Bahasa Jawa Banyumasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Vinrama (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 33:
* Abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
* Abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
* Abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa Jawa/ barudialek Banyumasan yang terpisah cukup jauh dengan dialek Wetan dan tengah {{br}}(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
* Abad ke 20-sekarang, sebagai salah satu dialek bahasa Jawa modern.{{br}}(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
 
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau [[Jawa]] yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan [[bahasa Jawa]] yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah [[Banyumasan]]. Bahkan masih ada sisabanyak kosakata bahasa [[Jawa Kuno]] yang tertinggal di bahasa ini. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan pada era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa [[Banyumasan]] dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat [[Banyumasan]] timbul istilah ''bandhekan'' untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa ''wetanan'' (timur).
 
Menurut [[M. Koderi]] (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata ''bandhek'' secara morfologis berasal dari kata ''gandhek'' yang berarti ''pesuruh'' (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah [[Banyumasan]]. Para ''pesuruh'' ini tentu menggunakan gaya [[bahasa Jawa]] standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa [[Banyumasan]].