Sutan Sjahrir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 60:
Dalam tulisan kenangannya, Salomon Tas berkisah perihal Sjahrir yang mencari teman-teman radikal, berkelana kian jauh ke kiri, hingga ke kalangan [[anarkis]] yang mengharamkan segala hal berbau [[kapitalisme]] dengan bertahan hidup secara kolektif – saling berbagi satu sama lain kecuali sikat gigi. Demi lebih mengenal dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Sjahrir pun bekerja pada Sekretariat [[Federasi Buruh Transportasi Internasional]].
 
Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Sjahrir juga aktif dalam [[Perhimpunan Indonesia]] (PI) yang ketika itu dipimpin oleh [[Mohammad Hatta]]. Di awal 1930, pemerintah [[Hindia Belanda]] kian bengis terhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut pembubaran [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI) oleh aktivis PNI sendiri. Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan jangan jadi melempem lantaran pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di ''[[Daulat Rakjat]]'', majalah milik [[Pendidikan Nasional Indonesia]], dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi tugas utama pemimpin politik.
 
{{cquote|"Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu memetakan jalan menuju kemerdekaan," katanya.}}
 
Pengujung tahun 1931, Sjahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun dalam [[pergerakan nasional]]. Sjahrir segera bergabung dalam organisasi Partai Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuainya. Pengalaman mencemplungkan diri dalam dunia proletar ia praktikkan di tanah air. Sjahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. [[Mei 1933]], Sjahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
 
Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera pula ia memimpin PNI Baru. Bersama Hatta, Sjahrir mengemudikan PNI Baru sebagai organisasi pencetak kader-kader pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, gerakan politik Hatta dan Sjahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal ketimbang Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionernya.
PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionernya.
 
Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934, pemerintah kolonial menangkap, memenjarakan, kemudian membuang Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke [[Kabupaten Boven- Digoel|Boven Digoel]]. Hampir setahun dalam kawasan malaria di Papua itu, Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke [[Banda Neira]] untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun.
 
== Masa pendudukan Jepang ==
Sementara Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan [[Jepang]], Sjahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Sjahrir yakin Jepang tak mungkin memenangkan perang. Oleh karena itu, kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Simpul-simpul jaringan gerakan bawah tanah kelompok Syahrir adalah kader-kader PNI Baru yang tetap meneruskan pergerakan dan kader-kader muda yakni para mahasiswa progresif.
 
Sastra, seorang tokoh senior pergerakan buruh yang akrab dengan Sjahrir, menulis: