Timor Timur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 114:
Pada tahun 1959, semangat untuk melepaskan diri dari kaum kolonial makin kuat di wilayah [[Viqueque]]. Ini terlihat dari berkembangnya rencana untuk melakukan perjuangan pada akhir tahun 1959. Dukungan terhadap rencana itu makin kuat dan tersebar ke daerah-daerah lain di Timor Timur. Untuk mematangkan rencana itu, diadakan pertemuan yang hasilnya memutuskan bahwa pelaksanaan perjuangan akan jatuh pada 31 Desember 1959, bertepatan dengan malam tahun baru. Karena menurut analisis para pemuda itu, pada malam tahun baru orang-orang dan tentara Portugis selalu berpesta pora, sehingga tidak ada penjagaan ketat dan serangan dapat dilakukan. Rencana pemberontakan ini kemudian diketahui oleh pemerintah kolonial. Mereka segera melakukan penangkapan terhadap pemuda-pemuda yang dicurigai baik yang berada di Dili maupun daerah lain di Timor Timur. Sebagian dari para pemuda itu kemudian dibuang ke [[Afrika Barat Portugis|Angola]]. Akibat dari kejadian pemberontakan itu, terjadi pembunuhan terhadap ratusan penduduk yang dituduh berkaitan dengan pemberontakan. Perlawanan rakyat yang digerakkan dari Viqueque itu merupakan pemberontakan terakhir di Timor Timur sebelum Portugal melakukan proses [[dekolonisasi]] terhadap wilayah ini.
Pada tahun 1974, di Portugal terjadi Revolusi Bunga (atau disebut juga [[Revolusi Anyelir]]) yang mendorong Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya termasuk Timor Timur. [[Partai politik|Partai-partai politik]] mulai berdiri di Timor Timur: [[Partai Apodeti|Apodeti]] (''Associação Popular Democrática Timorense''); [[Fretilin]] (''Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente''); [[Uni Demokrasi Timor|UDT]] (''União Democrática Timorense''); ''Partido Trabalhista''; [[Asosiasi Pahlawan Timor|KOTA]] (''Klibur Oan Timor Asu’wain''); dan ADITLA (''Associação Democratica para a Integração de Timor-Leste na Austrália''). Partai UDT yang kebanyakan anggotanya para pegawai negeri Portugis, tuan tanah, dan tetua adat menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal. Partai Apodeti menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia. Partai Fretilin yang beraliran kiri menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar. Partai-partai kecil, seperti KOTA menginginkan pemerintahan [[monarki]] tradisional yang fokus pada kepemimpinan lokal, ADITLA menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Australia, dan Partai Trabalhista (Partai Buruh) yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali.
Selama bulan-bulan pertama kelahirannya, partai-partai politik di Timor Timur ini mulai melakukan konsolidasi. Tiga partai di antaranya, yakni UDT; Fretilin; dan Apodeti mengirimkan utusan-utusannya ke berbagai negara, khususnya ke negara-negara terdekat seperti Australia dan Indonesia. Tokoh-tokoh seperti [[José Ramos Horta]] dari Fretilin dan [[Francisco Xavier Lopes da Cruz]] dari UDT datang ke [[Jakarta]] menemui perwakilan pemerintah Indonesia untuk membicarakan perkembangan situasi yang terjadi di Timor Timur. Menanggapi perkembangan ini, Presiden Indonesia [[Soeharto]] dalam sidang Dewan Stabilisasi Politik & Keamanan Nasional pada tanggal 8 Oktober 1974 menyatakan sikap dasar bahwa Indonesia tidak mempunyai ambisi teritorial; Indonesia menghormati hak rakyat Timor Timur untuk menentukan nasibnya sendiri; dan bila rakyat Timor Timur ingin bergabung dengan Indonesia, maka Timor Timur tidak mungkin bergabung sebagai negara, melainkan sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa kali partai-partai politik tersebut juga mengadakan perundingan dengan pihak Portugal, namun tidak membawa hasil. Di kemudian hari, di antara partai-partai tersebut terbentuk [[Faksi|faksi-faksi]] di Timor Timur, di antaranya adalah [[koalisi]] antara Partai UDT dan Fretilin yang dimaksudkan sebagai jalan untuk membentuk Timor Timur yang merdeka sebagai sebuah negara, serta Partai Apodeti yang menyatakan menghendaki integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Namun, koalisi Partai UDT dan Fretilin tidak bertahan lama seiring adanya isu
Keluarnya UDT dari koalisi dengan Fretilin menimbulkan konflik antara kedua partai tersebut yang berujung pada perang saudara di Timor Timur yang berlangsung dari tanggal 20 Agustus hingga 27 Agustus 1975. Pasukan Fretilin memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT, Apodeti, maupun penduduk sipil pendukung faksi integrasi dengan Indonesia. Di tengah kemelut perang saudara, Gubernur Timor Portugis [[Mário Lemos Pires]] menghubungi pemerintah pusat di Portugal agar mengirimkan bala bantuan ke Timor Timur. Karena tidak mendapatkan jawaban, Lemos Pires kemudian memerintahkan penarikan tentara Portugis yang masih bertahan ke [[Pulau Atauro]].
|