[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM In de haven van Kupang (Timor) luisteren de Japanse bevelhebber kolonel Kaida Tatuichi en zijn stafcommandant majoor Muiosu Slioji aan dek van H TMnr 10001519.jpg|jmpl|kiri|Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri]]
Pada tanggal 142 AgustusSeptember 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia II|Sekutu]] di kapal [[USS Missouri (BB-63)|USS Missouri]].<ref>{{Cite book|title=The decline of constitutional democracy in Indonesia|url=https://archive.org/details/bub_gb_VAH0W9uxoqoC|last=Feith|first=Herbert|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Singapore|pages=[https://archive.org/details/bub_gb_VAH0W9uxoqoC/page/n30 7]–8}}</ref> Tentara dan [[Angkatan Laut Jepang]] masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan ''kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu''. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio [[BBC]]. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (''Gunsei'') untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di ''Koningsplein'' (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.