Teuku Ben Mahmud: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Al Asyi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 13:
Adapun menurut Zakaria Ahmad, pendiri Blangpidie adalah Teuku Ben Agam (Tok Gam) dari [[Pidie]]. Pada awal abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Kuta Batee antara beberapa pemimpin koloni dari Pidie dan Aceh Besar. Hingga kemudian Tuanku Pangeran Husein bin [[Sultan Mansur Syah|Sultan Alaiddin Ibrahim Mansur Syah]] (1836-1869) dapat mendamaikan keduabelah pihak yang bertikai dan sekaligus menetapkan Teuku Ben Agam sebagai uleebalang Blangpidie yang pertama terlepas dari Kenegerian [[Susoh, Aceh Barat Daya|Susoh]].
 
Setelah Teuku Ben Agam meninggal dunia, kepemimpinan kenegerian Blangpidie dilanjutkan oleh anaknya Teuku Ben Abbas, dan seterusnya digantikan oleh anaknya Teuku Ben Mahmud. Saat masa kecil Teuku Ben Mahmud bertindak sebagai pemangku raja, sedangkan pemerintahan dikendalikan oleh Teuku Nyak Sawang, uleebalang [[Pulau Kayu, Susoh, Aceh Barat Daya|Pulau Kayu]].
 
Saat masa kecil Teuku Ben Mahmud bertindak sebagai pemangku raja, sedangkan pemerintahan dikendalikan oleh Teuku Nyak Sawang, uleebalang [[Pulau Kayu, Susoh, Aceh Barat Daya|Pulau Kayu]]. Hubungan antara uleebalang Blangpidie dengan uleebalang Pulau Kayu bermula dari tokoh pendiri kenegerian Pulau Kayu yang bernama Teuku Nyak Syeh yang menikahi Nyak Buleun, cucu tertua dari Teuku Ben Agam.
 
Saat Teuku Ben Mahmud berperangmenunjukkan melawansikap perlawanan terhadap Belanda pada 1873, Teuku Nyak Sawang bertindak atas nama uleebalang Blangpidie menandatangani ''Korte Verklaring'' dengan Belanda pada tahun 1874.
 
Setelah kematian Teuku Nyak Sawang, Teuku Ben menikahi janda Teuku Nyak Sawang yaitu Cut Meurah binti Teuku Pang Chik. Mereka dikaruniai putra pertama yaitu Teuku Banta Sulaiman pada 1884.
Pada 1885, Teuku Ben Mahmud ditunjuk oleh [[Sultan Muhammad Daud Syah]] sebagai uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Namun dianggap tidak sah oleh Belanda. Sedangkan berdasarkan besluit Belanda, uleebalang Blangpidie dijabat Teuku Nyak Sawang.
 
Pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud ditunjuk oleh [[Sultan Muhammad Daud Syah]] sebagai uleebalang Blangpidie dengan gelar Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja. Namun dianggap tidak sah oleh Belanda. Sedangkan berdasarkan besluit Belanda, uleebalang Blangpidie dijabat Teuku Nyak Sawang.
 
Baru pada tahun 1908, Belanda mengembalikan hak Teuku Ben Mahmud sebagai uleebalang Blangpidie setelah ia turun gunung. Keluarga Teuku Nyak Sawang kemudian mengajukan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar negeri Blangpidie dan Pulau Kayu menjadi negeri otonom yang terpisah.