Sejarah Kabupaten Lumajang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
menambahkan sedikit sejarah pada masa blambangan dan daftar patih lumajang |
||
Baris 28:
Setahun setelah pengusiran pasukan Mongol Tar Tar, menurut [[Kidung Harsawijaya]], sesuai dengan "Perjanjian Sumenep" tepatnya pada 10 Nopember 1293 Masehi, Raden Wijaya diangkat menjadi raja Majapahit yang wilayahnya meliputi wilayah-wilaah [[kota Malang]] (bekas kerajaan Singosari), [[Kabupaten Pasuruan|Pasuruan]], dan wilayah-wilayah di bagian barat sedangkan di wilayah timur berdiri kerajaan Lamajang Tigang Juru yang dipimpin oleh Arya Wiraraja yang kemudian dalam dongeng rakyat [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]] disebut sebagai Prabu Menak Koncar I. Kerajaan Lamajang Tigang Juru ini sendiri menguasai wilayah seperti Madura, Lamajang, Patukangan atau [[Panarukan, Situbondo|Panarukan]] dan Blambangan. Dari pembagian bekas [[Kerajaan Singasari|kerajaan Singosari]] ini kemudian kita mengenal adanya 2 budaya yang berbeda di [[Jawa Timur|Provinsi Jawa Timur]], dimana bekas kerajaan Majapahit dikenal mempunyai budaya Mataraman, sedang bekas wilayah kerajaan Lamajang Tigang Juru dikenal dengan "budaya Pendalungan (campuran Jawa dan Madura)" yang berada di kawasan Tapal Kuda sekarang ini. Prabu Menak Koncar I (Arya Wiraraja)ini berkuasa dari tahun 1293- 1316 Masehi. Sepeninggal Prabu Menak Koncar I (Arya Wiraraja), salah seorang penerusnya yaiti [[Mpu Nambi]] diserang oleh [[Majapahit]] yang menyebabkan Lamajang Tigang Juru jatuh dan gugurnya Mpu Nambi yang juga merupakan patih di Majapahit. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga mengigit bulan) dan dalam Babad Negara Kertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa" yang keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi. Jatuhnya Lamajang ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan melakukan perlawanan yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.
Ketika [[Hayam Wuruk]] melakukan perjalanan keliling daerah Lamajang pada tahun 1359 Masehi tidak berani singgah di bekas ibu kota Arnon (Situs Biting). Malah perlawanan daerah timur kembali bergolak ketika adanya perpecahan Majapahit menjadi barat dan timur dengan adanya "Perang Paregreg" pada tahun 1401-1406 Masehi.
Perjalanan sejarah Lumajang kemudian masuk pada babak pemerintahan kerajaan Blambangan. Sejarah pada masa ini agak kurang jelas karena kurangnya data. Menurut Babad Sembar, setelah keruntuhan Majapahit maka Lumajang dipimpin oleh Lembu Miruda. Kemudian terjadi masa peperangan antara Untung Surapati, kerajaan Blambangan, Mataram, dan VOC.
Pada abad ke 17 Lumajang dikuasai oleh keluarga Untung Suropati setelah kematian pemimpin terakhir Kerajaan Blambangan, Susuhunan Tawangalun II yang beristana di Macan Putih Banyuwangi. Salah satu penguasa Lumajang pada masa ini yaitu Adipati Kartanegara memerintah Lumajang di kawasan perbentengan Kutorenon. Cucu Untung Suropati itu terkenal sangat anti VOC. Permintaan untuk menyerahkan diri kepada VOC ditolaknya mentah-mentah sehingga Lumajang ditaklukkan dan perbentengannya diratakan dengan tanah pada bulan Juni tahun 1767. Adipati Kartanegara mengungsi ke Malang, sempat dilindungi saudaranya, Adipati Arya Malayakusuma. Beliau kemudian meninggal dan dimakamkan di suatu tempat di Malang Selatan (Drs. Sri Margana, Lumajang dari Praaksara hingga Masa Awal Kemerdekaan).
Sejak tahun 1882 Lumajang masih merupakan Distrik ( setingkat Kecamatan ) yang dipimpin oleh seorang Wedono, kemudian tahun 1886 status sistem Pemerintahannya dinaikkan statusnya menjadi daerah Afdeeling ( setingkat Kabupaten ), kapala Pemerintahannya adalah seorang Patih Afdeeling, dan tahun 1929 sistem Pemerintahan di [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]] dinaikkan lagi statusnya menjadi [[Kabupaten]], kepala pemerintahannya adalah seorang Bupati.▼
Perlawanan masyarakat Lamajang kembali bergolak ketika [[Babad Tanah Jawi]] menceritakan Sultan Agung merebut benteng Renong (dalam hal ini Arnon atau [[Kutorenon, Sukodono, Lumajang|Kutorenon]]) melalui Tumenggung Sura Tani sekitar tahun 1617 Masehi. Kemudian ketika anak-anak [[Untung Suropati]] terdesak dari [[Kabupaten Pasuruan|Pasuruan]], sekali perlawanan dialihkan dari kawasan Arnon atau [[Situs Biting]] [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]].
▲Sejak tahun 1882 Lumajang masih merupakan Distrik ( setingkat Kecamatan ) yang dipimpin oleh seorang Wedono. Lumajang berada dibawah Pasuruan dan Probolinggo. Pimpinan tertinggi Lumajang adalah Asisten Residen dengan didampingi Jaksa. Pada 31 Desember 1866, Raden Astro Koesoemo diangkat menjadi Jaksa Lumajang. (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1968). kemudian tahun 1886 status sistem Pemerintahannya dinaikkan statusnya menjadi daerah Afdeeling ( setingkat Kabupaten ), kapala Pemerintahannya adalah seorang Patih Afdeeling, dan tahun 1929 sistem Pemerintahan di [[Kabupaten Lumajang|Lumajang]] dinaikkan lagi statusnya menjadi [[Kabupaten]], kepala pemerintahannya adalah seorang Bupati.
Wedono, Patih Afdeeling dan Bupati yang pernah dan sedang memimpin Lumajang antara lain:▼
'''I'''. '''Jaman Pemerintahan Wedono'''▼
1. Patih Raden Endro Koesoemo ( 1867 - 1886 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1870)
'''II.''' '''Jaman Pemerintahan Patih Afdeeling'''▼
2.
3. Patih Raden Mas Singowiguno ( 1890 - 1920 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1898)
4. Patih Mas Ngabehi Ardjosoepoetro ( 1920 - 1923 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1922)
5. Patih Raden Kartoadiredjo ( 1923 - 1928 ) (Regeerings Almanak Nederlandsch Indie 1933).
▲'''II
6. R.T. Abu Bakar (1941 - 1948 )
7. R. Sastrodikoro (1948 - 1959 )
|