Hamengkubuwana II: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Maulana.AN (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Maulana.AN (bicara | kontrib) k Penambahan isi |
||
Baris 59:
Pada tahun [[1774]] (atau [[tahun Jawa]] [[1700]]), terjadi kegelisahan di kalangan [[Kesultanan Yogyakarta]] dan [[Kasunanan Surakarta]] akibat [[mitos akhir abad]], bahwa akan ada sebuah kerajaan yang runtuh. Dalam kesempatan itu, Mas Sundara menulis kitab ''Suryaraja'' yang berisi ramalan bahwa [[mitos akhir abad]] akan gugur karena [[Surakarta]] dan [[Yogyakarta]] akan bersatu di bawah pemerintahannya. Naskah tersebut sampai saat ini dikeramatkan sebagai salah satu pusaka [[Keraton Yogyakarta]], dengan nama ''Kangjeng Kyai Suryaraja''.
== Pemerintahan ==
Pada 24 Maret 1792, sang ayah, yaitu [[Hamengkubuwana I]] wafat. Raden Mas Sundara diangkat menjadi raja dengan gelar Hamengkubuwana II. Ia dikenal sebagai raja yang keras dan anti terhadap Belanda. Oleh karena itu, masa pemerintahannya menjadi salah satu periode pemerintahan yang penuh pergolakan. Konflik-konflik para putra Mangkubumi dan orang-orang Eropa menghiasi jalannya pemerintahan.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Safitri|first=Ilmiawati|date=2019-07-07|title=Keraton Yogyakarta Masa Lampau dan Masa Kini: Dinamika Suksesi Raja-Raja Jawa dan Politik Wacana “Raja Perempuan”|url=https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ihis/article/view/4850|journal=Indonesian Historical Studies|volume=3|issue=1|pages=47|doi=10.14710/ihis.v3i1.4850|issn=2579-4213}}</ref>
Hamengkubuwana II menolak dengan tegas campur tangan pihak asing, baik Belanda maupun Inggris. Ia menganggap Belanda sebagai sebuah kekuatan yang harus diperlakukan dengan hati-hati. Situasi semakin rumit ketika ia mengganti sebagian penasihat raja pada masa Hamengkubuwana I. Salah satu orang yang ditunjuk adalah Patih Danureja II, cucu Patih Danureja I. Sebuah keputusan yang merugikan keraton karena sang patih justru berbalik mendukung Belanda.<ref name=":0" />
== Pemerintahan Periode Pertama ==
|