| align=center | '''sêmbilan'''
| align=center | '''sêpuluak''' ('''sêpoloak'''; '''sêpoloah''')
|}
== Ragam ==
Ragam bahasa Rejang dapat dikategorikan menjadi ragam temporal dan ragam spasial (dialek).<ref>Jaspan, M.A. 1981. The Rejang of South‐West Sumatra: notes on social organization. IC No. 24 1981, hlm. 3-14.</ref>
=== Ragam temporal ===
Bahasa ini dihipotesiskan memiliki dua variasi temporal, yaitu bahasa Rejang purba dan bahasa Rejang modern. Bahasa Rejang Purba adalah keturunan dari bahasa Pra-Rejang yang berakar dari bahasa Proto-Bidayuh, yang dibawa penuturnya bermigrasi ke Sumatra dari wilayah [[Sarawak]] yang sekarang. Bahasa Rejang Purba kemudian melalui banyak perubahan, termasuk dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Melayu serta menyerap kosakata bahasa asing ([[bahasa Arab|Arab]], [[bahasa Persia|Persia]], atau [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]) melalui bahasa-bahasa tetangga. Perubahan tersebut nantinya menghasilkan bahasa Rejang modern seperti yang dituturkan saat ini pada era kontemporer.<ref>{{cite web |url=https://progres.id/featured/akankah-bahasa-rejang-punah.html |title=Akankah Bahasa Rejang Punah?|accessdate=2018-11-05}}</ref>
=== Ragam spasial ===
Ragam spasial bahasa Rejang Modern meliputi dialek-dialek kontemporer yang digunakan oleh penutur bahasa Rejang. Keseluruhan dialek bahasa Rejang dituturkan oleh beberapa ratus ribu jiwa di daerah yang secara kolektif dikenal sebagai ''Tanêak Jang'' ([[Tanah Rejang]]). Nama lain yang juga digunakan untuk wilayah kediaman atau teritori orang Rejang adalah '''''Kutai Belek Têbo''''' (Kampung di Balik Pegunungan). Terlepas perbedaan dialek, di mata adat seluruh penutur bahasa Rejang dipandang sama tinggi sebagai ''anok kutai'' (bumiputera; ''son of the soil'').<ref>{{Cite book
| last =
| first = Kadirman
| authorlink =
| author2=
| title = Ireak Ca'o Kutei Jang
| publisher = Balai Pustaka
| year = 2004
| page = ii
| isbn = 979-690-273-7}}</ref>
Menurut wilayahnya, kelima dialek bahasa Rejang meliputi:
# dialek '''Lebong''' yang dituturkan di wilayah Pinang Belapis, Renah Sekalawi, dan Kutai Belek Tebo;
# dialek '''Rawas (''Awês'')''' yang dituturkan di hulu [[Sungai Rawas]], [[Kabupaten Musi Rawas Utara]], serta [[Kabupaten Lebong|Lebong]];
# dialek '''Kepahiang''' yang dituturkan di wilayah Tebat Karai, Muara Kemumu, Seberang Musi, Bermani Ilir, dan [[Kabupaten Kepahiang|Kepahiang]];
# dialek '''Musi (''Musai'')''' yang dituturkan di sepanjang hulu aliran [[Sungai Musi]] di [[Kabupaten Rejang Lebong]] dan sebagian Kepahiang;
# dan dialek '''Pasisir (''Pêsisia'')''' yang dituturkan di [[Kabupaten Bengkulu Tengah]] dan [[Kabupaten Bengkulu Utara]].<ref>{{cite web|url=http://rejang-lebong.blogspot.com/2011/04/sejarah-rejang-daftar-pemimpin-rejang.html|title=Sejarah Rejang: Daftar Pemimpin Rejang Pesisir 1|accessdate=2018-11-04}}</ref>
Semua dialek terkecuali dialek Pasisir dikategorikan sebagai dialek Rejang Pegunungan.<ref>{{Cite book|title=Sintaksis Bahasa Rejang Dialek Pesisir|last=Afriazi, dkk.|first=Rudi|author2=|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1994|isbn=979-459-495-4|page=3|authorlink=}}</ref>
Masing-masing dialek dapat dibagi lagi ke dalam subdialek. Dialek Lebong umumnya terbagi atas dua subdialek yakni ''Ai'' (bahasa hulu) dan ''Lot'' (bahasa hilir). Penamaan hulu dan hilir dalam konteks dialek Lebong berkenaan dengan kondisi geografis daerah [[Kabupaten Lebong]] yang dilalui oleh Sungai Ketahun (''Bioa Tawên''). Daerah-daerah yang berada di hulu Sungai Ketahun seperti [[Lebong Selatan, Lebong|Lebong Selatan]], [[Rimbo Pengadang, Lebong|Rimbo Pengadang]], dan [[Topos, Lebong|Topos]] berbicara dalam subdialek ''Ai'', sementara masyarakat dari daerah [[Amen, Lebong|Amen]], [[Bingin Kuning, Lebong|Bingin Kuning]], [[Lebong Atas, Lebong|Lebong Atas]], [[Lebong Sakti, Lebong|Lebong Sakti]], [[Lebong Tengah, Lebong|Lebong Tengah]], [[Lebong Utara, Lebong|Lebong Utara]], [[Pelabai, Lebong|Pelabai]], [[Pinang Belapis, Lebong|Pinang Belapis]], dan [[Uram Jaya, Lebong|Uram Jaya]] berbicara dalam subdialek ''Lot''. Subdialek ''Ai'' dalam dialek Lebong juga dituturkan di [[Bermani Ulu Raya, Rejang Lebong]].
