Demang Lehman yang merasa kecewa dengan tipu muslihat Belanda berusaha mengatur kekuatan kembali di daerah Gunung Pangkal, [[Kerajaan Batulicin|negeri Batulicin]], [[Tanah Bumbu]]. Waktu itu ia bersama Tumenggung Aria Pati bersembunyi di gua Gunung Pangkal dan hanya memakan daun-daunan. Oleh seorang yang bernama Pembarani diajak menginap di rumahnya. Karena tergiur imbalan gulden dari Belanda, Pembarani bekerjasama dengan Syarif Hamid Alaidarusbin Pangeran Syarif Al-Idrus Sabamban dan anak buahnya yang sudah menyusuri Gunung Lintang dan Gunung Panjang untuk mencari Demang Lehman atas perintah Belanda. Demang Lehman tidak mengetahui bahwa Belanda sedang mengatur perangkap terhadapnya. Oleh orang yang menginginkan hadiah dan tanda jasa sehabis dia melakukan salat Subuh dan dalam keadaan tidak bersenjata, dia ditangkap. Ia sempat sendirian melawan puluhan orang yang mengepungnya. Atas keberhasilan penangkapan ini Syarif Hamid akan diangkat sebagai raja tetap di Batulicin. Kemudian Demang Lehman diangkut ke Martapura. Pemerintah Belanda menetapkan hukuman gantung terhadap pejuang yang tidak kenal kompromi ini. Dia menjalani hukuman gantung sampai mati di Martapura, sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda tanggal [[27 Februari]] [[1864]].<ref name="Helvy"/> Pejabat-pejabat militer Belanda yang menyaksikan hukuman gantung ini merasa kagum dengan ketabahannya menaiki tiang gantungan tanpa mata ditutup.Urat mukanya tidak berubah menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Tiada ada satu keluarganyapun yang menyaksikannya dan tidak ada keluarga yang menyambut mayatnya. Setelah selesai digantung dan mati, kepalanya dipotong oleh Belanda dan dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde [[Leiden]]. Kepala Demang Lehman disimpan di [[Museum Leiden]] di Negeri Belanda, sehingga mayatnya dimakamkan tanpa kepala.<ref name="Verzameling">{{nl}}{{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=Os9SAAAAcAAJ&lpg=PA193&ots=MDt7oERssu&dq=DJAIJA%20PAMENANG&hl=id&pg=PA191#v=onepage&q=DJAIJA%20PAMENANG&f=false|title=Verzameling der merkwaardigste vonnissen gewezen door de Krijgsraden te velde in de Zuid- en Ooster-afdeeling van Borneo gedurende de jaren 1859-1864: bijdrage tot de geschiedenis van den opstand in het Rijk van Bandjermasin|publisher=Ter Landsdrukkerij|year=1865}}</ref>
**** Narasumber tidak jelas, paragrap di bawah ini merupakan kutipan dari sebuah buku terbitan, perlu kajian fakta lebih lanjut****