Islam di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k {{gabungdari|Penyebaran agama islam di nusantara}}
Baris 15:
*Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang [[orientalis]] yang pernah mempelajari Islam di [[Mekkah]]. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah ''mahdhoh'' (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.<ref>{{cite web|title=Mustafa Kamal, SS, ''Sejarah Islam di Indonesia''|url=http://www.dakwatuna.com/2007/sejarah-islam-di-indonesia/|work=Dakwatuna.com|accessdate=January 4|accessyear=2009}}</ref>
 
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh [[Djamaluddin al-Afghani]] dan [[Muhammad Ridha]]. Ulama-ulama [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, diantara mereka ialah [[Muhammad Djamil Djambek]] dan [[Abdul Karim Amrullah]]. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran ''al-Iman'' di [[Singapura]]. Lima tahun kemudian, di [[Padang]] terbit koran dwi-mingguan ''al-Munir''.
=== Masa kemerdekaan ===