Ki Ageng Enis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Inayubhagya (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
k pembersihan kosmetika dasar
Baris 19:
}}
 
'''Ki Ageng Enis''' (dikenal juga sebagai ''Ki Ageng Laweyan'') adalah seorang tokoh dari [[Selo, Tawangharjo, Grobogan|Sela]] yang hijrah ke Pengging. Ia dikenal dengan sebutan Ki Ageng Laweyan, karena bertempat tinggal di Laweyan. Selama hidup di Laweyan ia pernah menjadi guru spiritual Jaka Tingkir saat belum naik takhta menjadi raja Pajang atau masih bernama Mas Karebet. Kemudian ia mengabdi kepada [[Sultan Adiwijaya]] setelah Kerajaan Pajang berdiri, sebagai sesepuh dan orang penting di Pajang.
 
Ki Ageng Enis merupakan putra [[Ki Ageng Sela]]. Keluarga besarnya berasal dari Sela, yang terletak di arah utara gunung Merapi dan Merbabu. Kini wilayah Sela berada di administratif [[Kabupaten Grobogan]].
 
== Asal usul ==
Ki Ageng Enis adalah putra bungsu [[Ki Ageng Sela]] dengan Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela) putri Sunan Ngerang. Ia memiliki enam saudara, di mana semua saudaranya adalah perempuan, yaitu: Nyai Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba, Nyai Ageng Bangsri, Nyai Ageng Jati, Nyai Ageng Patanen dan Nyai Ageng Pakisdadu.
 
Ki Ageng Enis menikah dengan Nyai Ageng Enis, dan berputra [[Ki Ageng Pamanahan]]. Putranya itu kemudian menikah dengan Nyai Sabinah (Nyai Ageng Pamanahan). Dari hasil pernikahan mereka, Ki Ageng Enis dikaruniai seorang cucu yang dalam perjalanan kariernya menjadi raja pertama Mataram, bergelar [[Panembahan Senapati]].
 
== Peran awal ==
Pengging dahulu dikenal sebagai peradaban [[Hindu]], masuknya [[Islam]] di tanah Pengging tidak luput dari peran serta Ki Ageng Enis. Laweyan yang saat itu merupakan wilayah kekuasaan Kadipaten Pengging (sebelum Pajang) masyarakat di sekitarnya masih menganut Hinduisme. Ki Ageng Beluk, teman Ki Ageng Enis, dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Laweyan. Ki Ageng Beluk seorang penganut agama Hindu, namun karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Enis di Laweyan, membuat Ki Ageng Beluk tertarik memeluk agama Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyarankan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Enis untuk dibangun menjadi sebuah masjid. Sejak saat itu Ki Ageng Enis mulai bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati).
 
Pada akhir hayatnya Ki Ageng Enis meninggal dan dimakamkan di ''Pasarean Laweyan''. Rumah tempat tinggal Ki Ageng Enis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Danang Sutawijaya. Kemudian Sutawijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Saloring Pasar, Sutawijaya pindah ke hutan Mentaok dan dalam perjalanannya kemudian mendirikan kerajaan Mataram Islam dan menjadi raja pertama dengan gelar Panembahan Senapati.
Baris 38:
* Purwadi. (2007). ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
 
{{islam-bio-stub}}
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh dari Grobogan]]
[[Kategori:Tokoh dari Surakarta]]
 
 
{{islam-bio-stub}}