Dampak pandemi Covid-19 terhadap jurnalistik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dewinta88 (bicara | kontrib)
menambahkan kalimat dan pranala dalam serta mengubah kategori
Dewinta88 (bicara | kontrib)
k menambahkan kalimat pembuka
Baris 1:
{{Inuse}}
 
'''Dampak Pandemi Covid-19 sangat terasa terhadap perkembangan industri jurnalistik'''. [[Pandemi Covid-19|Pandemi]] [[Pandemi Covid-19|COVID-19]] menjadi peristiwa yang memiliki pengaruh sangat berdampakbesar bagi dunia. Segala bidang dan lini kehidupan terkena dampak Pandemi COVID-19, padatermasuk industribidang jurnalistik. Banyak surat kabar lokal sangat terpengaruh oleh hilangnya pendapatan iklan akibat COVID-19; jurnalis telah diberhentikan, dan beberapa publikasi telah ditutup. Penerapan penjagaan jarak fisik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diikuti seluruh negara termasuk Indonesia mengurangi tradisi mobilitas manusia. Pandemi menjadi awal dari "kepunahan" bagi jurnalistik karena ratusan outlet berita ditutup dan jurnalis diberhentikan di seluruh dunia, anggaran iklan dipotong, dan banyak yang terpaksa memikirkan kembali bagaimana melakukan pekerjaan mereka di tengah pembatasan pergerakan dan akses informasi atau pejabat publik. Wartawan menulis liputan tentang pandemi dan kesalahan informasi, menyediakan informasi terbaru tentang kesehatan masyarakat, dan menyediakan hiburan untuk mengatasi dampak virus. Durasi pandemi yang lama mengakibatkan penurunan informasi COVID-19 yang dapat menimbulkan tantangan bagi jurnalis.<ref>{{Cite journal|last=Masduki|first=Masduki|last2=Prastya|first2=Narayana Mahendra|date=2022-01-31|title=Perubahan Pola Kerja Jurnalistik Pasca COVID-19 dan Penurunan Kualitas Berita di Indonesia|url=http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/5058|journal=Jurnal Ilmu Komunikasi|volume=19|issue=3|pages=266–280|doi=10.31315/jik.v19i3.5058|issn=2407-8220}}</ref>
 
Kebiasaan baru saat pandemi [[Pandemi Covid-19|Covid]]-19 melanda, seperti menjaga jarak fisik membuat pertemuan jurnalis dengan narasumber harus menggunakan fasilitas video conference. Pasalnya jika tetap mengikuti pola kerja normal dalam arti bertemu tatap muka, risikonya adalah keselamatan jurnalis (Ruwyastuti, 2020). Abdul Manan dari Tempo menuturkan bahwa ketiadaan pertemuan tatap muka dalam liputan menyulitkan jurnalis karena kebiasaan jurnalis di Indonesia adalah melakukan wawancara doorstop setiap selesai acara konferensi pers. Selain itu, jika jurnalis hendak menanyakan lebih lanjut berkaitan dengan penjelasan yang disampaikan narasumber lewat video conference, tidak semua narasumber langsung merespon panggilan telepon atau percakapan instan yang diajukan jurnalis. Kesulitan lain adalah pada jurnalis yang membutuhkan informasi berupa gambar, hal itu tidak memungkinkan dengan liputan jarak jauh.<ref>{{Cite web|last=Erwanti|first=Marlinda Oktavia|title=PWI Bicara Dampak Luar Biasa COVID-19 ke Jurnalisme|url=https://news.detik.com/berita/d-5062532/pwi-bicara-dampak-luar-biasa-covid-19-ke-jurnalisme|website=detiknews|language=id-ID|access-date=2023-04-10}}</ref>