Bukhari dari Hantarukung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 4:
Bukhari seorang yang [[setia]] mengabdikan dirinya. Ia orang yang dipercaya sebagai ''Pemayung Sultan''. Ia dikenal di kalangan [[istana]] sebagai seorang yang mempunyai [[ilmu]] [[kesaktian]] dan [[kekebalan]]. Bahkan tersiar [[berita]] bahwa dengan ilmunya itu kalau ia [[tewas]] dapat [[hidup]] kembali. Ilmu ini diajarkan kepada siapa yang menjadi pendukungnya. Adanya kelebihan-kelebihan Bukhari tersebut, menyebabkan dia dan [[adik]]nya bernama Santar mendapat ''tugas'' untuk menyusun dan memperkuat barisan perlawanan rakyat terhadap Belanda di daerah [[Banua Lima]], [[Kalimantan Selatan]].
 
== Menyusun Kekuatan Rakyat ==
Dengan membawa [[surat]] [[resmi]] dari Sultan [[Muhammad Seman]], Bukhari dan adiknya Santar datang ke [[desa]] Hantarukung untuk menyusun suatu [[pemberontakan]] rakyat terhadap pemerintah Belanda. Kedatangan Bukhari diterima hangat oleh penduduk desa Hantarukung. Dengan bantuan Pangerak Yuya, Bukhari berhasil mengorganisir kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Sebanyak 25 orang penduduk telah menyatakan diri sebagai pengikutnya, dan di bawah pimpinan Bukhari dan Santar siap untuk melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda.
Gerakan Bukhari ini bahkan kemudian mendapat dukungan selain penduduk Hantarukung, juga penduduk kampung Hamparaya dan Ulin. Sehubungan dengan itu alasan perlawanan yang dikemukakan bahwa penduduk dari tiga kampung itu tidak bersedia lagi melakukan kerja rodi . Sikap penduduk dan tindakan Pangerak Yuya yang tidak mau menurunkan [[kuli]] (penduduk) untuk menggali [[garis]] antara [[Distrik Amandit|Amandit]]-[[Distrik Negara|Negara]] tersebut, kemudian dilaporkan oleh Pambakal Imat kepada [[Kiai]] (gelar kepala distrik), karena yang bersangkutan sedang tidak ada di tempat, Pambakal melaporkan kepada Controleur Belanda di kota Kandangan.
 
== Perlawanan Rakyat 18 September 1899 ==
Penguasa Belanda di Kandangan sangat [[marah]] mendengar berita itu pada tanggal [[18 September]] [[1899]] berangkatlah rombongan penguasa Belanda yang terdiri dari Controleur Adsenarpont Domes dan Adspirant K. Wehonleschen beserta 5 orang Indonesia ([[opas]] dan pambakal) yang setia kepada Belanda. Dengan menaiki [[kereta]] kuda dan diikuti yang lainnya Controleur Adsenerpont Domes ke desa Hantarukung menemui Pangerak Yuya. [[Pangerak]] yang telah bekerja sama dengan Bukhari untuk melawan pemerintah Belanda ini ketika dipanggil oleh Controleur keluar dari rumahnya dengan tombak dan parang tanpa sarung. Setelah terjadi tanya jawab mengenai mengapa penduduk tidak mengerjakan lagi gerakan menggali ''garis'' Amandit-Negara, tiba-tiba muncul ratusan penduduk di bawah pimpinan Bukhari dan Santar sambil mengucapkan [[shalawat nabi]] maju ke arah Controleur dengan senjata [[tombak]], ''serapang'' ([[trisula]]) dan lain-lainnya.
 
Dalam peristiwa itu telah terbunuh tuan Controleur Domes dan Adspirant Wehonleshen serta seorang anak emasnya. Sementara 4 orang lainnya dapat melarikan diri. Mereka itu antara lain opas Dalau dan Kiai Negara (kepala Distrik Negara). Peristiwa tanggal 18 September 1899 ini terkenal dengan Pemberontakan Amuk Hantarukung yang dipelopori oleh Bukhari, seorang yang secara resmi diperintahkan oleh Sultan Muhammad Seman dengan mengirimkan ke desa asal kelahirannya Hantarukung.
 
