Kesultanan Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ariyanto (bicara | kontrib)
k Bersih-bersih (via JWB)
Kanzcech (bicara | kontrib)
Baris 174:
==== Perjanjian 1688, stempel keraton dan keluarga Gamel ====
{{Utama|Perjanjian Cirebon 1688}}
Pada tahun 1688, pada masa [[Johannes Camphuys|Gubernur Jenderal Johannes Camphuys]], danterjadi pejabatsebuah perjanjian baru antara Belanda dengan para penguasa di Cirebon. Pejabat penghubung Belanda untuk wilayah [[kesultanan Cirebon]] masih dipegang oleh Kapten Willem de Ruijter,.<ref name="mason4" /> terjadi sebuah perjanjian baru antara Belanda dengan para penguasa di Cirebon, padaPada masa itu [[Belanda]] mengirimkan utusan yang bernama Johanes de Hartog<ref name="iswara12"/> untuk menyeleseikanmenyelesaikan masalah internal di Cirebon,. dalamDalam penyeleseian masalah tersebut Sultan Sepuh Syamsuddin diwakili oleh ''Ki'' Raksanegara sementara Sultan Anom Badruddin meminta bantuan Pangeran Suradinata<ref name="rosita2"/> (keluarga Gamel) untuk mewakilinya.
 
Pada masalah pembuatan stempel masing-masing keraton, agar tidak terjadi kekacauan maka ''Ki'' Raksanegara dan Pangeran Suradinata mempertimbangkan seorang tua yang bijak, stempel harus dibuat serupa dengan yang ada pada Sultan Sepuh dan Sultan Anom, beratnya masing-masing satu kati dua tail dan berbentuk bulat. Sultan Sepuh dan Sultan Anom diperkenankan mengganti ahli pembuat stempel yang telah ditunjuk oleh ''Ki'' Raksanegara dan Pangeran Suradinata dengan syarat stempel yang akan dibuat sesuai dengan yang ada.<ref name="rosita2"/>
 
Perihal urusan syahbandar, maka disetujui untuk mengangkat ''Ki'' Raksanegara, syahbandar Cirebon akan bekerja atas nama para penguasa Cirebon,. syahbandar dalam hal ini adalah ''Ki'' RaksanegaraSyahbandar bertugas untuk menerima orang-orang asing dan membuat laporan kepada Sultan Sepuh,. Sultan Sepuh berkewajiban meneruskan laporan yang diterimanya kepada para penguasa lainnya yakni Sultan Anom dan Pangeran Nasiruddin.<ref name="rosita2"/>
 
Perihal masalah pendapatan hasil tanah, Ki Raksanegara yang telah diangkat menjadi Syahbandar Cirebon hanya boleh mengurus pendapatan hasil tanah. Setengah dari pendapatan bersih diserahkan kepada Sultan Sepuh, kemudian Suradinata mengambil hasil tanah yang lain dari orang Cina (Sinko) untuk Sultan Anom dan Panembahan Cirebon yang mendapat setengah dari hasil bersih. Pembagian hasil selanjutnya diurus KompeniVOC.<ref name="rosita2"/>
 
Perihal gelar untuk Pangeran Nasiruddin, Sultan Sepuh dan Sultan Anom sepakat memberi gelar ''Gusti Panembahan Cirebon'' kepada Pangeran Nasiruddin setelah sebelumnya bermusyawarah dengan utusan Belanda Johanes de Hartog dengan syarat bahwa Pangeran Nasiruddin harus tetap sebagaimana adanya dan tidak boleh mengangkat diri lebih tinggi dari Sultan Sepuh dan Sultan Anom.<ref name="rosita2"/> Pangeran Nasiruddin diberi wewenang untuk mengurus kesejahteraan rakyat, mengangkat dan menentukan hakim serta para ''mantri'' yang bertugas dalam suatu penyelidikan untuk ketiga cabang keluarga kesultanan Cirebon sesuai saran dari [[Vereenigde Oostindische Compagnie]].<ref name="rosita2"/>
 
Pada urusan menjalankan pemerintahan Cirebon disepakati agar diangkat 12 ''Mantri'', Kasepuhan mendapatkan hak untuk mengangkat lima orang ''mantri,'' Kanoman mendapatkan hak untuk mengangkat empat orang ''mantri'' sementara ''Gusti Panembahan'' diberikan hak untuk mengangkat tiga orang ''mantri,.'' dalamDalam perjanjian 1688 yang dimediasi oleh Belanda ditegaskan bahwa ketiga penguasa Cirebon yaitu Sultan Sepuh Syamsuddin, Sultan Anom Badruddin dan Gusti Panembahan Cirebon Nasiruddin berjanji untuk menyerahkan kepengurusan Cirebon kepada Pangeran Depati Anom (yang merupakan anak dari Sultan Sepuh) dan Pangeran Ratu.<ref name="rosita2"/> Namun, perjanjian yang ditandatangani pada 8 September 1688<ref name="iswara12" /> dengan kesimpulan bahwa kesultanan-kesultanan di Cirebon berada dalam perlindungan [[Belanda]] (VOC)<ref name="ball1">Ball, John Preston, 1982. Legal History 1608 - 1848. [[Sydney]]: Oughtershaw Press</ref> tersebut tidak membuahkan hasil.
 
namun perjanjian yang ditandatangani pada 8 September 1688<ref name="iswara12"/> dengan kesimpulan bahwa kesultanan-kesultanan di Cirebon berada dalam perlindungan [[Belanda]] (VOC)<ref name="ball1">Ball, John Preston, 1982. Legal History 1608 - 1848. [[Sydney]]: Oughtershaw Press</ref> tersebut tidak membuahkan hasil.
 
==== Pembatasan ''Picis'' (uang logam) Cirebon ====
Setelah adanya perjanjian Cirebon dengan Belanda tahun 1688, maka diperlukan pemberlakuan mata uang untuk berbagai transaksi perdagangan. Belanda kemudian membuat larangan agar Cirebon tidak boleh lagi membuat mata uang ''Picis'' kecuali dibuat oleh Raksa NegaraRaksanegara (yang mewakili pihak Sultan Sepuh I Martawijaya) dan Pangeran Suradinata (yang mewakili pihak Sultan Anom I Kartawijaya)<ref name=Poespopicis>Poesponegoro , Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia III : Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia. [[Jakarta]] : Balai Pustaka</ref>
 
==== Perjanjian 1699, Belanda dalam masalah ''pribawa'' ====