Kasus Mortara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Mencari keadilan: Perbaikan tata bahasa
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Rescuing 3 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.3
Baris 1:
[[Berkas:Oppenheim - Kidnapping of Edgardo Mortara - 1862.jpg|jmpl|300px|''Pengambilan Paksa Edgardo Mortara'' karya [[Moritz Daniel Oppenheim]], 1862. Gambaran peristiwa dalam lukisan ini agak menyimpang dari catatan sejarah. Menurut catatan sejarah, tidak ada rohaniwan yang hadir saat pelaksanaan pengambilan paksa.<ref name="Benton 2013">{{cite web |last=Benton |first=Maya |date=18 December 2013 |title=The Story Behind the Painting That Is the Basis for Steven Spielberg's Next Film |url=http://www.tabletmag.com/jewish-arts-and-culture/156423/sothebys-edgardo-mortara |work=Tablet |location=New York |access-date=6 Desember 2015 |archive-date=2017-06-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170613151645/http://www.tabletmag.com/jewish-arts-and-culture/156423/sothebys-edgardo-mortara |dead-url=no }}</ref>]]
 
'''Kasus Mortara''' ({{lang-it|caso Mortara|links=no}}) adalah ''[[cause célèbre]]'' di Italia yang menyita perhatian masyarakat Eropa dan Amerika Utara pada era 1850-an dan 1860-an. Kasus ini berkisar seputar tindakan pengambilan paksa yang dilakukan [[Negara Gereja|pemerintah Negara Gereja]] di [[Bologna]] terhadap Edgardo Mortara, seorang kanak-kanak Yahudi yang baru berumur enam tahun, atas dasar pengakuan seorang mantan pelayan keluarga Mortara bahwa Edgardo sudah ia [[pembaptisan darurat|baptis darurat]] saat sakit semasa bayi. Edgardo tumbuh menjadi pemeluk agama Kristen Katolik di bawah asuhan [[Paus Pius IX]], yang selalu menolak memulangkan Edgardo setiap kali diminta kembali oleh ayah dan ibu kandungnya. Edgardo akhirnya menjadi seorang imam Katolik. Kecaman terhadap tindakan pengambilan paksa ini, baik dari dalam maupun dari luar negeri, menjadi salah satu dari sekian banyak faktor penyebab runtuhnya Negara Gereja pada masa [[penyatuan Italia]].
Baris 78:
=== Skandal internasional; muslihat politik ===
[[Berkas:Adolphe Yvon - Portrait of Napoleon III - Walters 3795.jpg|jmpl|lurus|Kaisar Prancis, [[Napoleon III]], adalah salah seorang tokoh dunia yang dibuat gusar oleh tindakan-tindakan Negara Gereja dalam kasus Mortara.]]
Karena tidak ada kemajuan di Roma, Momolo dan Marianna Mortara akhirnya pulang ke Bologna pada awal bulan Desember 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=116–118}} Tak lama kemudian, keluarga Mortara pindah ke kota [[Turin]] di Kerajaan Sardinia.{{sfn|Kertzer|1998|p=184}} Kasus Mortara, yang dijuluki "impian humas" [[anti-Katolik]] oleh David Kertzer, ketika itu sudah menghebohkan Eropa dan Amerika Serikat. Desakan kepada Sri Paus agar memulangkan Edgardo kepada kedua orang tuanya terus-menerus disuarakan oleh banyak pihak dari segala lapisan masyarakat.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1p=154 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2pp=116–118}} Kasus Mortara menjadi ''[[cause célèbre]]'' bukan hanya di kalangan umat Yahudi melainkan juga di kalangan umat Kristen Protestan, khususnya di Amerika Serikat, negara yang sarat dengan [[anti-Katolik di Amerika Serikat|sentimen anti-Katolik]]. Selama bulan Desember 1858 saja, harian ''[[The New York Times]]'' sudah memuat lebih dari 20 artikel tentang Kasus Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=126–127}} Di Inggris, mingguan ''[[The Spectator]]'' mengedepankan Kasus Mortara sebagai bukti bahwa pemerintah Negara Gereja adalah "pemerintah terburuk sejagat, yang paling bobrok dan yang paling angkuh, yang paling kejam dan yang paling zalim".