Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k Perbarui referensi situs berita Indonesia
k pembersihan kosmetika dasar
Baris 3:
|Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
|Tujuhbelasan
 
 
}}
Baris 10 ⟶ 9:
[[Berkas:Collectie_NMvWereldculturen,_TM-33002401,_Prentbriefkaart-_Het_Proklamasi-monument_in_Pegangsaan_Timur,_Djakarta,_Kementerian_Penerangan_(KEMPEN),_1950-1960.jpg|jmpl|Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut kini telah hancur.|260px]]
 
'''Proklamasi Kemerdekaan Indonesia''' dilaksanakan pada hari {{tanggal|1945|8|17}} [[Masehi|tahun Masehi]], atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut [[tahun Jepang]] (''kōki'') (17 Agustus [[Zaman Shōwa|Shōwa]] 20 dalam penanggalan Jepang itu sendiri), yang dibacakan oleh [[Soekarno]] dengan didampingi oleh [[Mohammad Hatta]] di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, [[Jakarta Pusat]].
 
Chairul Basri, yang bekerja pada kantor propaganda Jepang, disuruh mencari rumah yang berhalaman luas. Rumah Pegangsaan Timur 56 milik orang Belanda ditukar dengan rumah lain di Jalan Lembang. Jadi rumah itu memang disiapkan Jepang untuk Bung Karno. Chairul tidak menyebut nama pemilik rumah itu. Saat diambil alih pemerintah Jepang untuk Sukarno, rumah itu milik Mr. Jhr. P.R. Feith seperti disebut Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi koran ''Sin Po'' dari 1925 sampai 1947, dalam ''Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, 1922–1947'' (1948).
Baris 18 ⟶ 17:
"Eigenaar (pemilik rumah) itoe roemah jang baroe sadja kombali dari Nederland telah menetapken mendjoel miliknja dengen harga ƒ 250.000,- pada pemerentah repoeblik"
[[Berkas:Koran-sin-po-soal-riwayat-pembelian-rumah-pegangsaan-56-dok-koleksi-kliping-oleh-ravando-lie.jpeg|jmpl]]
Dari sini belum ditemukan bukti keterkaitan antara pembelian rumah oleh pemerintah Republik Indonesia di tahun 1948 dengan informasi sumbangan rumah Pegangsaan Timur 56 oleh Faradj Martak sebagaimana tertera di dalam surat Ir. M. Sitompoel, Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan, tanggal 14 Agustus 1950.
 
Proklamasi yang dibacakan dari rumah Pegangsaan Timur 56 tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari [[Revolusi Nasional Indonesia]], yang berperang melawan pasukan [[Belanda]] dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.<ref>{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n36 36]}}</ref>
 
Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara ''[[de facto]]'' tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan [[Indonesia]].<ref name=jp2>{{cite news|first=|last=|title=Dutch govt expresses regrets over killings in RI|url=http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|work=[[Jakarta Post]]|publisher=|date=18 Agustus 2005|accessdate=23 November 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110607140113/http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|archivedate=7 Juni 2011|df=dmy-all}}</ref> Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus [[pembantaian Rawagede]] bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari [[Hindia Timur Belanda]], bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.<ref>{{Cite web | url=https://uitspraken.rechtspraak.nl/inziendocument?id=ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793 |title = ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793, voorheen LJN BS8793, BY9458, Rechtbank 's-Gravenhage, 354119 / HA ZA 09-4171|date = 14 September 2011}}</ref> Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia [[Sukotjo]], meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.<ref>{{cite web|author= |url=http://nos.nl/video/549112-indonesie-wil-erkenning-onafhankelijkheidsdag.html |title=Indonesië wil erkenning onafhankelijkheidsdag |language=nl |publisher=[[Nederlandse Omroep Stichting]] |date=8 September 2013 |accessdate=15 September 2013}}</ref> [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.<ref>{{cite web|url=http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml#n|title=The United Nations and Decolonization - Trust and Non-Self-Governing Territories (1945-1999)|publisher=United Nations}}</ref>
Baris 32 ⟶ 31:
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|bom atom dijatuhkan]] di atas kota [[Hiroshima, Hiroshima|Hiroshima]] Jepang oleh [[Amerika Serikat]] yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian, [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan|Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (disingkat BPUPK; {{lang-ja|独立準備調査会}}, ''Dokuritsu Junbi Chōsa-kai''), berganti nama menjadi [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (disingkat PPKI; {{lang-ja|独立準備委員会}}, ''Dokuritsu Junbi Iin-kai''), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas [[Nagasaki]], yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}
 
Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta [[Radjiman Wedyodiningrat]] sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke [[Dalat]], 250 &nbsp;km di sebelah timur laut [[Saigon]], [[Vietnam]], untuk bertemu Marsekal [[Hisaichi Terauchi]], pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan [[Perdana Menteri Jepang|Perdana Menteri]] [[Terauchi Masatake]]. Mereka bertiga dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=84}}</ref> Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, [[Sutan Syahrir]] telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=81}}</ref>
 
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=339-341}} Meskipun demikian, Terauchi menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.<ref>{{Cite journal|last=Sluimers|first=Laszlo|date=1996|title=The Japanese military and Indonesian independence|url=|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=27|issue=1|pages=34|via=}}</ref> Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.{{sfn|Inomata|1952|p=108}} Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.<ref>{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4th | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=336}}</ref> Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=342}}
Baris 56 ⟶ 55:
 
[[Berkas:ProclamationMuseum.jpg|jmpl|Kediaman Laksamana [[Tadashi Maeda]], lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai [[Museum Perumusan Naskah Proklamasi|museum]].<ref name="museumindonesia">{{cite web |url=http://www.museumindonesia.com/museum/39/1/Museum_Perumusan_Naskah_Proklamasi_Jakarta |title=Museum Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia |year=2009 |website=www.museumindonesia.com |publisher=Museum Indonesia |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>]]
Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh [[Shunkichiro Miyoshi]] guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.<ref name="auto3">{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4 | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=342}}</ref> Setelah menyapa Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir [[B.M. Diah]], [[Sayuti Melik]], [[Soekarni]], dan Soediro.<ref>{{Cite book|last=Anderson|first=Benedict|year=2006|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|location=Indonesia|publisher=Equinox Publishing|isbn=|pages=71}}</ref><ref>{{Cite book|last=Gouda|first=Frances|year=2002|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|location=Amsterdam|publisher=Amsterdam University Press|isbn=|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n45 45]}}</ref> Miyoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.<ref>Nishijima, "The Nationalist in Java, 1943-1945," dalam Reid & Oki, eds. ''The Japanese Experience in Indonesia'' hlm. 262.</ref> Tentang hal ini, Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "''transfer of power''".<ref name="auto3auto1"/><ref name="auto1auto3"/> Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.<ref>Touwen-Bouwsma, E. (1996). [http://www.jstor.org/stable/20071754 "The Indonesian Nationalists and the Japanese "Liberation" of Indonesia: Visions and Reactions"]. ''Journal of Southeast Asian Studies'', 27(1), hlm. 1-18.</ref>
 
Menurut sejarawan [[Ben Anderson|Benedict Anderson]], kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.<ref name="auto1" /> Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga empat dini hari.<ref name="auto">{{Cite book|last=Gouda|first=Frances|year=2002|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|location=Amsterdam|publisher=Amsterdam University Press|isbn=|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n119 119]}}</ref> Setelah konsep selesai disepakati, Soekarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia,<ref name="auto2" /> dan Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut,<ref name=jp>{{cite news |first=|last=|title=Former governor Ali Sadikin, freedom fighter SK Trimurti die |url=http://www.thejakartapost.com/news/2008/05/21/former-governor-ali-sadikin-freedom-fighter-sk-trimurti-die.html |work= [[Jakarta Post]] |publisher= |date=21 Mei 2008 |accessdate=7 Juni 2008}}</ref><ref name=tempo>{{cite news|first=Dian|last=Yuliastuti|title=Freedom Fighter SK Trimurti Dies|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|work=Tempo Interactive|publisher=|date=21 Mei 2008|accessdate=7 Juni 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110927214543/http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|archivedate=27 September 2011|df=dmy-all}}</ref> menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.<ref>Zahorka, H. [http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman/#akhir Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia]{{Pranala mati|date=April 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref> Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di [[Lapangan Ikada]], namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56<ref name=":0">{{Cite book|title=A history of modern Indonesia|last=Vickers|first=Adrian|publisher=Cambridge University Press|year=2013|isbn=|location=New York|pages=2}}</ref> (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 1).