Drumblek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
keteraturan
Baris 13:
Didik awalnya memiliki keinginan membentuk drumben agar Desa Pancuran dapat berpartisipasi dalam acara tersebut, tetapi terbentur oleh keterbatasan dana.<ref name=":1">{{Cite web|url=http://salatiga.go.id/drumblek-unggulan-budaya-lokal-salatiga/|title=Drumblek Unggulan Budaya Lokal Salatiga|last=Pemerintah Kota Salatiga|first=|date=16 April 2017|website=Website Resmi Pemerintah Kota Salatiga|access-date=31 Maret 2019}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://salatigakota.go.id/InfoBerita.php?id=1076&|title=Belasan Grup Drumblek Semarakkan Karnaval Budaya Salatiga|last=Hubungan Masyarakat Sekretariat Daerah Kota Salatiga|first=|date=18 Agustus 2014|website=Pemerintah Kota Salatiga|access-date=12 Mei 2020|archive-date=2021-01-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20210111080045/http://salatigakota.go.id/InfoBerita.php?id=1076&|dead-url=yes}}</ref> Setelah berpikir panjang, Didik akhirnya memiliki gagasan unik tetap membentuk drumben dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang masih layak pakai sebagai alat musik pendukungnya, seperti [[bambu]], [[ember]], [[drum]], dan [[jeriken]].{{sfnp|Supangkat|2014|p=31|ps=}} Ide Didik tersebut disambut antusias oleh kawan-kawan dan remaja Desa Pancuran. Mulailah mereka bekerjasama mengumpulkan berbagai drum bekas, jerigen minyak, ember, hingga potongan bambu.{{sfnp|Aprianto|2021|p=76|ps=}} Setelah semuanya terkumpul, mereka terus berlatih agar mampu tampil dalam karnaval Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia.{{sfnp|Sutantyo|2013|p=31|ps=}} Pada awal latihannya, suara drumblek jauh lebih berisik ketika ditabuh, bahkan belum membentuk irama lagu. Hal ini dikarenakan semua peralatan yang dipakai menggunakan barang bekas.{{sfnp|Referensi Nilai Budaya Takbenda untuk Output Layanan Data dan Informasi Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah|p=5|ps=|2017}}
 
Pada perkembangan selanjutnya, nama “drumblek” akhirnya disepakati bersama untuk menyebut temuan kesenian tersebut mengingat alat yang digunakan mayoritas berasal dari drum bekas berbahan seng ([[bahasa Jawa]]: ''blek''), sedangkan wadah bagi kesenian drumblek Desa Pancuran pada awal berdirinya diberi nama Drumben Tinggal Kandas,<ref name=":4" />{{sfnp|Satriyo|2016|p=105|ps=}} yang kemudian berganti nama menjadi Gempar (Generasi Muda Pancuran (Gempar).{{sfnp|Kampoeng Salatiga|2013|p=32|ps=}}{{sfnp|Susanto|2016|p=76|ps=}}
 
Keseriusan latihan dari warga Desa Pancuran membuahkan hasil ketika tampil dalam acara Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia.{{sfnp|Aprianto|2021|p=77|ps=}} Drumblek dari Desa Pancuran menarik perhatian para penonton, bahkan sampai sekarang menjadi peserta yang dinantikan oleh masyarakat setiap diadakan berbagai acara kesenian di Kota Salatiga.{{sfnp|Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga|2014|p=22|ps=}} Saat itu, drumblek hadir untuk pertama kalinya sebagai wujud apresiasi terhadap kesenian rakyat.{{sfnp|Aprianto|2021|p=77|ps=}} Didik dan warga Desa Pancuran ingin menciptakan sebuah inovasi baru, sekaligus memperkenalkan budaya Kota Salatiga melalui drumblek.{{sfnp|Susanto|2016|p=75|ps=}}
 
Dengan mengenakan kostum ala kadarnya dan ''theklek'' (bahasa Jawa: sandal yang berasal dari kayu), Drumblek Tinggal Kandas mengusung tema yang berbau politik, tetapi dikemas tidak terlalu vulgar, yaitu “jika tak dapatku sumbangkan bunga kepada bangsa, sebutir pasir pun jadi”.{{sfnp|Rohman|2019|p=14|ps=}} Ciri tersebut mengantarkan warga Desa Pancuran meraih penghargaan dari [[Museum Rekor Dunia Indonesia|MURI]] (Museum Rekor Dunia IndonesiaMURI) untuk kategori pawai menggunakan ''theklek'' dengan peserta terbanyak.{{sfnp|Supangkat|2014|p=16|ps=}} Desa Pancuran kemudian tidak hanya dikenal sebagai pencetus drumblek saja, tetapi juga dikenal sebagai barisan ''theklek'' sebagai ciri khasnya''.<ref name=":4" />{{sfnp|Supangkat|2014|p=8|ps=}}''
 