<ref>{{cite magazine |date=13 November 1858 |title=Analogues of the Mortara Case |url=http://archive.spectator.co.uk/article/13th-november-1858/14/analogues-of-the-mortara-case |work=The Spectator |issue=1585 |location=London |pages=13–14 |access-date=2017-05-08 |archive-date=2016-10-08 |archive-url=https://web.archive.org/web/20161008134417/http://archive.spectator.co.uk/article/13th-november-1858/14/analogues-of-the-mortara-case |dead-url=no }}</ref> Media massa Katolik di Italia maupun di luar Italia bersikukuh membela tindakan-tindakan Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|p=128}} Artikel-artikel pro-Gereja sering kali terang-terangan menampakkan semangat [[antisemitisme|antisemit]], misalnya dengan menuduh bahwa pemberitaan Kasus Mortara yang penuh dengan kecaman terhadap Sri Paus di Inggris, Prancis, atau Jerman tidaklah mengherankan "karena banyak surat kabar Eropa belakangan ini memang sudah dikuasai Yahudi".{{sfnm |1a1=Green |1y=2012 |1p=264 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2p=135}} Sabatino Scazzocchio merasa serangan media massa terhadap Gereja sesungguhnya merugikan perjuangan keluarga Mortara, karena serangan-serangan itu membangkitkan murka Sri Paus sehingga semakin berkeras untuk tidak berkompromi.{{sfn|Kertzer|1998|p=162}}
 
Tidak jelas apakah Paus Pius IX terlibat atau tidak terlibat secara pribadi dalam pengambilan keputusan untuk memisahkan Edgardo Mortara dari kedua orang tuanya, dan tidak jelas pula apakah ia pernah atau belum pernah sebelumnya ditentang dengan sedemikian sengitnya lewat media massa, yang jelas ia benar-benar dibuat kaget oleh letupan kemarahan internasional terkait kasus Mortara. Atas dasar bula ''Postremo Mense'', ia berpendirian bahwa tindakan mengembalikan anak yang sudah dibaptis kepada orang tua non-Kristen adalah perbuatan yang menyalahi doktrin Gereja.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1pp=155–156 |2a1=Jodock |2y=2000 |2p=41 |3a1=Kertzer |3y=1998 |3pp=83–85}} Kendati pemerintah negara-negara asing dan berbagai cabang [[keluarga Rothschild]] satu demi satu melaknat tindakan-tindakannya, Paus Pius IX tetap berpegang teguh pada apa yang ia anggap sebagai urusan prinsip.{{sfn|Kertzer|1998|pp=87–90}} Salah seorang pemimpin dunia yang ikut berang adalah [[Napoleon III|Kaisar Prancis, Napoleon III]]. Kaisar Napoleon III menganggap kasus ini cukup mengkhawatirkan, mengingat sintasnya pemerintah Negara Gereja adalah jasa garnisun Prancis di kota Roma.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Kaisar mendukung pemerintahan duniawi Sri Paus secara acuh tak acuh karena didukung sebagian besar warga Katolik Prancis, tetapi kasus Mortara telah menyurutkan dukungan. Menurut sejarawan Roger Aubert, kasus Mortara juga merupakan peristiwa yang memicu perubahan sikap Prancis.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Pada bulan Februari 1859, Kaisar Napoleon III diam-diam bermufakat dengan Kerajaan Sardinia. Ia menjanjikan pengerahan bala tentara Prancis ke Italia untuk membantu Kerajaan Sardinia mengusir penjajah Austria dan mempersatukan seluruh Italia dengan mencaplok wilayah Negara Gereja, wilayah Kerajaan Dua Sisilia, dan wilayah negara-negara kecil lainnya.{{sfn|Kertzer|1998|p=167}}{{#tag:ref|Pakta ini dibuat menyusul perjanjian serupa yang disepakati Kaisar dengan [[Camillo Cavour|Bupati Cavour]], Perdana Menteri Raja Victor Emmanuel, pada tanggal 21 Juli 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Kaisar Napoleon III diberi tahu mengenai kasus Mortara oleh ''Marquis'' Gioacchino Napoleone Pepoli, saudara sepupunya yang tinggal di Bologna, sebelum perwakilan komunitas Yahudi Prancis mengajukan permohonan tertulis pada bulan Agustus 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}}|group=lower-alpha|name="napoleonreport"}}
Baris 155:
Menurut Timothy Verhoeven, kasus Mortara merupakan kontroversi terbesar seputar Gereja Katolik pada pertengahan abad ke-19, karena "dibanding kasus-kasus lain, kasus ini mampu&nbsp;... mengungkap perseteruan antara kubu pendukung dan kubu penentang Vatikan dengan lebih jelas".{{sfn|Verhoeven|2010|pp=55–57}} Abigail Green mengemukakan dalam tulisannya bahwa "perbenturan wawasan dunia khas liberal dengan wawasan dunia ala Katolik yang terjadi manakala ketegangan internasional mencapai titik genting ini&nbsp;... membuat kasus Mortara menyita perhatian dunia, dan menjadi peristiwa penting bagi umat Yahudi sedunia".{{sfn|Green|2012|p=264}} Edgardo Mortara sendiri mengemukakan pandangannya pada tahun 1893 bahwa peristiwa pengambilan paksa terhadap dirinya sempat "lebih kesohor daripada peristiwa [[Pemerkosaan Wanita Sabine|pengambilan paksa terhadap anak-anak gadis orang Sabini]]".{{sfn|De Mattei|2004|p=154}}
 
