Borobudur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Salmanisa2018 (bicara | kontrib)
→‎Nama Borobudur: Memperbaiki tulisan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Salmanisa2018 (bicara | kontrib)
→‎Nama Borobudur: Memperbaiki tulisan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 39:
[[Poerbatjaraka]] berpendapat bahwa arti kata ''boro'' adalah "biara", tetapi dibantah oleh [[N.J. Krom|Krom]] yang menyebutkan bahwa Borobudur bukanlah biara, melainkan stupa. Menurut Krom, berdasarkan perbandingan dengan stupa yang ada di [[India]], biasanya stupa tidak berdiri sendiri tetapi ada biara di dekatnya. Biara itu berfungsi sebagai tempat tinggal para biksu yang bertanggung jawab atas pemeliharaan tempat suci tersebut dan juga untuk menampung peziarah dari tempat lain. Jika dilihat dari besarnya Candi Borobudur, biara tersebut berukuran cukup besar tetapi sudah tidak ada lagi jejaknya karena dibangun dari kayu, lokasinya pun juga masih belum diketahui.<ref>{{Cite journal|last=Nastiti|first=Titi Surti|date=2018-09-30|title=Re-interpretasi Nama Borobudur|url=http://jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/amerta/article/view/326|journal=AMERTA|publisher=Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|volume=36|issue=1|pages=16|doi=10.24832/amt.v36i1.326}}</ref>
 
Sejarawan [[J.G. de Casparis]] dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada [[1950]] berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan [[prasasti Karangtengah]] dan [[Prasasti Tri Tepusan|Tri Tepusan]], Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja [[Kerajaan Medang|Mataram]] ke 2 [[Rakai PenangkaranPanangkaran]] 770 M dan di lanjutkan wangsa [[Syailendra]] bernama [[Samaratungga]], yang melakukan pembangunan sekitar tahun [[824|824 M]]. Bangunan dapat diselesaikan pada masa [[Rakai Pikatan]] Dan [[Pramodhawardhani|Pramudawardhani]]. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah ''sima'' (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara ''Kamūlān'' yang disebut ''Bhūmisambhāra''.<ref>{{cite book|author= Drs. R. Soekmono,|title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|publisher = Penerbit Kanisius|year= 1973, 5th reprint edition in 1988|location =Yogyakarta|page =46 }}</ref> Istilah ''Kamūlān'' sendiri berasal dari kata ''mula'' yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa ''Bhūmi Sambhāra Bhudhāra'' dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.<ref>{{cite web|last=Walubi|first=|title=Borobudur : Candi Berbukit Kebajikan|publisher=|date=|location=|url=http://www.walubi.or.id/waisak2004/Borobudur%20-%20Candi%20Berbukit%20Kebajikan.shtml|doi=|pages=|id=|access-date=2009-12-21|archive-date=2013-05-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20130510142025/http://www.walubi.or.id/waisak2004/Borobudur%20-%20Candi%20Berbukit%20Kebajikan.shtml|dead-url=yes}}</ref>
 
== Lingkungan sekitar ==