Dalam buku berjudul Nusa Jawa: Silang Budaya karya [[Denys Lombard|Dennys Lombard]], soto berasal dari [[China]] dan pertama kali dikenal di [[Indonesia]] pada [[Kota Semarang]]. Semula, [[soto]] bernama Caudocau do yang kemudian dibawa oleh perantau ke kampung halaman yang menyebabkan perubahan penyebutan nama. Terdapat beberapa ragam soto di wilayah sekitar, misalnya [[Soto Kudus]], [[Soto Bangkong]], [[Tauto Pekalongan]], Sauto Tegal dan lain sebagainya.<ref>{{Cite web|last=Okezone|date=2017-10-01|title=OKEZONE WEEK-END: Ternyata, Soto Pertama Kali Dibuat di Semarang, Ini Cerita Lengkapnya : Okezone Lifestyle|url=https://lifestyle.okezone.com/read/2017/09/29/298/1785456/okezone-week-end-ternyata-soto-pertama-kali-dibuat-di-semarang-ini-cerita-lengkapnya|website=https://lifestyle.okezone.com/|language=id-ID|access-date=2023-02-01}}</ref> Dalam bahasa Hokkian dikenal dengan istilah ''cau do'', ''jao to'', atau ''chau tu'' yang bermakna jeroan dengan rempah-rempah. Soto dikenal pada abad-19 di Semarang tidak terlepas karena banyaknya permukiman warga Tiongkok (pecinan) di era kolonial. Penyajian soto mengalami perubahan dikarenakan budaya lokal. Semula menggunakan jeroan babi yang kemudian diganti menjadi jeroan sapi dan ayam karena mayoritas masyarakat beragama muslim, serta harganya yang lebih murah. Pada masa itu, soto identik dengan makanan kelas bawah yang dipasarkan oleh penjual menggunakan bakul yang dipikul.<ref>{{Cite web|title=Sejarah dalam Semangkuk Soto|url=https://www.cxomedia.id/art-and-culture/20220422111843-24-174629/sejarah-dalam-semangkuk-soto|website=interest|language=id-ID|access-date=2023-02-07}}</ref> Terdapat beberapa ragam soto di wilayah sekitar, misalnya [[Soto Kudus]], [[Soto Bangkong]], [[Tauto Pekalongan]], Sauto Tegal dan lain sebagainya.