Kurnianingrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Baris 46:
[[File:Rijstuitdeling in Solo en Djocja spoedig na de bezetting, Bestanddeelnr 2659.jpg|thumb|Para penduduk Yogyakarta sedang menunggu pengiriman beras saat penipisan makanan usai Belanda menyerang kota tersebut pada tahun 1948.]]
Pada 1947, Kurnianingrat terpilih menjadi jurutulis untuk delegasi Indonesia untuk [[Perjanjian Renville]] dengan Belanda yang dinaungi oleh [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}} Setelah pasukan Belanda melanggar perjanjian [[gencatan senjata]] dan [[Operasi Kraai|merebut Yogyakarta]] pada 1948, ia membantu [[Revolusi Nasional Indonesia|perjuangan Indonesia]] dengan mengijinkan para pejuang [[gerilya]] untuk memakai rumahnya sebagai depot suplai.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}} Karena serangan tersebut menimbulkan penyusutan pangan di kota tersebut, ia dan wanita lainnya mengoperasikan "[[dapur sup|dapur nasi]]" untuk memberi makan para keluarga yang tak memiliki persediaan pangan.{{sfn|Kahin|2003a|p=396–397}} Ia juga tetap mengajar para murid secara diam-diam dengan para guru perguruan tinggi lainnya dan juga melakukan pekerjaan administratif untuk [[Palang Merah Indonesia]].{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=184}} Meskipun para prajurit [[Pemerintahan Sipil Hindi Belanda]] memeriksa rumahnya, kegiatan rahasianya tak pernah terbongkar. Pada 1949, serangan tersebut telah membuat warga dunia menentang Belanda, yang kemudian terpaksa membebaskan para pemimpin Indonesia yang ditangkap dan mengadakan [[Konferensi Meja Bundar]] yang berujung pada pengkuan kedaulatan Indonesia pada bulan Desember.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=185}}
 
=== Belajar ke luar negeri dan pulang ke Indonesia ===
Sebagai bagian dari bantuan Australia setelah perang kepada negara-negara Asia, Jawatan Pendidikan [[hubungan Australia dengan Indonesia|menawarkan beasiswa kepada orang-orang Indonesia]] pada tahun 1949.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=185}} Karena terpikat akan masa depan [[pendidikan di Indonesia]], Kurnianingrat mengajukan diri untuk belajar [[psikologi pendidikan]] dan meraih dukungan dari pemerintah Indonesia.{{sfn|Lee|1998|p=499}} Beasiswa tersebut menawarkannya pembelajaran setahun di [[Sydney]] pada jurusan yang ia pilih, sehingga ia memutuskan untuk belajar sistem pendidikan Australia.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=185}} Ia berangkat ke Sydney pada bulan November dan disambut oleh [[chargé d'affaires]] Indonesia, [[Usman Sastroamidjojo]], usai kedatangan.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=186}} Belajar di bawah bimbingan Profesor William O'Neill dari [[Universitas Sydney]], ia mengunjungi sekolah-sekolah di seluruh belahan negara tersebut, menemukan sedikit perbedaan antara sekolah-sekolah Australia dan sekolah-sekolah Belanda di Indonesia. Namun ia terkejut oleh jumlah [[Pendidikan jenis kelamin tunggal|sekolah jenis kelamin tunggal]] dan [[pemisahan jenis kelamin]] dalam kehidupan Australia.{{sfn|Zainu'ddin|1997|pp=187–188}} [[Federasi Guru New South Wales]] menjadikannya anggota kehormatan.{{sfn|NSWTF|1950|p=72}} Ia juga melakuakn perjalanan ke [[Canberra]], [[Melbourne]], dan [[Tasmania]].{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=189}}
 
