Wayang golek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 37:
 
== Sejarah ==
Wayang golek sudah ada sejak masa Panembahan Ratu (cicit Sunan Gunung Jati, tahun 1540-1650 masehi). Cirebon adalah anak cucu keturunan dari Kerajaan tua Nusantara yaitu Sunda – Pajajaran (abad 7 masehi – 16 masehi) di wilayah barat Pulau Jawa.
Sekitar tahun 1583, [[Sunan Kudus]] yang merupakan salah satu penyebar agama [[Islam]] di [[pulau Jawa]] pernah membuat kurang lebih 70 buah wayang dari kayu. Wayang tersebut dipertontonkan di siang dan malam hari dengan sumber cerita lokal atau imajinasi sendiri yang tentunya sarat dengan pesan agama Islam. [[Sunan Kudus]] menggunakan bentuk wayang golek awal ini untuk menyebarkan Islam di masyarakat.
 
Di daerah Cirebon disebut sebagai wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah ceritera panji dan wayangnya disebut wayang golek menak.
Munculnya kesenian wayang kayu lahir dan berkembang di wilayah pesisir utara [[pulau Jawa]] pada awal abad ke-17. Dikarenakan masyarakat [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]] telah terlebih dahulu mengenal [[wayang kulit]], kehadiran wayang golek kurang begitu berkembang, karena masyarakat disana terlanjur menggemari [[wayang kulit]]. Namun wayang golek [[Sunan Kudus]] itu menarik hati dari ulama atau sekurang-kurangnya santri [[Cirebon]] yang sedang berkunjung (atau berguru) ke wilayah Sunan Kudus. Akhirnya ide wayang golek itu dibawa ke [[Cirebon]].
 
Salmun (1986) menyebutkan baru pada tahun 1583 Masehi, Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangun `wayang purwo` sejumlah 70 buah dengan cerita Menak yang diiringi gamelan Salendro.
Pementasan wayang golek di tanah [[Parahyangan]] dimulai sejak [[Kesultanan Cirebon]] berada di tangan [[Panembahan Ratu]] (1540-1650) cicit dari [[Sunan Kudus]]. Yang dipertunjukan saat itu adalah [[wayang cepak cirebon|wayang cepak]] (atau wayang golek papak), disebut demikian karena memiliki bentuk kepala yang datar.
 
Pertunjukkannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyerupai boneka yang terbuat dari kayu (bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit). Jadi, seperti golek. Oleh karena itu, tetap disebut sebagai wayang golek.
 
Pada zaman Pangeran Girilaya (1650-1662) dari Cirebon wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lakon yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam.  Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Somantri, 1988).
 
Pementasan wayang golek di tanah [[Parahyangan]] dimulai sejak [[Kesultanan Cirebon]] berada di tangan [[Panembahan Ratu]] (1540-1650) yang juga merupakan cicit dari [[Sunan Kudus]]. Yang dipertunjukan saat itu adalah [[wayang cepak cirebon|wayang cepak]] (atau wayang golek papak), disebut demikian karena memiliki bentuk kepala yang datar.
 
Selanjutnya ketika kekuasaan [[Kesultanan Cirebon]] diteruskan oleh [[Pangeran Girilaya]] (1650-1662), [[wayang cepak]] semakin populer dimana kisah babad dan sejarah tanah Jawa menjadi inti cerita, yang tentunya masih sarat dengan muatan agama Islam.