Hubungan Indonesia dengan Rusia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.2 |
k clean up |
||
Baris 19:
Pada tanggal 28 Agustus-12 September 1956 [[Soekarno|Presiden Soekarno]] berkunjung ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, pada tanggal 11 September 1956 dihadapan Presiden Soekarno dan petinggi-petinggi Uni Soviet seperti Mikoyan, Voroshilov, Kaganovich dan Malenkov, Menteri Luar Negeri Indonesia [[Roeslan Abdulgani|Ruslan Abdulgani]] dan Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet Gromyko menandatangani Kesepakatan Bersama (Joint Statement). Pada bulan Juni 1961 Presiden Soekarno melakukan kunjungan ke Uni Soviet dan pada tahun 1957 Ketua Presidium Uni Soviet Tertinggi K.Y. Voroshilov serta pada Februari 1960 Perdana Menteri [[Nikita Khrushchev|Nikita Khuschev]] berkunjung ke Indonesia. Hasil dari saling kunjung tersebut dicapai kesepakatan-kesepakatan peningkatan hubungan dan kerjasama di berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, maupun militer, seperti pengucuran bantuan dana, pembangunan berbagai proyek dan pemasokan peralatan militer dari Uni Soviet untuk Indonesia. Proyek-proyek pembangunan bantuan Uni Soviet untuk Indonesia seperti pembangunan [[Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan|Rumah Sakit “Persahabatan”]], [[Stadion Utama Gelora Bung Karno|stadion “Gelora Bung Karno”]], [[Hotel Indonesia]], pembangunan jalan, jembatan dan lapangan terbang di sejumlah daerah di Indonesia, pembangunan pabrik baja dan fasilitas-fasiltas lainnya.
Dalam pertemuan dengan Jenderal TNI [[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]] di Moskow, Perdana Menteri Nikita Khruschev menyampaikan bahwa Indonesia dapat memperoleh semua peralatan militer di Uni Soviet. Pada tanggal 28 Desember 1960, Indonesia menandatangani kontrak pengadaan peralatan militer dan pada awal tahun 1962 peralatan militer mulai dikirim secara berkesinambungan ke Indonesia. Dalam kurun waktu yang singkat Angkatan Bersenjata Indonesia menjadi kuat yang dilengkapi dengan sejumlah kapal selam, pesawat tempur dan perlatan militer lainnya. Dengan melihat keadaan demikian, masalah Irian Barat dapat diselesaikan melalui jalan damai dan [[Papua (wilayah Indonesia)|Irian Barat]] kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.<ref name="kemlu.go.id">{{Cite web|title=Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskow, Merangkap Republik Belarus FEDERASI RUSIA|url=https://kemlu.go.id/moscow/id|website=Kementerian Luar Negeri Repulik Indonesia|language=id|access-date=2021-02-02}}</ref>
Pada tahun 1965 Indonesia dihadapkan pada gejolak sosial dan politik dalam negeri dan terjadinya peristiwa [[Gerakan 30 September|Gerakan 30 September 1965]]. Setelah berhasil mengatasi hal tersebut, secara nasional ditandai dengan komitmen pembangunan ekonomi yang sangat membutuhkan investasi, perdagangan luar negeri dan bantuan negara industri maju, khususnya dari Barat yang mendorong berdirinya era [[Orde Baru]].
Pada awal Orde Baru hubungan dan kerjasama antara Indonesia dengan Uni Soviet tidak begitu dekat seperti terjadi pada awal tahun 1960-an, sangat mungkin disebabkan oleh kebijakan [[anti-komunisme]] oleh Suharto, setelah [[Gerakan 30 September]] 1965. Meskipun demikian, tidak seperti hubungan dengan [[Tiongkok]] ketika Suharto berkuasa, hubungan diplomatik dengan Uni Soviet tidak diputuskan dan tetap berlangsung. Pada bulan Juli 1986, ketika berpidato di Vladivostok, pemimpin Uni Soviet [[Mikhail Gorbachev]] menyebut Indonesia salah satu di antara negara-negara dimana Uni Soviet siap memperluas hubungan.
Terobosan untuk mendekatkan kembali hubungan kedua negara ditandai dengan kunjungan [[Soeharto|Presiden Soeharto]] ke Moskow pada 7-12 September 1989. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani Pernyataan mengenai Dasar-Dasar Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara Indonesia dengan Uni Soviet.
Baris 32:
Memasuki tahun 1990-an hubungan kedua negara mulai menunjukan peningkatan baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan perdagangan.
Pada awal abad ke-21 hubungan dan kerja sama Indonesia dengan Rusia memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan saling kunjung atau pertemuan pemimpin kedua negara dan para pejabat tinggi pemerintahan, serta saling dukung di forum internasional. Hubungan dan kerja sama tidak hanya terjalin pada tingkat pemerintah atau eksekutif, tetapi juga tingkat lainnya, seperti legislatif dan yudikatif, pelaku usaha, media, dan masyarakat.
Sejak tahun 2000 terjadi pertemuan yang sangat intensif antara Presiden Indonesia dan Presiden Rusia. Selama tahun 2000-2020 tercatat 13 kali pertemuan bilateral antara presiden kedua negara, 4 kali di antaranya dilakukan saat kunjungan dan 9 kali lainnya di sela-sela konferensi internasional. Presiden [[Vladimir Putin]] telah bertemu dengan empat presiden Indonesia dari [[Abdurrahman Wahid]], [[Megawati Soekarnoputri]], [[Susilo Bambang Yudhoyono]], hingga [[Joko Widodo]].
Baris 47:
Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi Rusia, seperti investasi pembangunan kilang minyak senilai USD 16 miliar di Tuban. Berdasarkan data [[Badan Koordinasi Penanaman Modal|BKPM RI]], nilai investasi Rusia ke Indonesia pada periode Januari-September 2019 naik 10 kali lipat sebesar USD 17,29 juta dari USD 1,7 juta pada periode yang sama tahun 2018. Angka ini sebenarnya jauh dari nilai yang sebenarnya mengingat sebagian besar investasi Rusia ke Indonesia melalui negara ketiga.
Indonesia juga telah menjadi salah satu tujuan utama wisatawan Rusia. Berdasarkan data [[Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia|Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI]], wisatawan Rusia ke Indonesia tahun 2018 sebanyak 125.728, naik 6,51% dari tahun 2017. Sementara itu, pada periode Januari-November 2019 wisatawan Rusia ke Indonesia sebanyak 170.370 orang, naik 13,49% dari periode yang sama tahun 2018. Sebaliknya, tidak sedikit juga warga Indonesia yang berkunjung ke Rusia dan jumlahnya terus meningkat. Selain itu, banyak pula mahasiswa Indonesia yang belajar di Rusia dari hanya 2 orang tahun 1996 menjadi 644 orang saat ini.<ref
=== Kerja sama militer ===
|