Ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Xzya 56 (bicara | kontrib)
k Tanggal diubah
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k clean up
Baris 102:
Setelah [[krisis finansial Asia 1997|krisis moneter 1997]], pemerintah mengambil alih sebagian besar aset sektor swasta melalui akuisisi [[Kredit bermasalah|pinjaman bank bermasalah]] dan aset perusahaan melalui proses [[Kredit (keuangan)|restrukturisasi utang]] dan perusahaan yang ditahan dijual untuk privatisasi beberapa tahun kemudian. Sejak 1999, ekonomi Indonesia telah pulih. Pertumbuhan telah meningkat menjadi lebih dari 4–6% dalam beberapa tahun terakhir.<ref>{{cite web|url=http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/dspp1.html|title=Acicis – Dspp|publisher=Acicis.murdoch.edu.au|access-date=9 Mei 2022}}</ref>
 
Pada tahun 2012, Indonesia menggantikan [[India]] sebagai ekonomi G-20 dengan pertumbuhan tercepat kedua, di belakang [[Tiongkok]]. Sejak itu, tingkat pertumbuhan tahunan berfluktuasi sekitar 5%.<ref>{{Cite web|url=http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?end=2016&locations=ID&start=2006|title=GDP growth (annual %)|website=data.worldbank.org|access-date=9 Mei 2022}}</ref><ref>{{Cite web|title=Why Indonesia's Apparent Stability Under Jokowi Is a Sign of Its Stagnation|url=https://www.worldpoliticsreview.com/articles/20248/why-indonesia-s-apparent-stability-under-jokowi-is-a-sign-of-its-stagnation|website=worldpoliticsreview.com|access-date=9 Mei 2022}}</ref> Namun, Indonesia menghadapi [[resesi]] pada tahun 2020, ketika pertumbuhan ekonomi anjlok hingga −2,07% akibat [[Pandemi Covid-19|pandemi COVID-19]]. Ini adalah pertumbuhan terburuk sejak krisis moneter 1997.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnbcindonesia.com/news/20210205065151-4-221193/pertumbuhan-ekonomi-2020-207-terburuk-sejak-krismon-98|title=Pertumbuhan Ekonomi 2020 -2,07%, Terburuk Sejak Krismon 98!|work=[[CNBC Indonesia]]|access-date=9 Mei 2022|last=S|first=Lidya Julita}}</ref>
 
Pada tahun 2021, [[produk domestik bruto]] Indonesia tumbuh 3,69%, karena penghapusan [[Pembatasan sosial berskala besar|pembatasan COVID-19]] serta rekor [[ekspor]] tertinggi yang didorong oleh harga komoditas yang lebih kuat.<ref>{{Cite web |title=Beating expectations, Indonesia’s economy grows 5 percent in Q4 |url=https://www.aljazeera.com/economy/2022/2/7/beating-expectations-indonesias-economy-grows-5-percent-in-q4 |access-date=9 Mei 2022 |website=www.aljazeera.com |language=en}}</ref>
Baris 115:
 
=== Orde Baru (1966-1998) ===
Seiring dengan munculnya berbagai demonstrasi di kalangan masyarakat untuk menuntut Presiden Soekarno mundur dari jabatan yang dipegangnya selama lebih dari 20 tahun akibat gejolak politik dan ekonomi yang berujung pada kemiskinan masyarakat menjadi peringatan keras bagi Soekarno untuk mundur dari tampuk kepemimpinan sebagai Presiden. Soekarno yang terdesak akibat berbagai demonstrasi tersebut, memutuskan untuk memulai transisi kepemimpinan pemerintahan dengan menunjuk [[Soeharto]] melalui [[Surat Perintah Sebelas Maret]] sebagai landasan hukum untuk mengizinkan Soeharto sebagai penjabat Presiden untuk segera menyusun transisi ekonomi Indonesia yang sudah terseok-seok akibat berbagi kebijakan politik yang hedonistik.
 
Utang luar negeri menggunung, defisit melebar tidak terkendali dan inflasi mencapai ratusan persen serta kemiskinan di mana-mana hingga keamanan yang tidak kondusif menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh Soeharto yang baru saja menjabat sebagai Presiden. Dalam bidang ekonomi, Presiden Soeharto mengajukan RUU penanaman modal yang kemudian disahkan oleh DPR RI menjadi UU no 1 Tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan yang ada di Indonesia berupa investasi di berbagai sektor usaha industri dan jasa, sekaligus sebagai upaya mengembalikan kepercayaan internasional terhadap stabilitas dan kondusivitas ekonomi, politik dan sosial serta keamanan Indonesia di mata dunia. Tercatat, sejak undang-undang ini disahkan, jumlah modal yang telah ditanamkan di Indonesia telah mencapai lebih dari US$ 9 Miliar dari 30 negara.<ref>Uqbah Iqbal, Sejarah Ringkas Hubungan Ekonomi Indonesia-Jepun, Munich: BookRix GmbH & Co. KG., 2015.</ref>
 
