Sisingamangaraja XII: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 31:
 
== Nama dan gelar ==
Sisingamangaraja XII dilahirkan dengan nama Patuan Bosar Sinambela. Ia naik tahta sebagai pada tahun [[1876]] untuk menggantikan ayahnya, Sisingamangaraja XI yang bernama Raja Sohahuaon Sinambela. Sebagai seorang Singamangaraja, Patuan Bosar Sinambela juga berperan sebagai raja-imam. Dari Patuan Anggi Sinambela, Sisingamangaraja XII mendapatkan ''pahompu panggoaran'' bernama Pulo Batu Sinambela sehingga ia digelari sebagai Ompu Pulo Batu Sinambela. {{Citation needed|date=June 2013}}
 
== Asal usul ==
Sisingamangaraja XII adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling di kawasan utara Sumatera[[Sumatra]] untuk menempatkan pejabat-pejabatnya.<ref>{{cite book|last =Brenner|first =J.F. von|authorlink =|coauthors =|title =Besuch bei den Kannibalen Sumatras: erste Durchquerung der unabhangigen Batak-Lande|publisher = Wurl|date =|location =Wurzburg|url =|doi =|isbn =|page =}}</ref> Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, [[Thomas Stamford Raffles]] menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] dan bahwa di [[Silindung]] terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].<ref>{{cite book|last =Raffles|first =Stamford|authorlink =|coauthors =|title =Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|year =1830|publisher = John Murray|location =London|url =https://archive.org/details/memoiroflifepubl00raff|doi =|isbn =|page =}}</ref>
 
Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Pagaruyung melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].<ref>{{Cite book|last=Schrieke|first=Bertram Johannes Otto|date=1929|url=https://books.google.co.nz/books?id=13EcAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Tuanku+Barus%22&q=%22Tuanku+Barus%22&hl=id&redir_esc=y|title=The Effect of Western Influence on Native Civilisations in the Malay Archipelago|publisher=G. Kolff & Company|language=en}}</ref>
 
Sementara itu, sumber dari [[Kabupaten Humbang Hasundutan|Pemerintah Daerah]] setempat menyebutkan bahwa dinasti Singamangaraja bermula dari salah satu keturunan [[Raja Oloan|Si Raja Oloan]]. Si Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni [[Naibaho]], [[Sihotang]], [[Bakkara]], [[Sinambela]], [[Sihite]], dan [[Simanullang]].
 
Kemudian, Sinambela memiliki tiga orang putra, salah satunya adalah Raja Bona Ni Onan. Raja Bona Ni Onan menikah dengan seorang [[Pasaribu|boru Pasaribu]]. Anak dari Raja Bona Ni Onan adalah Raja Manghuntal yang kemudian mengawali dinasti Singamangaraja sebagai Sisingamangaraja I.<ref name=":0">Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978</ref>
 
== Penobatan ==
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan dengan dimulainya ''open door policy'' (politik pintu terbuka) [[Belanda]] dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di [[Hindia Belanda]], dan yang tidak mau menandatangani ''Korte Verklaring'' (perjanjian pendek) di [[Sumatra|Sumatera]], terutama [[Kesultanan Aceh]] dan [[Tapanuli|Toba]], di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan [[Perang Batak|Perang Tapanuli]] yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.<ref name=":0" />
 
== Perang melawan Belanda ==
{{Noref section|date=Desember 2021}}
Pada tahun 1824, seluruh wilayah koloni [[Inggris]] di [[Sumatra|Sumatera]] diberikan kepada [[Belanda]] melalui [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Perjanjian Inggris dan Belanda]] (''Anglo-Dutch Treaty of 1824'' ). Hal ini membuka peluang bagi [[Hindia Belanda]] untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasainya di SumateraSumatra.
 
Pada tahun 1873, Belanda melakukan invasi militer ke [[Aceh]] melalui [[Perang Aceh]]. Kemudian, Belanda melanjutkan invasi ke [[Tapanuli|Tanah Batak]] pada 1878. Para raja kampung Batak (''huta'') yang beragama [[Kekristenan|Kristen]] menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak, sementara Raja Bangkara, Sisingamangaraja XII, yang memiliki hubungan dekat dengan [[Kesultanan Aceh]], menolak dan menyatakan perang.
Baris 53:
Pada tahun 1877, [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|para misionaris]] di [[Silindung]] dan [[Siborongborong, Tapanuli Utara|Bahal Batu]] meminta bantuan kepada Pemerintah Kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Sisingamangaraja XII. Kemudian, Pemerintah Kolonial Belanda dan para misionaris sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di [[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bangkara]] tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
 
Pada tanggal [[6 Februari]] [[1878]], Pasukanpasukan Belanda tiba di [[Hutatoruan V, Tarutung, Tapanuli Utara|Pearaja]], tempat kediaman misionaris [[Ludwig Ingwer Nommensen|Ingwer Ludwig Nommensen]]. Kemudian, beserta misionaris Nommensen dan [[Simoneit]] sebagai penerjemah, Pasukanpasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan ''pulas'' ([[perang]]) pada tanggal [[16 Februari]] [[1878]] dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
 
Pada tanggal [[14 Maret]] [[1878]], datanglah [[Residen Boyle]] bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh [[Kolonel Engels]] sebanyak 250 orang [[Prajurit|tentara]] dari [[Kota Sibolga|Sibolga]]. Pada [[1 Mei]] [[1878]], [[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bangkara]] yang merupakan pusat pemerintahan Sisingamangaraja XII diserang oleh pasukan kolonial. Pada [[3 Mei]] [[1878]], seluruh Bangkara telah ditaklukkan, namun Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara, para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan [[Hindia Belanda]].
 
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara [[gerilya]]. Hingga akhir Desember 1878, beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga telah ditaklukkan oleh Pasukanpasukan Kolonial Belanda.
 
Di antara tahun 1883-1884, Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari [[Kesultanan Aceh|Aceh]], secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya [[Uluan, Toba|Uluan]] dan [[Balige, Toba|Balige]] pada Mei [[1883]], serta [[Parmaksian, Toba|Tangga Batu]] pada tahun [[1884]].
 
[[Berkas:Sisingamangaraja Seal.jpg|jmpl|250px|Cap Mohor Sisingamangaraja XII]]<!--