Salat Jumat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) |
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) |
||
Baris 41:
Menurut catatan [[sejarah Islam]] serta riwayat [[Ibnu Abbas]], Nabi Muhammad bersabda bahwa kewajiban Salat Jumat mulai diterapkan sebelum hijrah, tetapi orang-orang belum mampu untuk berkumpul melaksanakannya. Oleh karena itu, Nabi menulis surat kepada Mus'ab bin Umair, yang menjadi wakil Nabi di [[Medina|Madinah]] untuk memimpin salat dua rakaat di hari Jumat. Kemudian, setelah hijrah, Salat Jumat diselenggarakan dengan diimami oleh Nabi.<ref>{{cite book|last=Rafat|first=Amari|year=2004|title=Islam: In Light of History|publisher=Religion Research Institute}}</ref>
Untuk Syiah, para ulama mereka tidak mewajibkan Syiah menyelenggarakan Salat Jumat.<ref>{{cite book|author1=Gilles Kepel|date=2004|url=https://archive.org/details/warformuslimmind00kepe/page/226|title=The War for Muslim Minds: Islam and the West|publisher=Harvard University Press|isbn=978-0674015753|edition=illustrated|page=[https://archive.org/details/warformuslimmind00kepe/page/226 226]|url-access=registration}}</ref><ref name="auto">{{cite book|author1=Jonathan Steele|date=2008|title=Defeat: Why They Lost Iraq|publisher=I.B. Tauris|isbn=978-0857712004|page=96}}</ref> Menurut mereka, salat berjamaah di hari Jumat dengan khotbah belumlah sah apabila imam ke-12 mereka, [[Muhammad al-Mahdi]], hadir.<ref name="auto" /> Akan tetapi, pemikir modernis Syiah, Muhammad bin Muhammad Mahdi al-Khalisi (1890–1963), meminta agar setiap orang Syiah wajib melaksanakan Salat Jumat seperti halnya [[Sunni]].<ref>{{cite book|date=2001|title=The Twelver Shia in Modern Times: Religious Culture and Political History|publisher=Brill|isbn=978-9004118034|editor1-last=Brunner|editor1-first=Rainer|edition=illustrated|page=178|editor2-last=Ende|editor2-first=Werner}}</ref> Kemudian, praktik salat Jumat berjamaah mulai berkembang dan menjadi kewajiban, dengan hadirnya [[Ruhollah Khomeini]] di Iran serta [[Mohammad Mohammad Sadeq al-Sadr]] di Irak. Mereka memfatwakan praktik tersebut di bawah doktrin ''Tuntunan dari Para Fuqaha'' yang baru diperkenalkan. Ketika al-Sadr mengangkat imam salat Jumat di wilayah mayoritas Syiah—praktik yang tidak tradisional dalam Syiah Irak dan dianggap "revolusioner jika bukanlah kesesatan"<ref name="auto" />—itu membuatnya berselisih dengan ulama Syiah lainnya di [[Najaf]].<ref>{{cite book|author1=Joel Rayburn|date=2014|title=Iraq after America: Strongmen, Sectarians, Resistance|publisher=Hoover Institution Press|isbn=978-0817916947|page=173}}</ref> Di bawah komando kedua tokoh tersebut, khotbah-khotbah
== Syarat-syarat ==
|