Suku Ambon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 33:
==== Hindu dan Islam ====
Kedatangan [[Hindu di Indonesia|Hindu]] ke [[Maluku Tengah]] belum dapat dipastikan kapan terjadi. Orang yang paling berkemungkinan membawa Hindu (gaya Jawa) untuk pertama kalinya ke masyarakat Ambon adalah ketiga bangsawan bersaudara dari Tuban: Patturi, Pattikawa, dan Nyai Mas. Namun, yang pasti, Hindu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ambon setidaknya pada masa [[Majapahit]] menguasai Maluku. Para pengiring ketiga bangsawan bersaudara tersebut adalah yang paling berkemungkinan besar memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan Hindu Jawa kepada [[Kerajaan Tanah Hitu|Kerajaan Hitu]]. Hal itulah yang menyebabkan Raja Hitu hanya menjadi lambang persatuan, sementara pemerintahannya dijalankan oleh keempat perdana ([[patih]]). Di Hitu sendiri, Patturi dan Pattikawa menurunkan garis perdana Tanahitumessen, sedangkan Nyai Mas menikah dengan Latu Lopulalang (Raja Selaksa Pedang), Raja [[Kerajaan Nusaniwe|Nusaniwe]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=520}} Hal tersebut menyebabkan timbulnya hubungan pertalian darah antara Hitu [[Hitulama, Leihitu, Maluku Tengah|Hitulama]] dengan [[Nusaniwe, Nusaniwe, Ambon|Nusaniwe]] yang nantinya akan disebut sebagai [[Pela|pela gandong]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=521}} Seiring dengan banyaknya peninggalan Majapahit pada suku Ambon, [[Jazirah Leitimur]] dikatakan sebagai pusat Hindu suku Ambon.{{Sfn|Bartels|2017b|p=519}} Pada kemudian hari, ditemukan bukti-bukti pernikahan politik antara putri-putri Jawa dengan penguasa Ambon, seperti di Soya yang kala itu sudah menjadi negara Hindu. Penguasanya, Latu Selemau (Sri Mahu) memperistri seorang putri Majapahit bernama Vera Ina dan karenanya mendapatkan gelar berbau Jawa yang masih digunakan oleh Raja [[Kerajaan Soya
Waktu masuknya Islam ke Maluku Tengah, khususnya suku Ambon terpecah menjadi beberapa pendapat ahli.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17}} Pendapat pertama menyatakan bahwa Islam masuk pada abad XII berkat para [[Perdagangan rempah|pedagang Arab]] menurut naskah dakwah yang tersedia dan baru berhasil membentuk suatu kekuasaan, yakni [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] pada abad XIV. Pendapat kedua menyatakan bahwa Islam dibawa oleh para pedagang Arab dan diperkuat oleh datangnya pemuka Hitu untuk berguru ke Jawa, di mana ia bertemu dengan penguasa [[Kesultanan Ternate|Ternate]] dan mempererat hubungan antara keduanya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17–18}} Pendapat ketiga menyatakan bahwa Islam masuk karena dibawa oleh Ternate yang pada akhir abad XV sudah menjadi Islam dan memperluas kekuasaannya hingga ke [[Pulau Seram|Seram]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18}} Sementara itu, cerita rakyat menyatakan hal yang berbeda. Seperti di Uli Hatuhaha di utara [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], cerita rakyat menyatakan bahwa Islam (aliran [[Syiah]]) datang dari [[Hijaz]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]], dan [[Kabupaten Gresik|Gresik]] ataupun [[Gujarat]] dan [[Kekaisaran Persia|Persia]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18–19}} Bukti sendiri menunjukkan bahwa setidaknya sudah ada belasan keluarga [[Bangsa Persia|Persia]] di Ambon pada 1518.{{Sfn|Bartels|2017b|p=533}} Sejarah lisan [[Iha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Iha]] di [[Pulau Saparua|Saparua]] menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh tiga orang Arab yang datang melalui jalur Buton pada abad XIV. Yang tertua dari ketiganya menjadi Raja [[Kerajaan Iha|Iha]], yang kedua Raja [[Tuhaha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Tuhaha]], dan yang paling muda menjadi Raja [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ullath]] serta matarumahnya, Nikijuluw, masih memerintah di Ullath.{{Sfn|Bartels|2017b|p=535}}
|