Abdul Haris Nasution: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ara11183 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 45:
[[Jenderal Besar]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) [[Doktor|Dr.]] [[Honoris Causa|(H.C.)]]<ref>https://catalogue.nla.gov.au/Record/1185196</ref> '''Abdul Haris Nasution''' ({{lahirmati|[[Kotanopan, Mandailing Natal|Kotanopan]], [[Sumatra Utara]]|3|12|1918|[[Jakarta]]|6|9|2000}}) adalah seorang jenderal berpangkat tinggi dan [[politikus]] Indonesia. Ia bertugas di militer selama [[Revolusi Nasional Indonesia]] dan ia tetap di militer selama gejolak berikutnya dari [[Masa demokrasi liberal di Indonesia|demokrasi Parlementer]] dan [[Demokrasi Terpimpin]]. Setelah [[Transisi ke Orde Baru|jatuhnya Presiden Soekarno dari kekuasaan]], ia menjadi [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Ketua]] [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]] (MPRS) di bawah presiden [[Soeharto]]. Lahir dari keluarga [[Suku Mandailing|Batak Mandailing]], di [[Huta Pungkut Julu, Kotanopan, Mandailing Natal|desa Hutapungkut]], ia belajar mengajar dan mendaftar di akademi militer di [[Bandung]].
 
Ia menjadi anggota [[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] (KNIL), tetapi setelah invasi Jepang, ia bergabung dengan [[Pembela Tanah Air]] (PetaPETA). Setelah [[proklamasi kemerdekaan Indonesia|proklamasi kemerdekaan]], ia mendaftar di [[Tentara Nasional Indonesia|angkatan bersenjata Indonesia]] yang masih muda, dan bertempur selama [[Revolusi Nasional Indonesia]]. Pada tahun 1946, ia diangkat menjadi komandan [[Divisi Siliwangi]], unit gerilya yang beroperasi di [[Jawa Barat]]. Setelah revolusi nasional berakhir, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, sampai ia diskors karena keterlibatannya dalam [[peristiwa 17 Oktober]]. Ia diangkat kembali ke posisi itu pada tahun 1955.
 
Pada tahun 1965, sebuah [[Gerakan 30 September|percobaan kudeta]] terjadi, kemudian secara resmi disalahkan pada [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). Rumah Nasution diserang, dan putrinya terbunuh, tetapi dia berhasil melarikan diri dengan memanjat tembok dan bersembunyi di kediaman duta besar Irak. Dalam [[Transisi ke Orde Baru|gejolak politik]] berikutnya, ia membantu kenaikan Presiden Soeharto, dan diangkat sebagai [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Ketua]] [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]]. Ia berselisih dengan Soeharto, yang melihatnya sebagai saingan, dan dia digulingkan dari kekuasaan pada tahun 1971. Begitu ia dicopot dari posisi kekuasaan, Nasution berkembang menjadi lawan politik [[Orde Baru|Rezim Orde Baru]] Soeharto. Meskipun ia dan Soeharto mulai berdamai pada 1990-an. Ia meninggal pada 5 September 2000 di Jakarta, setelah menderita [[strok]] dan koma. Jenazahnya dikebumikan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]].