Wanita di Hungaria: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.6 |
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. |
||
Baris 24:
== Antara perang ==
Setelah [[Perang Dunia I]], Hongaria yang telah merdeka mulai mendefinisikan dirinya dalam "kerangka nasional", dan gerakan perempuan beralih ke kerangka kerja baru secara efektif.<ref name="Peto">Andrea Peto, “Hungarian women in politics, 1945-51,” in ''Power and the People: A Social History of Central European Politics, 1945-56'', eds. Eleonore Breuning, Jill Lewis, and Gareth Pritchard (Manchester University Press, 2005), chapt. 16.</ref>
Setelah perebutan kekuasaan Komunis oleh [[Béla Kun]] pada tahun 1919, kelompok feminis, dan organisasi lainnya dianggap revolusioner, menjadi lebih kecil, terselubung, dan kurang berpengaruh; yang menemukan diri mereka dalam situasi yang sama, beberapa feminis, komunis, dan radikal lainnya membentuk hubungan kerja. Wanita Hongaria mendapatkan hak pilih parsial dan hak untuk bertugas di parlemen, sementara munculnya sistem partai pemerintah memberi perempuan jalan baru supaya diterima dan dikenali secara sosial. Perempuan sangat aktif di [[Partai Persatuan Nasional (Hongaria)|Partai Persatuan Nasional]] dan [[Kamp Wanita Kristen]].
Baris 30:
== Hak pilih dan politik ==
Perempuan memperoleh hak pilih terbatas pada tahun 1918 (memberikan suara untuk pertama kalinya pada tahun 1922); dan hak pilih penuh pada tahun 1945,<ref name="osce.org">{{Cite web |url=http://www.osce.org/odihr/117575?download=true |title=Salinan arsip |access-date=2018-01-17 |archive-date=2015-06-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150601094825/http://www.osce.org/odihr/117575?download=true |dead-url=yes }}</ref> Tetapi seperti halnya di negara komunis lainnya, [[Hak sipil dan politik|hak sipil]] baik laki-laki maupun perempuan bersifat simbolis, karena sistemnya bersifat otoriter. Selama era komunis, perempuan adalah anggota parlemen (mereka membentuk 18% anggota pada tahun 1949 dan 30% pada tahun 1980), tetapi hal ini hanya bagian permukaan, karena mereka memiliki sedikit kekuatan dalam praktik, dengan para pemain kunci yang menentukan kebijakan. Hongaria mengadakan pemilihan bebas pertamanya setelah jatuhnya komunisme, dan hanya 7% anggota terpilih adalah seorang perempuan pada tahun 1990.<ref name="osce.org"/> Pada tahun 2014, proporsi perempuan di parlemen berjumlah 10,1%.<ref>{{Cite web |url=http://www.ipu.org/WMN-e/classif.htm |title=Salinan arsip |access-date=2018-01-17 |archive-date=2017-10-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20171004104748/http://www.ipu.org/wmn-e/classif.htm |dead-url=yes }}</ref>
== Era Komunis ==
Perempuan dipandang sebagai bagian penting dari produktivitas negara, baik sebagai ibu dan istri pekerja laki-laki, dan sebagai pekerja itu sendiri. Meskipun perempuan dimasukkan ke dalam angkatan kerja dengan cara yang lebih setara di bawah pemerintahan komunis, mereka umumnya ditempatkan di bawah kontrol negara yang lebih besar yang berkenaan dengan kebebasan pribadinya, terutama mengenai hak reproduksi, seksualitas, dan kehidupan keluarga.<ref>Laszlo Kürti, “Hungary,” in ''Eastern Europe: Politics, Culture, and Society Since 1939'', ed.Sabrina Ramet (Bloomington: Indiana University Press, 1998), 76-77.</ref> Meskipun ada wacana resmi tentang kesetaraan, rezim komunis tidak berusaha secara tulus menangani [[struktur sosial]] subordinasi gender yang mendalam. Meskipun demikian, perempuan memang melihat beberapa keuntungan di bawah komunisme, meski tetap berada di bawah laki-laki; mereka mendapat akses lebih besar terhadap pendidikan menengah dan universitas, terutama di bidang teknik.<ref>Sharon L. Wolchik, “Women and the Politics of Gender in Communist and Post-Communist Central and Eastern Europe,” in ''Eastern Europe: Politics, Culture, and Society Since 1939'', ed. Sabrina Ramet (Bloomington: Indiana University Press, 1998), 286.</ref>
== Era pasca-komunis ==
|