Beberapa bulan sebelum Paus Pius IX [[beatifikasi|dibeatifikasi]] Gereja Katolik pada tahun 2000, para pengulas Yahudi dan pihak-pihak lain di kalangan media internasional mengungkit kembali kasus Mortara yang sudah nyaris lekang dari ingatan orang saat mengulik riwayat hidup dan jejak sejarah yang ditinggalkan mendiang.{{sfn|De Mattei|2004|p=153}} Menurut Dov Levitan, fakta-fakta pokok kasus Mortara bukanlah fakta-fakta yang lain daripada yang lain, tetapi menjadi istimewa karena mempengaruhi opini masyarakat di Italia, Inggris, serta Prancis, dan merupakan contoh dari "tingginya rasa solidaritas antarsesama orang Yahudi yang muncul pada paruh kedua abad ke-19 [manakala] orang-orang Yahudi bangkit membela saudara-saudara seiman mereka di berbagai belahan dunia".{{sfn|Levitan|2010|p=3}} Kasus Mortara juga adalah salah satu faktor yang mendorong dibentuknya ''Alliance Israélite Universelle'', salah satu organisasi Yahudi yang terkemuka di pentas dunia hingga abad ke-21.{{sfn|Kertzer|1998|p=250}} Kasus Mortara dijadikan tema opera dua babak gubahan [[Francesco Cilluffo]], dengan judul ''[[Il caso Mortara]]'', yang dipentaskan untuk pertama kalinya di New York pada tahun 2010.<ref>{{cite news |last=Tommasini |first=Anthony |author-link=Anthony Tommasini |date=26 Februari 2010 |title=Boy Is Ensnared in 19th-Century Papal Politics |url=https://www.nytimes.com/2010/02/27/arts/music/27dicapo.html |work=The New York Times |access-date=7 Oktober 2016 |archive-date=2019-08-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190826024728/https://www.nytimes.com/2010/02/27/arts/music/27dicapo.html |dead-url=no }}</ref> Diterbitkannya memoar Edgardo (ditulis dalam [[bahasa Spanyol|bahasa Kastila]]) dalam [[bahasa Italia]] oleh [[Vittorio Messori]] pada tahun 2005, yang versi Inggrisnya beredar sejak tahun 2017 dengan judul ''Kidnapped by the Vatican? The Unpublished Memoirs of Edgardo Mortara'', memunculkan kembali perdebatan seputar kasus Mortara.<ref>{{cite web |last=Kokx |first=Stephen C. |date=24 February 2018 |title=The Mortara Affair: First Things Article Reignites Debate |url=https://www.catholicfamilynews.org/blog/2018/2/24/the-mortara-affair-first-things-article-reignites-debate |work=Catholic Family News |location=Niagara Falls, Ontario |publisher=Catholic Family Ministries |access-date=18 Junei 2018 |archive-date=2018-06-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180619035720/https://www.catholicfamilynews.org/blog/2018/2/24/the-mortara-affair-first-things-article-reignites-debate |dead-url=yes }}</ref>
 
Menurut [[Michael Goldfarb (pengarang dan jurnalis)|Michael Goldfarb]], kasus Mortara adalah "salah satu kasus memalukan yang menyingkap betapa kolotnya Gereja kala itu", dan memperlihatkan "ketidakmampuan Paus Pius IX dalam menuntun Gereja memasuki Zaman Modern".{{sfn|Goldfarb|2009|pp=250–251}} David Kertzer mengemukakan pandangan senada. Menurutnya, "penolakan memulangkan Edgardo turut menyuburkan pandangan bahwa peran Sri Paus selaku penguasa temporer, dengan angkatan kepolisian sendiri, merupakan suatu anakronisme yang tidak dapat dipertahankan lagi."{{sfn|Kertzer|2005|p=471}} David Kertzer bahkan berkesimpulan bahwa sebagai penyebab utama perubahan sikap Prancis yang memperlancar usaha penyatuan Italia pada kurun waktu 1859–1861, "cerita tentang seorang gadis pelayan buta huruf, seorang pedagang bahan pangan, dan seorang kanak-kanak Yahudi dari kota Bologna" ini boleh jadi telah mengubah jalan sejarah Italia maupun jalan sejarah Gereja.{{sfn|Kertzer|1998|p=173}}