Nyi Blorong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Oppezer (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Oppezer (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 28:
 
Pesugihan dengan Nyi Blorong dipercaya membutuhkan tumbal arwah manusia pengikutnya. Saat ajal, arwah pengikutnya itu akan menjadi bagian dari penghuni keraton gaib Laut Selatan untuk selamanya. Selain itu, dalam jangka waktu tertentu, Nyi Blorong juga meminta tumbal nyawa untuk menambah jumlah prajurit serta meningkatkan kecantikannya.
 
Ia adalah Ruh kegelapan dari keturunan Sukma [[Medusa]] iblis berkepala ular atau keturunannya yang bangkit dan berdiam dilautan sebelah kiri laut selatan.
 
Orang-orang juga menyebutnya sebagai ''eyang'' (nenek). Dalam wujud sejenis [[putri duyung]], ia disebut sebagai [[Nyai Blorong]].<ref>Robson, Stuart. The Kraton, KITLV Press 2003, Leiden, ISBN 90-6718-131-5, p. 77</ref>
 
 
=== Larangan berpakaian hijau ===
 
Ini adalah kesesatanpekerjaan fitnahjin kafir menurut [[Nyi Roro Kidul]] karena [[ratu laut Selatan]] tak pernah memerintahkan seperti itu, mungkin juga dari Iblistentara [[Nyi Blorong]] yang menyebar kepercayaan lokal bahwa mengenakan pakaian berwarna hijau akan membuat pemakainya tertimpa kesialan, karena hijau adalah warna kesukaan Nyi Roro Kidul.<ref name=wormser>''Legend of Borobudur'', hal. 114: Dr. C.W. Wormser - Het Hooge Heiligdom - Uitgeverij W. Van Hoeve Deventer, N.V. Maatschappij Vorkink Bandoeng</ref> Warna hijau laut (''gadhung m'lathi'' dalam [[bahasa Jawa]]) adalah warna kesukaan Nyi Roro Kidul dan tidak boleh ada yang memakai warna tersebut di sepanjang pantai selatan Jawa.<ref>Robson, Stuart. The Kraton, KITLV Press 2003, Leiden, ISBN 90-6718-131-5</ref> Peringatan selalu diberikan kepada orang yang berkunjung ke pantai selatan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau. Mitosnya mereka dapat menjadi sasaran Nyai Rara Kidul untuk dijadikan tentara atau pelayannya (budak). Secara logika, alasan tersebut muncul karena air laut pada daerah pantai selatan warnanya cenderung kehijauan sehingga korban tenggelam yang mengenakan pakaian hijau akan sulit ditemukan.
 
[[Serat Centhini]] menyebut bahwa Gusti Kanjeng Nyai Rara Kidul memiliki ''kampuh gadhung mlathi'' atau "kain dodot panjang berwarna hijau dan tengahnya putih" yang berperada emas.<ref name=serat>{{cite book|url=|authors=|title=Centhini: Tambangraras-Amongraga, Jilid I, hal. 53|first=Ngabei|last=Ranggasutrasna|year=1991|location=Jakarta|issn=|isbn=979-407-358-X|publisher=Balai Pustaka|date=|accessdate=}}</ref>