Ide kreatif dari Didik perlahan turut diikuti oleh kampung-kampung lain yang ada di Kota Salatiga.{{sfnp|Aprianto|2021|p=77|ps=}} Grup-grup kesenian drumblek semakin banyak bermunculan di tiap-tiap kampung yang ada di Kota Salatiga.{{sfnp|Supangkat, dkk|1995|p=30–31|ps=}} Drumblek tidak hanya ditampilkan dalam acara karnaval saja, tetapi juga dijadikan acara seremonial Pemerintah Kota Salatiga.{{sfnp|Rohman|2019|p=14|ps=}}{{sfnp|Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga|2013|p=21|ps=}} Kesenian drumblek berkembang pesat dalam 10 tahun terakhir ini, dengan ditandai munculnya grup-grup drumblek baru di daerah-daerah perbatasan Kota Salatiga dan [[Kabupaten Semarang]], yaitu [[Ambarawa, Semarang|Ambarawa]], [[Banyubiru, Semarang|Banyubiru]], dan [[Tengaran, Semarang|Tengaran]].{{sfnp|Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga|2014|p=22|ps=}}{{sfnp|Supangkat, dkk|1995|p=31|ps=}}<ref>{{Cite web|last=Dianee|first=Ratu Haiu|date=22 Januari 2022|title=Berawal dari Barang Bekas Hingga Terciptanya Musik Marching Band|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/133100076/berawal-dari-barang-bekas-hingga-terciptanya-musik-marching-band|website=National Geographic Indonesia|access-date=25 Maret 2023}}</ref> Salah satu faktor yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan grup drumblek adalah dukungan yang diberikan oleh kepala desa masing-masing di tiap daerah.{{sfnp|Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga|2013|p=21|ps=}}{{sfnp|Rohman|2019|p=15|ps=}}
 
== Perkembangan ==
Keberadaan drumblek tidak luput dari perkembangan yang semakin meningkat dari hari ke hari. Kesenian yang awalnya berasal dari Desa Pancuran itu kini telah berkembang hingga di seluruh wilayah Kota Salatiga, bahkan hampir setiap RT (Rukun Tetangga (RT) memiliki grup tersendiri.{{sfnp|Rohman|2019|p=15|ps=}}<ref name=":5">{{Cite web|url=https://budaya-indonesia.org/Mengenal-Pertunjukan-Drumblek|title=Drumblek, Drumben Tradisional Salatiga|last=Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|first=|date=9 Agustus 2018|website=Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|access-date=19 Mei 2020}}</ref> Selain itu, institusi pendidikan seperti [[Universitas Kristen Satya Wacana]] (UKSW) ikut andil dalam peningkatan jumlah grup-grup drumblek melalui kegiatan orientasi mahasiswa baru ataupun ekstrakurikuler.<ref name=":2">{{Cite web|last=Adikristya|first=Arya|date=1 Desember 2016|title=Patenisasi Drumblek Salatiga|url=http://scientiarum.com/2016/12/01/paten-isasi-drumblek-salatiga/|website=Scientiarum: Wacana Kritis Prinsipiel Mahasiswa UKSW dan Salatiga|access-date=25 Agustus 2019}}</ref>{{sfnp|Humas Sekretariat DPRD Kota Salatiga|2014|p=23|ps=}}
 
Rohman mengemukakan pendapat lain terkait perkembangan kesenian drumblek. Menurutnya, terdapat tiga proses drumblek dapat menyebar dengan cepat, yaitu adanya pemain drumblek dari Desa Pancuran yang pindah domisili ke kampung lain dan di tempat tinggalnya yang baru itulah orang tersebut melatih serta mengembangkan drumblek sendiri, sehingga kampung barunya memiliki kelompok drumblek; adanya warga Desa Pancuran yang diminta menjadi pelatih di tempat lain;<ref>{{Cite web|last=Subiharto|date=31 Oktober 2009|title=Drumblek Kampung Pancuran Pra HUT Klenteng|url=http://scientiarum.com/2009/10/31/drumblek-kampoeng-pancuran-pra-hut-klenteng/|website=Scientiarum: Wacana Kritis Prinsipiel Mahasiswa UKSW dan Salatiga|access-date=8 Oktober 2021}}</ref> serta pada masa awal kampus UKSW mengenal drumblek, pihak kampus mendatangkan pelatih drumblek dari Desa Pancuran.{{sfnp|Rohman|2019|p=15|ps=}} Selain ketiga faktor tersebut, Supangkat menambahkan bahwa faktor lain drumblek dapat menyebar dengan cepat adalah adanya beberapa orang mahasiswa yang ikut berlatih di Desa Pancuran.{{sfnp|Supangkat|2014|p=20|ps=}}<ref name=":3">{{Cite web|last=Rohman|first=Fandy Aprianto|date=16 Mei 2020|title=Drumblek|url=https://budaya-indonesia.org/drumblek|website=Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|access-date=16 Mei 2020}}</ref> Hal inilah yang membuat proses alih keterampilan dapat berjalan dengan lancar.{{sfnp|Aprianto|2021|p=78|ps=}}