Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Cosmetic changes |
|||
Baris 1:
Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Hal ini merujuk pada wilayah di Indonesia meliputi propinsi [[Sumatera Barat]], bagian timur propinsi [[Riau]], bagian selatan propinsi [[Sumatera Utara]], bagian timur propinsi [[Jambi]], bagian utara propinsi [[Bengkulu]], dan [[Negeri Sembilan]], [[Malaysia]]. Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia, budaya Minangkabau menganut sistem matrilineal baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan dan sebagainya.
== Wilayah budaya ==
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari ''Luhak Nan Tigo'', yang meliputi [[Kabupaten Tanah Datar]], [[Kabupaten Agam]], dan [[Kabupaten Lima Puluh Kota]] sekarang. Kemudian budaya tersebut menyebar ke wilayah rantau di sisi barat dan timur ''Luhan Nan Tigo''. Batas-batasnya biasa dinyatakan dalam ungkapan Minang berikut ini :
Baris 23:
# Bagian barat Aceh : Kabupaten [[Aceh Barat Daya]], [[Aceh Selatan]], [[Nagan Raya]]
== Sistem Adat ==
Semenjak zaman [[kerajaan Pagaruyung]], ada tiga sistem adat yang dianut oleh [[suku Minangkabau]] yaitu :
# Sistem Kelarasan Koto Piliang
Baris 31:
[[Berkas:Joyce.png|thumb|Pakaian adat Minangkabau]]
Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku Minang menganut pola [[matrilineal]] yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola [[patrilineal]]. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh [[agama Islam]] yang menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan [[ibu]], sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.
=== Sistem Kelarasan Koto Piliang ===
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh [[Datuk Ketumanggungan]]. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang turun"
Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]] dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.
=== Sistem Kelarasan Bodi Caniago ===
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh [[Datuk Perpatih Nan Sebatang]]. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah adat disebut sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi".
Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]]. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.
=== Sistem Kelarasan Panjang ===
Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh diatas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam nagari yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak [[Kabupaten Agam|Agam]] dan sekitarnya.
Baris 49:
Namun dewasa ini semua sistem adat diatas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
== Reformasi Budaya ==
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah [[perang Paderi]] yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cerdik pandai. Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam adagium ''Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai.''
== Produk Budaya ==
=== Demokratis ===
Produk budaya Minangkabau yang cukup menonjol ialah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis pada masyarakat Minang disebabkan karena sistem pemerintahan Minangkabau terdiri dari banyak nagari, dimana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah mufakat. Selain itu tidak adanya jarak antara pemimpin dan rakyat, menjadi faktor lain tumbuh suburnya budaya demokratis ditengah masyarakat Minang. Hal ini terdapat dalam pernyataan adat bahwa "pemimpin itu di dahulukan selangkah dan ditinggikan seranting". [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Nurcholish Madjid]] pernah mengafirmasi adanya demokrasi Minang dalam budaya politik Indonesia.
=== Novel ===
Novel yang beredar luas serta menjadi pengajaran bagi pelajar di seluruh Indonesia dan Malaysia, merupakan novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli dan Dibawah Lindungan Ka'bah karya [[Hamka]], Salah Asuhan karya [[Abdul Muis]], Siti Nurbaya karya [[Marah Rusli]], dan Robohnya Surau Kami karya [[Ali Akbar Navis]].
Disamping itu terdapat pula produk budaya Minangkabau seperti upacara, festival, kesenian, tambo, pepatah-petitih, hingga makanan.
=== Upacara dan Festival ===
* ''[[Tabuik]]''
Baris 70:
* ''Hari Rayo''
=== Kesenian ===
* ''[[Randai]]''
Baris 82:
* ''Sambah Manyambah''
== Referensi ==
* A.A Navis, Alam terkembang jadi Guru, Bandung, 1982
|