Kerajaan Caruban Larang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler pranala ke halaman disambiguasi
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 7:
Tidak jauh dari lokasi Caruban Larang, terdapat sebuah sungai yang cukup besar bernama [[Kali Kriyan]], dimana banyak penduduk setempat yang mencari ikan di tempat itu. Perkampungan tersebut dihuni oleh penduduk dari berbagai etnis, dan penduduk setempat kemudian mempercayakan Ki Danusela (adik pendeta [[Buddha]] Ki Danuwarsih) sebagai ''kuwu'', sedangkan Walangsungsang bertindak sebagai ''Pangraksabumi'' yaitu seorang yang memperhatikan dan memelihara keberadaan tanah pemukiman dengan gelar Ki Cakrabuana.<ref>Sulendranigrat, P.S. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka</ref>
 
== Sejarah Terbentuknya Kerajaan Cirebon Larang ==
Sebelum Walangsungsang mendirikan pemukiman di CirebonCaruban Larang, sebenarnya di sekitar wilayah tersebut telah berdiri pakuwuan (di bawah wilayah Kerajaan Singhapura) yang dipimpin oleh Ki Danusela. Tetapi dengan ilmu dan kecakapan dari Walangsungsang, pakuwuan tersebut semakin berkembang dan tertata rapi.
 
Penunjukan Ki Danusela sebagai [[kuwu]] pertama di CirebonCaruban Larang, karena jabatan tersebut telah disandangnya sebelum Walangsungsang datang dan mendirikan pemukiman baru. Ketokohan Ki Danusela rupanya masih diperhitungkan dan dihormati oleh penduduk setempat maupun Walangsungsang sendiri.
 
Ki Danusela adalah adik dari Ki Gedeng Danuwarsih (mertua dari Walangsungsang). Istri Ki Danusela bernama Nyi Arum Sari dari Cirebon Girang. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai seorang putri yang bernama Nyi Retna Riris.
Baris 22:
* Nyi Mertasinga
* Nyi Campa
* Nyi Rasa Melasih.
 
Setelah Ki Danusela wafat, Walangsungsang akhirnya diangkat menjadi kuwu Cirebon Larang yang ke-2. Selanjutnya, untuk mengislamkan keluarga Ki Danusela, Walangsungsang menikah lagi dengan puteri dari Ki Danusela yang bernama Retna Riris (kemudian berganti nama menjadi Kancana Larang). Dari pernikahannya kali ini, Walangsungsang dikaruniai seorang putra yang bernama Pangeran Cerbon. (kemudian setelah dewasa menjadi kuwu di Cirebon Girang).
 
Baris 29 ⟶ 30:
Cirebon Larang beberapa tahun kemudian, sepak terjang yang dilakukan oleh Raden Walangsungsang mengenai penyebaran Islam diketahui oleh sang ayah yaitu Prabu Jayadewata (yang telah menjabat sebagai raja Pajajaran dengan gelar [[Sri Baduga Maharaja]]). Namun, tindakan penyebaran Islam itu tidak dipermasalahkan oleh Prabu Jayadewata.
 
Ki Gedeng Tapa ([[Kerajaan Singhapura]]) meninggal dunia, Raden Walangsungsang kemudian meneruskan tugas untuk mengatur Pelabuhan Muara Jati dan menyatukan wilayah Kerajaan Singhpura dengan wilayah pakuwuan CirebonCaruban Larang dalam satu kekuasaan. Untuk mengamankan dan mempertahankan Pelabuhan Muara Jati yang semakin ramai, Raden Walangsungsang membentuk satuan keamanan dan ketertiban. Pengelolaan secara otonomi, makin membuat situasi pelabuhan makin ramai, dan pemasukan pendapatan ke Kerajaan Pajajaran pun semakin besar.
Harta warisan yang berlimpah dari Ki Gedeng Tapa kemudian digunakannya untuk membuat sebuah keraton yang bernama Keraton Pakungwati<ref>{{Cite news|url=https://travel.kompas.com/read/2013/03/29/15391187/Kanoman.Sejarah.yang.Luka.|title=Kanoman, Sejarah yang Luka...|newspaper=KOMPAS.com|language=en|access-date=2018-04-03|work=[[Kompas.com]]|editor-last=Asdhiana|editor-first=I Made}}</ref> (diambil dari nama puterinya) di tepian Kali Kriyan, serta membentuk satuan prajurit. Keraton Pakungwati dibuat sebagai kompleks keraton yang sangat indah, di mana didalamnya terdapat taman sari dan kolam pemandian tempat para puteri keraton membersihkan diri.
 
Wilayah CirebonCaruban Larang telah lengkap untuk membentuk kerajaan, maka Prabu Jayadewata segera mengirimkan utusannya yang bernama Jagabaya (Perwira Angkatan Perang Pajajaran) serta Rajasengara (Kian Santang), adik bungsu Walangsungsang untuk menobatkan Raden Walangsungsang sebagai raja daerah dengan gelar Tumenggung Sri Mangana Cakrabuana. Dengan demikian, maka mulai saat itu, status Pakuwuan Cirebon Larang berubah menjadi Kerajaan di bawah kekuasaan Sunda Pajajaran.
 
Setelah acara penobatan dilangsungkan, Rajasengara (Kian Santang) tidak pulang ke Pakuan tetapi memilih tinggal bersama kakaknya di Kerajaan CirebonCaruban Larang. Disinilah beliau bertemu dengan seorang gadis dari [[Kerajaan Campa|Campa]] yang bernama Nyi Halimah atau Nyi Gedeng Kalisapu.
 
Meski saat itu Cirebon Kerajaan Larang merupakan bagian dari wilayah besar Kerajaan Pajajaran yang berfahammasih menganut [[AgamaSunda Hindu|HinduWiwitan]],<ref>{{cite web|url=https://www.berdikarionline.com/benarkah-sunda-pajajaran-adalah-kerajaan-hindu/|title=Benarkah Sunda Pajajaran Adalah Kerajaan Hindu?|website=www.berdikarionline.com|access-date=23 Januari 2023}}</ref> Raden Walangsungsang tetap terus mengembangkan [[Islam|agama Islam]]. Apa yang dilakukan Raden Walangsungsang tidak mendapat hambatan dari Pajajaran, karena dalam bekerja di pemerintahan dia tidak pernah mengecewakan Pajajaran. Raden Walangsungsang, waktu itu menjadi satu-satunya pejabat tinggi (setingkat raja) dari Kerajaan Pajajaran yang beragama Islam.
 
== Kesultanan Cirebon ==