Televisi di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 190:
Hal tersebut memacetkan niat baik dari UU Penyiaran dan sistem berjaringan, yang diperparah dengan penerbitan Permenkominfo No. 32/2007 dan Permenkominfo No. 43/2009. Walaupun kedua aturan tersebut mewajibkan pelepasan saham stasiun jaringannya ke pemegang saham lokal serta pemberlakuan sistem siaran jaringan maksimal 28 Desember 2009 dan meminta adanya siaran lokal terus naik dari 10% menjadi 50%, namun masih memberi keleluasaan bagi pemilik stasiun televisi besar untuk mempertahankan kepemilikan mutlak atas stasiun jaringannya (hasil transisi dari stasiun relai) jika "di daerah tidak memiliki modal yang cukup atau alasan khusus". Pada akhirnya, diversifikasi kepemilikan yang diharapkan dalam sistem jaringan, sampai saat ini relatif hanya angan-angan semata, karena aturan UU Penyiaran masih memberi peluang bagi pemain besar mempertahankan kepemilikan dan sentralisasi siarannya dengan alasan yang sudah disebutkan. Yang berubah hanyalah bentuk frekuensi yang dimiliki stasiun televisi Jakarta: dari awalnya dikelola oleh stasiun relai, kini menjadi stasiun jaringan yang pemiliknya tetap pihak yang sama. Ini belum termasuk definisi siaran lokal yang tidak jelas di peraturan-peraturan diatas, sehingga sangat leluasa diinterpretasikan televisi nasional (misalnya bisa siaran ulang beberapa kali asalkan bernuansa daerah), ditambah program dari stasiun lokal jaringan yang ada kebanyakan hanya 10% saja dari jam siar dan tidak bisa lebih dari itu.<ref name="armando"/> Salah satu contoh dari kemacetan penetapan klausul berjaringan tersebut adalah, dalam beberapa laporan keuangan induk sejumlah stasiun televisi (seperti [[Media Nusantara Citra]] dan [[Surya Citra Media]]), perusahaan jaringannya di daerah-daerah disebutkan "belum melakukan aktivitas (usaha)/beroperasi secara komersial".<ref>[https://www.scm.co.id/financial-statements/download/2021/62 Lapkeu Q3 SCM 2021]</ref><ref>[https://www.mnc.co.id/file-mnccoid//files/mnccoid/MNCN_billingual_30%20Sep%202021_unaudited.pdf Lapkeu Q3 MNC 2021]</ref>
 
Hal yang sama akhirnya juga diterapkan oleh jaringan televisi nasional yang terbentuk pasca UU Penyiaran (seperti iNews, [[NET.]], RTV, dan [[Kompas TV]] dan [[VTV (Indonesia)|VTV]]). Mereka tidak menerapkan sistem dimana seharusnya TV nasional (atau Jakarta) bermitra dengan stasiun lokal (yang dimiliki terpisah), melainkan mengakuisisi kepemilikan stasiun televisi lokal di daerah-daerah dan tetap menyiarkan siarannya yang didominasi dari pusat. Bahkan, ada juga yang "menyimpang", misalnya jaringan-jaringan NET. yang 100% kepemilikannya dipegang induk stasiun televisi ini, [[Net Visi Media]] lewat anak-anak usahanya yang dibentuk di daerah-daerah, bukannya oleh pemodal lokal.<ref>{{Cite web |url=https://www.netvisimedia.co.id/struktur-kepemilikan.html |title=STRUKTUR HUBUNGAN KEPEMILIKAN,... |access-date=2021-11-28 |archive-date=2021-11-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211119070943/https://www.netvisimedia.co.id/struktur-kepemilikan.html |dead-url=yes }}</ref>
 
== Lihat pula ==