Sri Paññāvaro Mahāthera: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Referensi: merapikan templat stub
k Perbaikan ejaan Universitas Gadjah Mada
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 15:
Alamat tinggal: Vihara Mendut (Depan Candi Mendut), Desa Mendut, Kota Mungkid, Kotakpos 111, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia 56501. Telp [tel:0293 788236 0293 788236], Fax [tel:0293 788404 0293 788404]
 
Pendidikan Akhir: Fakultas Psikologi, Universitas GajahGadjah Mada, Yogyakarta (1972-1975)
 
'''''<u>Mengenal Ajaran Buddha</u>'''''
Baris 41:
Sebagai seorang anak muda yang mempunyai keinginan—dan keinginan itu berkembang—ditambah lagi dengan harapan Bhante Narada yang terpatri, memperkuat timbulnya keinginan menjadi bhikkhu. Permintaan orangtua untuk studi dulu sampai maksimal, terasa sebagai penghalang. Akan tetapi, setiap tahun saya menyampaikan lagi keinginan itu, setiap tahun pula orangtua juga menyampaikan permintaannya. Sehingga seperti tarik-menarik antara orangtua dengan saya. Banyak nasihat yang diberikan kepada saya dari berbagai pihak untuk tidak tergesa-gesa menjadi bhikkhu. Nasihat bahwa melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan umum adalah sangat berguna, agar kelak kemudian bisa memahami Dhamma dan mengajarkan Dhamma kepada masyarakat dengan baik. Namun, banyak juga pihak yang memberikan nasihat kepada orangtua saya, untuk memahami keinginan sang anak, karena keinginan untuk menjadi bhikkhu juga keinginan yang luhur. Bahagia di dalam kehidupan spiritual, tidak kalah bila dibandingkan dengan kebahagiaan sukses di kehidupan duniawi.
 
Pada waktu kuliah di fakultas psikologi Universitas GajahGadjah Mada Yogyakarta, saya banyak bertemu dengan para bhikkhu. Saya membantu para bhikkhu mengetik terjemahan naskah-naskah Dhamma dari bahasa Inggris. Membantu para bhikkhu ketika memberikan latihan meditasi. Mengikuti para bhikkhu ke pelosok-pelosok daerah di Jawa Tengah untuk membabarkan Dhamma. Semuanya itu memperkuat keinginan saya untuk menjadi bhikkhu. Saya melihat para bhikkhu hidup sederhana. Tidak disibukkan dengan mencari materi sebagaimana layaknya masyarakat dan tidak mempunyai banyak materi. Bahkan sangat sederhana. Tetapi para bhikkhu mempunyai kehidupan yang bahagia. Dan kehidupannya juga bermanfaat bagi orang banyak, tidak hanya bagi lingkungan kecil, keluarganya sendiri, seperti para perumah tangga.
 
Alasan-alasan itulah—yang saya lihat dengan mata kepala sendiri dan saya ikut terlibat dalam kehidupan para bhikkhu sehari-hari di Yogyakarta—yang juga memperkuat keinginan saya untuk menjadi bhikkhu. Akhirnya orangtua mengijinkan saya untuk menjadi bhikkhu.