Kamp pengasingan Moncongloe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 91:
== Sanksi sosial ==
Setelah para tapol keluar dari kamp pengasingan dan hidup di tengah masyarakat biasa. Kontrol militer beralih ke kontrol sosial, dimana memori kolektif masyarakat setempat yang telah dikuasai pemerintahan Orde Baru mengenai pandangan negatif terhadap tapol PKI masih sangat kuat. Keluar dari kamp para tahanan menemukan kekerasan belum selesai. Kontrol militer beralih ke kontrol sosial, label PKI adalah sebuah status sosial yang tidak memiliki tempat yang setara dengan orang lain di ruang-ruang publik, bahkan juga berlaku bagi anak cucu mereka. Ada seorang tapol Moncongloe mengisahkan drama hidupnya yang memilukan ketika harus rela menahan air mata tanpa menemui keluarga di tengah penyamaran guna menghindari kejaran para intel, meskipun akhirnya tertangkap juga. Hampir semua tapol Moncongloe adalah orang hilang dan mati. Mereka dianggap mati oleh keluarganya. Di sisi lain, mereka pun harus membuang jauh harapan untuk berkumpul kembali bersama keluarga tercinta. Komunitas tapol ini selalu terpinggirkan karena dianggap sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas peristiwa Gerakan 30 September 1965. Kamp pengasingan Moncongloe ditutup secara resmi pada 1979, namun eks tapol di kamp ini harus mengalami diskriminasi dan trauma yang mendalam. Mulai dari stigma masyarakat yang sudah kadung melekat hingga kesulitan menemukan pekerjaan yang cocok. Komnas HAM secara jelas mengatakan ada pelanggaran HAM terjadi seperti perbudakan, perampasan, kemerdekaan dan penganiayaan.
 
== Daftar tahanan ==
* Andi Muhammad Hustin, anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) Kabupaten Barru
* Anwar Abbas, ketua Pemuda Rakyat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep)
* Muhammad Jufri Buape, sekretaris Lekra Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)
* Munir
* Soemiran, polisi yang dianggap membantu pelarian seorang tokoh PKI
 
== Buku ==