Jembatan Ampera: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan. |
||
Baris 41:
Usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan dan Kota Palembang, yang didukung penuh oleh Kodam IV/Sriwijaya ini kemudian membuahkan hasil. Bung Karno kemudian menyetujui usulan pembangunan itu. Karena jembatan ini rencananya dibangun dengan masing-masing kakinya di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir, yang berarti posisinya di pusat kota, Bung Karno kemudian mengajukan syarat. Yaitu, penempatan ''boulevard'' atau taman terbuka di kedua ujung jembatan itu. Dilakukanlah penunjukan perusahaan pelaksana pembangunan, dengan penandatanganan kontrak pada 14 Desember 1961, dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).
Pembangunan Jembatan Ampera dipusatkan di wilayah hilir yang merupakan kawasan pusat kota, terutama kawasan 16 Ilir. Sewaktu pembangunan Jembatan Ampera, banyak sekali bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang dibongkar, salah satunya pusat perbelanjaan terbesar [[Matahari Department Store|Matahari]] atau Dezon, Kantor listrik (OGEM), dan Bank ESCOMPTO. Bangunan peninggalan Belanda yang tidak dibongkar hanya [[menara air]] atau ''waterleding'' yang sekarang digunakan sebagai Kantor Wali Kota. Di bagian hulu, banyak perumahan penduduk yang juga ikut dibongkar.<ref>{{Cite journal|last=Melisa|first=Melisa|year=2012|title=Ampera dan Perubahan Orientasi Ruang Perdagangan Kota Palembang 1920an-1970an|url=https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-sejarah/article/view/23768|journal=Lembaran Sejarah|volume=9|issue=1|pages=|doi=}}</ref>
Pembangunan jembatan ini dimulai pada bulan April 1962, setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno. Biaya pembangunannya diambil dari dana [[pampasan perang]] [[Jepang]]. Bukan hanya biaya, jembatan inipun menggunakan tenaga ahli dari negara tersebut.<ref name="DetikAmpera">{{cite news|title = Dibiayai Jepang, Jembatan Ampera Dulu Bernama Bung Karno|publisher = Detik.com|date = 6 Agustus 2007||url = http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/06/time/084752/idnews/813573/idkanal/10|accessdate = 15 September 2007}}</ref>
Baris 47:
Pada awalnya, jembatan ini, dinamai Jembatan Bung Karno. Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi.<ref name="KompasAmpera">{{cite news|title = 33 Tahun Sudah Jembatan Ampera Tak Bisa Naik Turun Lagi|publisher = Kompas|date = 19 April 2003|4 = |url = http://kompas.com/kompas-cetak/0304/19/daerah/243065.htm|accessdate = 15 September 2007|archive-date = 2003-04-20|archive-url = https://web.archive.org/web/20030420131838/http://kompas.com/kompas-cetak/0304/19/daerah/243065.htm|dead-url = yes}}</ref>
[[Berkas:Dariatastowerampera.jpg|jmpl|kiri|Pemandangan dari menara (''tower'') Jembatan Ampera.]]
Peresmian pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965, sekaligus mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Pada saat itu, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di [[Asia Tenggara|Asia tenggara]].<ref name="PariwisataPalembang">{{cite news|title = Pariwisata Palembang|publisher = bumisriwijaya.com|url = http://bumisriwijaya.com/pariwisata.php|accessdate = 15 September 2007|archive-date = 2008-03-05|archive-url = https://web.archive.org/web/20080305000504/http://bumisriwijaya.com/pariwisata.php|dead-url = yes}}</ref> Setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat kuat, nama jembatan itu pun diubah menjadi Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat).<ref name="TempoAmpera"/>
Sekitar tahun 2002, ada wacana untuk mengembalikan nama Bung Karno sebagai nama Jembatan Ampera ini. Tapi usulan ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah dan sebagian masyarakat.<ref name="DetikAmpera"/>
|