Nahdlatul Ulama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
About1886 (bicara | kontrib)
merapikan
Baris 34:
NU didirikan pada 31 Januari 1926 di [[Kota Surabaya]] oleh seorang [[ulama]] dan para pedagang untuk membela [[Islam tradisionalis|praktik Islam tradisionalis]] (sesuai dengan akidah Asy'ariyah dan fiqih [[Mazhab Syafi'i]]) dan kepentingan ekonomi anggotanya.<ref name="handbook" /> Pandangan keagamaan NU dianggap "tradisionalis" karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.<ref name="traditionalist">{{cite book|last1=Pieternella|first1=Doron-Harder|title=Women Shaping Islam|date=2006|publisher=University of Illinois Press|page=198|isbn=9780252030772|url=https://books.google.com/books?id=-Io7nTxix9UC&pg=PA2|access-date=17 November 2015}}</ref> Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, [[Muhammadiyah]], yang dianggap "[[Salafiyah|reformis]]" karena membutuhkan [[interpretasi]] yang lebih literal terhadap [[Al-Qur'an]] dan [[Sunnah]].<ref name="traditionalist" />
 
Beberapa tokoh NU adalah pendukung konsep [[Islam Nusantara|islam nusantara]], sebuah ciri khas Islam yang telah mengalami [[interaksi]], [[kontekstualisasi]], [[pribumisasi]], [[interpretasi]], dan [[vernakularisasi]] sesuai dengan kondisi [[Budaya Indonesia|sosial budaya]] di [[Indonesia]].<ref name="NU-Islam Nusantara">{{cite web | title = Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara? | date = 22 April 2015 | work = Nahdlatul Ulama| url = http://www.nu.or.id/post/read/59035/apa-yang-dimaksud-dengan-islam-nusantara| language = id}}</ref> Islam Nusantara mempromosikan [[Muslim moderat|moderasi]], [[anti-fundamentalisme]], [[pluralisme]] dan pada titik tertentu, [[sinkretisme]].<ref name="IAIN Madura-Syncretism of Slametan Tradition As a Pillar of Islam Nusantara">{{cite news | title = Syncretism of Slametan Tradition As a Pillar of Islam Nusantara' | author = F Muqoddam | newspaper = E Journal IAIN Madura | date = 2019 | url = http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/karsa/article/view/1950 | language = id}}</ref> Namun, banyak [[sesepuh]], pemimpin, dan ulama "NU Garis Lurus" telah menolak [[Islam Nusantara]] dan memilih pendekatan yang lebih [[konservatif]].<ref name=":0">{{Cite journal|last=Arifianto|first=Alexander R.|date=23 January 2017|title=Islam Nusantara & Its Critics: The Rise of NU's Young Clerics|url=https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/2017/01/CO17018.pdf|journal=RSIS Commentary|volume=18|page=3}}</ref>
 
== Mazhab ==
Baris 45:
== Sejarah ==
=== Asal usul ===
NU didirikan pada tahun 1926 sebagai organisasi ulama Muslim [[Asy'ari]] ortodoks,<ref>{{Cite web|last=University of Cumbria|first=Division of Religion and Philosophy|title=Nahdatul Ulama|url=http://www.philtar.ac.uk/encyclopedia/indon/nahdat.html|url-status=live|access-date=2021-03-09|website=www.philtar.ac.uk|archive-date=2021-03-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20210303030400/http://www.philtar.ac.uk/encyclopedia/indon/nahdat.html}}</ref> yang bertentangan dengan kebijakan modernis [[Muhammadiyah]] dan [[Persatuan Islam]] (Persis), dan munculnya [[Salafiyah|gerakan Salafi]] dari organisasi [[Al-Irsyad Al-Islamiyyah]] di Indonesia yang sama sekali menolak adat istiadat setempat yang dipengaruhi oleh tradisi [[Hindu]] dan [[Buddha]] Jawa pra-Islam. Organisasi ini didirikan setelah [[Komite Hijaz]] telah memenuhi tugasnya dan akan dibubarkan. Organisasi ini didirikan oleh [[Hasyim Asy'ari]], kepala [[pesantren]] di Jawa Timur. Organisasi NU berkembang, tetapi basis dukungannya tetap di Jawa Timur. Pada tahun 1928, NU menggunakan bahasa Jawa dalam khotbahnya, di samping bahasa Arab.<ref name=Ricklefs1981>{{cite book|first=M.C. |last=Ricklefs |author-link=M. C. Ricklefs |year=1991 |title=A History of Modern Indonesia Since c.1200 |place=Stanford |publisher=Stanford University Press |isbn=0-8047-4480-7}}</ref>{{rp|169}}<ref name=Schwartz1994>{{cite book |last=Schwartz |first=Adam |year=1994 |title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s |publisher=Allen & Unwin |isbn=1-86373-635-2 |url-access=registration |url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw }}</ref>{{rp|168}}<ref name=Feith2007>{{cite book|first=Herbert |last=Feith |author-link=Herbert Feith |date=2007 |title=The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia |publisher=Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd |isbn=978-9-79378-045-0}}</ref>{{rp|233–236}}
 
Pada tahun 1937, meskipun hubungan NU dengan organisasi-organisasi [[Islam Sunni]] lainnya di Indonesia buruk, organisasi-organisasi tersebut membentuk [[Majelis Islam A'la Indonesia]] (MIAI) sebagai forum diskusi. Mereka bergabung dengan sebagian besar organisasi Islam lainnya yang ada pada saat itu. Pada tahun 1942, Jepang [[Pendudukan Jepang di Indonesia|menduduki Indonesia]] dan pada bulan September diadakan konferensi para pemimpin Islam di Jakarta.<ref name=Ricklefs1981/>{{rp|191,194}}<ref name=Feith2007/>{{rp|233–236}}
Baris 100:
Pada tahun 1984, pemerintah Orde Baru mengumumkan bahwa semua organisasi harus menerima ideologi negara Pancasila sebagai dasar mereka. Sekali lagi NU akomodatif, dengan Gus Dur menyebut Pancasila sebagai "kompromi mulia"<ref name=Schwartz1994/>{{rp|172}} bagi umat Islam. Lima tahun kemudian. Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun kedua sebagai ketua, posisi yang dipegangnya hingga terpilih sebagai presiden pada 1999.<ref name=Friend2003/>{{rp|203}}
 
Pada tahun 1990, NU bekerja sama dengan [[Bank Summa]] membentuk sistem [[Bank Perkreditan Rakyat]]. Soeharto tidak menyetujui NU menyimpang di luar kegiatan keagamaan murni, dan fakta bahwa bank itu dimiliki oleh keluarga etnis Tionghoa Kristen menimbulkan kontroversi. Bank itu akhirnya ditutup dua tahun kemudian karena salah urus keuangan. Gus Dur juga menimbulkan ketidaksetujuan rezim dengan mengadakan rapat umum di stadion Jakarta tiga bulan sebelum [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1992|pemilihan legislatif 1992]], seolah-olah untuk menyatakan dukungan terhadap Pancasila.<ref name=Schwartz1994/>{{rp|188–193}}
 
Alhasil, Gus Dur diajak bertemu Letkol [[Prabowo Subianto]], menantu Soeharto di Mabes TNI Jakarta. Pada pertemuan itu, Gus Dur diperingatkan untuk menghindari perilaku politik yang tidak dapat diterima, dan diberitahu bahwa jika dia bersikeras melibatkan dirinya dalam politik, daripada membatasi dirinya pada masalah agama, dia harus menyatakan dukungan untuk masa jabatan presiden lebih lanjut untuk Soeharto. Menanggapi hal itu, Gus Dur mengancam akan keluar dari NU. Hal ini mengakibatkan rezim mundur, karena tidak bisa mengambil risiko menjatuhkan Gus Dur.<ref name=Schwartz1994/>{{rp|188–193}}
Baris 126:
* Tali Tampar tambang Warok
* Dua simpul ikatan Tali Tampar Tambang Warok
* UntuaianUntaian tali tampar tambang warok berjumlah 99
* Empat bintang di bawah
* Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab melintang di tengah bumi