Dialek Lebong umumnya dianggap sebagai bahasa baku, berkenaan dengan peran penting daerah ini dalam narasi sejarah Rejang secara keseluruhan.<ref>Kencanawati, Indah Sari. 2009. Baso Jang Te, Bahasa dan Aksara Rejang Muatan Lokal Bengkulu. Hlm. iii. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri</ref> Lebong adalah daerah pusat pemerintahan sejak Zaman Ajai hingga Zaman Bikau. Nama Lebong berasal dari kata ''têlêbong'' yang berarti terkumpul seperti pada ungkapan Rejang lama yang berbunyi ''dio pênan itê têlêbong'' (inilah tempat kita terkumpul).<ref name="Hanafi, Thamrin Fajar 1978">Hanafi, Thamrin Fajar, dan Ikram B.A. 1978. Adat Istiadat Daerah Bengkulu. Hlm. 22. Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref> Penamaan tersebut mengungkapkan arti penting daerah Lebong dalam sejarah Rejang dan kaitannya dengan anggapan bahwa bahasa Rejang Baku adalah dialek Lebong.
Sama halnya dengan dialek Lebong, dialek Kepahiang juga terbagi lagi atas beberapa subdialek. Terdapat tiga subdialek dari dialek Kepahiang yakni subdialek ''Kêmumêu'' (bahasa Kemumu), ''Êi'' (bahasa hulu), dan ''Lot'' (bahasa hilir). Subdialek ''Kêmumêu'' dituturkan masyarakat [[Muara Kemumu, Kepahiang|Muara Kemumu]]. Subdialek ''Êi'' dan ''Lot'' dalam dialek Kepahiang sama halnya dengan pembagian subdialek di Lebong, berkenaan dengan kondisi geografis [[Kabupaten Kepahiang]] yang dilalui oleh [[Sungai Musi]]. Daerah-daerah seperti [[Seberang Musi, Kepahiang|Seberang Musi]] dan [[Tebat Karai, Kepahiang|Tebat Karai]] bertutur dalam subdialek ''Êi'' sedangkan masyarakat daerah [[Bermani Ilir, Kepahiang|Bermani Ilir]] menggunakan subdialek ''Lot''. Bahasa Rejang subdialek ''Lot'' yang dipakai oleh masyarakat [[Muara Langkap, Bermani Ilir, Kepahiang|Desa Muara Langkap, Bermani Ilir]] terpengaruh secara signifikan oleh [[Bahasa Melayu Tengah|bahasa Besemah]] yang berasal dari kabupaten tetangga ([[Kabupaten Empat Lawang|Lintang, Empat Lawang]]).
Dialek Kepahiang pula sering disebut sebagai dialek atau bahasa ''Ho''.<ref>Hanafi, Thamrin Fajar, dan Ikram B.A. 1978. Adat Istiadat Daerah Bengkulu. Hlm. 27. Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref> Hal ini dikarenakan di antara dialek Rejang yang dituturkan di wilayah Bengkulu, hanya dialek ini yang menggunakan kata ''ho'' untuk menunjukkan arah sementara dialek yang lain menggunakan kata ''o'' atau ''e''. ''Ho'' bermakna "itu", baik yang posisinya sama-sama jauh dari pembicara dan lawan bicaranya maupun yang jauh dari pembicara namun dekat dengan lawan bicara. Kata ''ho'' dipakai seperti dalam frasa ''cek ho'' (seperti itu).
Dialek Pasisir dituturkan di pesisir Samudera Hindia, wilayah [[Kabupaten Bengkulu Tengah|Bengkulu Tengah]] dan [[Kabupaten Bengkulu Utara|Bengkulu Utara]] pada daerah kekuasaan ''Bang Mêgo Sêmitoa'' yang berkedudukan di Lais.<ref>Afriazi, Rudi. 1994. Sintaksis bahasa Rejang dialek Pesisir, hlm. 4. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref> Pada masa kolonial dan era kejayaan pertambangan emas di Bengkulu (Tanah Rejang), Belanda membina pusat-pusat pemukiman Rejang di Muara Aman, Curup, Kepahiang, Lais, dan Taba Penanjung menjadi pasar. Masing-masing kemudian dikenal sebagai Pasar Muara Aman, Pasar Curup, Pasar Lais, dan Pasar Taba Penanjung.<ref>Waluyo, Harry (ed). 1990. Pola Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah secara Tradisional Daerah Bengkulu. Hlm. 98. Jakarta : Proyek Inventaris dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan</ref> Dua pasar yang terakhir adalah pusat dialek Pasisir dipergunakan. Penutur dialek Pasisir dapat saling memahami dalam percakapan dengan penutur dialek Lebong maupun dialek Musi. Kedekatan dialek Pasisir dengan kedua dialek yang disebutkan sebelumnya itu dikarenakan faktor sejarah, sebab marga di wilayah ini (Lais) leluhurnya berasal dari Renah Seklawi, Lebong.<ref name="Hanafi, Thamrin Fajar 1978"/>
Sebagai contoh, berikut ini adalah perbandingan perbedaan antara beberapa dialek bahasa Rejang:
{|
|'''Bahasa Indonesia'''
| ''Hai, kalian sedang sibuk mengerjakan apa?''
|--
|'''Bahasa Melayu Bengkulu'''
| ''Hoi, lagi sibuk ngapo kamu orang tu?''
|--
|'''Dialek Lebong'''
| ''Oi, gen ulêak udi e?''
|--
|'''Dialek Kepahiang'''
| ''Ui/oe, inê ulêah udi ho?''
|--
|'''Dialek Musi'''
| ''Oi, idong jano udi o?''
|--
|'''Dialek Pasisir'''
| ''Hoi, jano ulêak udi o?''
|--
|'''Dialek Rawas'''
| ''Yo, ape olah udi ho?''
|}
|