== Perlawanan Rakyat 19 September 1899 ==
Peristiwa [[18 September]] [[1899]] dengan terbunuhnya Controleur dan Adspirant Belanda segera sampai kepada pejabat-pejabat Belanda di kota Kandangan. Kemarahan pihak Belanda tidak dapat terbendung lagi. Besok harinya pada hari Senin tanggal 19 September 1899 sekitar pukul 13.00 siang hari pasukan Belanda datang untuk mengadakan pembalasan terhadap penduduk. Serangan pembalasan tersebut dipimpin oleh Kiai Jamjam putera daerah sendiri, dengan diperkuat oleh 2 [[Kompi]] [[serdadu]] Belanda bersenjata lengkap. Penduduk desa Hantarukung telah menyadari pula peristiwa yang akan terjadi. Beratus-ratus penduduk di bawah pimpinan Bukhari, Santar dan Pengerak Yuya siap dengan senjata mereka di pinggiran hutan dan keliling danau menanti kedatangan pasukan Belanda. Ketika sampai di desa Hantarukung di suatu ''awang'' persawahan, melihat keadaan sepi, [[Kapten]] Belanda melepaskan tembakan peringatan agar penduduk menyerah. Pada waktu itulah Bukhari bersama-sama Haji Matamin dan Landuk tampil dengan senjata terhunus maju menyerbu musuh sambil mengucapkan [[Allahu Akbar]] berulang-ulang. Tindakan Bukhari tersebut diikuti para pengikutnya yang sudah siap untuk berperang, pertempuran sengit terjadi. Bukhari, Haji Matamin dan Landuk dan Pengerak Yuya gugur di tembus [[peluru]] Belanda. Melihat pemimpin-pemimpin mereka terbunuh penduduk lari menyelamatkan diri. Dalam peristiwa 2 hari di Hantarukung tersebut telah terbunuh masing-masing di pihak Belanda adalah Controleur Domes, Adspirant Wehonleschen dan seorang pembantunya. Sementara dari pihak penduduk telah [[gugur]] : Bukhari, Haji Matamin, Landuk, Pangerak Yuya.
 
== Penangkapan Penduduk oleh Belanda ==
Peristiwa ini berlanjut dengan terjadinya pembersihan secara kejam oleh Belanda terhadap [[penduduk]] yang terlibat terutama penduduk di desa Hantarukung, Hamparaya, Ulin, Wasah Hilir dan Simpur. Penangkapan segera dijalankan oleh [[militer]] Belanda. Mereka yang ditangkapi tersebut berjumlah [[23]] orang yakni : Hala, Hair, Bain, Idir, Sahintul, H. Sanadin, Fakih, Unin, Mayasin, Atma, Alas, Tanang, Tasin, Bulat, Sudin, Matasin, Yasin, Usin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan dan Atmin. Selanjutnya yang mati di dalam [[penjara]] adalah : Hala, Hair, Bain, dan Idir. Sedangkan yang [[mati]] digantung adalah : Sahitul, H. Sanaddin, Fakih, Unin, Mayasin, Atma, Alas, Tanang dan Tasin. Mereka yang dibuang keluar daerah adalah: Bulat, Suddin, Matasin, Yasin, Sahinin, Unan, Saal, Lasan, Atnin, dan Santar. [[Jenazah]] Bukhari, Landuk dan Matamin dimakamkan di Kampung Perincahan, [[Kecamatan]] [[Kandangan, Hulu Sungai Selatan]] yang dikenal dengan [[makam Tumpang Talu]]. Sedangkan [[sembilan]] orang di[[hukum gantung]] oleh Belanda tersebut dimakamkan di [[kuburan Bawah Tandui]] di Kampung Hantarukung di Kecamatan [[Simpur, Hulu Sungai Selatan]].