Setelah pemerintahan diampu oleh Soeharto, beberapa keadaan ekonomi mulai membaik. Angka inflasi berhasil diturunkan dalam waktu satu tahun menjadi 112% pada tahun 1967 dan terus berlanjut menjadi 85% pada tahun 1968. Akhirnya turun drastis menjadi 10% pada 1969 sebelum di mulainya program [[Rencana Pembangunan Lima Tahun|Repelita]].<ref>{{Cite news|last=Sari|first=Elisa Valenta|date=14 September 2015|title=Kisah Inflasi 650 Persen dan Cerutu Ali Wardhana|url=https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150914191532-78-78703/kisah-inflasi-650-persen-dan-cerutu-ali-wardhana|work=[[CNN Indonesia]]|language=id-ID|access-date=16 November 2021}}</ref> Pemerintahan orde baru juga berhasil memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia dengan menaikkan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya hanya 2% menjadi rata-rata 5%. Perkembangan ekonomi ini makin membaik setelah pengenalan program [[Rencana Pembangunan Lima Tahun|Repelita 1]] yang dimulai pada tanggal 1 April 1969. Berkat program ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa itu mencapai rata-rata 6% pada periode 1969-1973, yaitu saat Repelita I berlangsung.<ref>{{Cite book|last=Badan Pusat Statistik|date=2015|url=https://www.bappenas.go.id/files/data/Pengembangan_Regional_dan_Otonomi_Daerah/Statistik%2070%20Tahun%20Indonesia%20Merdeka.pdf|title=Statistik 70 th. Indonesia merdeka.|location=Jakarta, Indonesia|publisher=Badan Pusat Statistik|isbn=978-979-064-858-6|pages=110|oclc=971018639|url-status=live|access-date=2021-11-15|archive-date=2021-11-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20211115183814/https://www.bappenas.go.id/files/data/Pengembangan_Regional_dan_Otonomi_Daerah/Statistik%2070%20Tahun%20Indonesia%20Merdeka.pdf|dead-url=yes}}</ref>
 
Pada akhir Repelita 1, laju inflasi kembali mengalami kenaikan setelah turun ke angka terendahnya, yaitu 4,6% pada tahun 1971. Kenaikan ini diakibatkan membaiknya harga pasar [[Bursa komoditas|komoditi internasional]] serta peningkatan [[Kredit (keuangan)|kredit]] perbankan mencapai 60% pada perioude 1973/1974. Akibat kondisi ini, inflasi mencapai 41% pada tahun 1974. Sebagai langkah penanggulangan inflasi yang mungkin akan terus meningkat, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan Paket Anti Inflasi pada tanggal 9 April 1974.<ref>{{Cite journal|last=Sukendar|first=Anang|date=2000|title=Pengujian dan pemilihan model inflasi dengan non nested test studi kasus perekonomian indonesia periode 1969-1997|url=https://core.ac.uk/download/pdf/297708815.pdf|journal=Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia|volume=15|issue=2|pages=, 164 - 178}}</ref>
 
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan [[Orde Baru]], ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita [[Dolar Amerika Serikat|$]]70 menjadi lebih dari $1.100 pada 1997.<ref>{{Cite news|last=Ardanareswari|first=Indira|date=1 April 2020|title=Repelita ala Orba: Pembangunanisme yang Mengandalkan Modal Asing|url=https://tirto.id/repelita-ala-orba-pembangunanisme-yang-mengandalkan-modal-asing-eJY6|work=[[Tirto|Tirto.id]]|language=id|access-date=16 November 2021}}</ref> Peningkatan ini menjadikan Indonesia dikategorikan sebagai negara pendapatan menengah ke bawah yang sebelumnya berada dalam kategori [[Negara berkembang|negara pendapatan rendah]].<ref>{{Cite web|title=Produk Domestik Bruto Indonesia|url=https://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/produk-domestik-bruto-indonesia/item253|website=www.indonesia-investments.com|access-date=16 November 2021}}</ref>. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, [[rupiah]] stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui [[bantuan asing]]. Pada pertengahan [[1980-an]] pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi.
 
Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari [[1987]]-[[1997]], dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997, menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Longgarnya kebijakan pemerintah dan institusi jasa keuangan saat itu dan meningkatnya nilai ekspor barang non-migas, membuat banyak jasa keuangan berupa bank, asuransi dan berbagai lembaga keuangan lainnya muncul dengan tujuan mendapat keuntungan dari fasilitasi ekspor, namun dengan modal inti yang sering kali kurang.
 
Tanpa disadari oleh pemerintah dan institusi keuangan sendiri, besarnya kesempatan untuk membiayai fasilitasi ekspor tersebut, perlahan-lahan mulai menunjukkan bahwa pertumbuhan jasa keuangan tidak berkualitas, mulai memakan korban berupa tutupnya beberapa bank secara berantai akibat gagal menarik kredit yang macet, hingga modal inti yang kurang mulai menandai gelapnya perkembangan jasa keuangan yang saat itu tengah tumbuh pesat. Belum lagi dengan sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas [[kebangkrutan]]. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan [[hambatan ekspor]] menjadi bom waktu yang akan mewarnai kejatuhan ekonomi nasional.