataran tinggi Parahyangan relatif menikmati kebebasan dan otonomi internal.
 
Pada tahun [[1617]], [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] melancarkan kampanye militer di seluruh Jawa dan menjadi pengikut [[Kesultanan Cirebon]]. Pada tahun [[1618]], pasukan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] menaklukkan [[Kabupaten Ciamis|Ciamis]], [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], dan menguasai sebagian besar wilayah Parahyangan. Pada tahun [[1630]] Sultan Agung mendeportasi penduduk asli Parahyangan setelah ia menumpas pemberontakan di daerah tersebut.<ref>{{cite book |last=Kiernan |first=Ben |title= Blood and Soil: Modern Genocide 1500-2000|year=2008 |url=https://books.google.com/books?id=R5p7cRyK748C |page=142|isbn=9780522854770 }}</ref>
 
[[Kesultanan Mataram]] terlibat perebutan kekuasaan dengan [[Perusahaan Hindia Timur Belanda|Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC)]] yang berpusat di [[Batavia]]. Mataram secara bertahap melemah kemudian melalui perjuangan suksesi pangeran Jawa dan keterlibatan [[Belanda]] dalam urusan internal istana Mataram. Untuk mengamankan posisi mereka, raja-raja Mataram kemudian membuat konsesi yang signifikan dengan ''[[Perusahaan Hindia Timur Belanda|VOC]]'' dan menyerahkan banyak tanahnya yang semula diperoleh oleh Sultan Agung, termasuk Parahyangan. Sejak awal abad ke-18, Parahyangan berada di bawah kekuasaan Belanda.
 
Daerah itu dikenal sebagai ''De Preanger'' pada [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|masa penjajahan Belanda]]. Ibu kotanya mula-mula terletak di ''Tjiandjoer'' ([[Kabupaten Cianjur|Cianjur]]) kemudian dipindahkan ke [[Kota Bandung|Bandung]] yang lambat laun berkembang menjadi pemukiman penting. Pada abad ke-19, Belanda telah menguasai sebagian besar [[Jawa]]. Apalagi melalui pembangunan [[Jalan Raya Pos]] oleh [[Herman Willem Daendels|Daendels]] yang menghubungkan kawasan perkebunan ''Preanger'' dengan [[Batavia|pelabuhan Batavia]] dan banyak bagian lain di Jawa, ''Preanger'' terbuka untuk [[investasi]], [[eksploitasi]], dan bisnis. [[Keresidenan]] ''Preanger'' yang berdiri sejak tahun [[1818]] menjadi kawasan perkebunan penting dan produktif pada zaman [[Hindia Belanda]] yang menghasilkan [[kopi]], [[teh]], kina, dan banyak tanaman komersial yang menguntungkan banyak pemilik perkebunan Belanda yang kaya.