Ia kembali ke Indonesia pada Desember 1950 dan disambut hangat oleh para pejabat kementerian pendidikan yang tertarik untuk mendengar pengalamannya di Australia. Ia diangkat menjadi kepala Sekolah Guru Atas dan ditugaskan untuk mengubah sekolah Belanda menjadi "lembaga republik".{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=190}} Pada 1951, bahasa Inggris menggantikan bahasa Belanda sebagai bahasa asing utama dari pemerinthan Indonesia dan Inspeksi Pengajaran Bahasa Inggeris (IPBI) didirikan pada 1953.{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=159}} Kurnianingrat mengajukan diri untuk masuk inspektorat tersebut dan diterima sebagai wakil direkturnya. Ia bergabung dengan direkturnya, [[Fritz Wachendorff]], dan anggota staf, [[Harumani Rudolph-Sudirdjo]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}}{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=191}} IPBI meminta bantuan [[British Council]] dan [[Ford Foundation]] dalam merencanakan silabus untuk untuk pengajaran bahasa Inggris pada lembaga-lembaga [[pendidikan dasar]]. Mereka juga mengadakan kursus dua tahun untuk melatih para guru bahasa Inggris.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}}{{sfn|Zainu'ddin|1997|pp=192–193}} Pada 1951, para sukarelawan Australia mulai datang di bawah naungan [[Australian Volunteers International|Volunteer Graduate Scheme]] (VGS), yang bekerja pada penugasan untuk pemerintahan Indonesia, termasuk di IPBI.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xv}} Kurnianingrat menaungi dan menjalin persahabatan dengan beberapa sukarelawan tersebut.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xvi}}
 
IPBI dibubarkan pada 1956, karena anak sulung Rudolph-Sudirdjo lahir dan Wachendorff menerima jabatan dosen di [[Universitas Indonesia]].{{sfn|Zainu'ddin|1997|p=198}} Kurnianingrat datang ke Amerika Serikat untuk belajar [[sastra Inggris]] dan [[linguistik]] di [[Universitas Cornell]] di [[Ithaca, New York]] setelah menerima beasiswa dari [[Ford Foundation]]. Ia menjalani dua tahun di universitas dan merampungkan tessi [[Magistrat]] tentang sejarah [[William Shakespeare]] di Indonesia.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}}{{sfn|Stucki|1959|p=107}} Tesisnya menyoroti cikal bakal [[Komedi Stambul]], sebuah bentuk eprtunjukan rakyat dari zaman kolonial akhir, yang mementaskan adaptasi-adaptasi karya seperti ''[[Hamlet]]''.{{sfn|Sutherland|1967|pp=95–96, 101}} Setelah kepulangannya, ia mulai mengajar di jurusan sastra Inggris di Universitas Indonesia, kemudian menjadi kepala jurusan pada Juni 1960.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=118}}
 
Msuknya media berbahasa Inggris pada akhir 1960an menimbulkan peningkatan pemahaman dan pemakaian bahasa tersebut pada masyarakat Indonesia.{{sfn|Tempo|1974|p=46}} Sekolah-sekolah bahasa mengajarkan bahasa Inggris dan penerbitan-penerbitan meluncurkan buku-buku pelajaran bahasa Inggris berkembang.{{sfn|Tempo|1974|p=49}} Namun, Kurnianingrat menyesalkan tingkat kemahiran berbahasa Inggris yang rendah secara umum karena sedikit orang yang mampu membayar biaya les privat.{{sfn|Tempo|1974|p=47}} Ia meraih tawaran dari [[Longman]] yang berbasis di [[London]] untuk menerbitkan buku pelajaran, namun ia menolaknya karena penerbitan tersebut tak ingin mencetak nama pengarang pada sampulnya. Sebuah penerbitan domestik, Bhratara, menerbitkan buku pelajaran buatannya yang berjudul ''Practical Conversations'' pada 1973.{{sfn|Tempo|1974|p=49}} Pada 1974, Kurnianingrat pensiun dari mengajar di Universitas Indonesia.{{sfn|Tempo|1974|p=47}} Ia mengajar privat pada tahun-tahun berikutnya.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=119}} Pada usia 70an tahun, ia mengalami kehilangan penglihatan mata dan tak lagi menulis tanpa dibantu.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xviii}} Untuk menghadapi kondisi tersebut, ia mempelajari [[Braille]].{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=119}}
 
Atas dorongan Rudolph-Sudirdjo, Kurnianingrat mulai menulis memoir dan memasukkan draf-draf di antara surat-surat yang ditulis kepada sejarawan [[Ailsa Thomson Zainuddin]] antara Januari 1991 dan Juni 1993.{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xviii}} memoir tersebut tak pernah rampung, dan hanya sembilan bab yang mengisahkan kisah hidupnya sepanjang usia 30an tahun yang dirampungkan sebelum ia jatuh sakit dan meninggal pada 18 Oktober 1993.{{sfn|Zainu'ddin|1994|p=115}}{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|pp=96, 102}} Ia tinggal di [[Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur|Cipinang Muara]], [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]], [[Jakarta Timur]].{{sfn|McCarthy|Zainuddin|2017|p=xviii}}
 
== Karya ==