Malaikat jatuh: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi tidak terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 103:
Beberapa cendekiawan non-Muslim belakangan berpendapat bahwa [[Uzair]], yang menurut Surah 9:30 disebut sebagai anak Allah oleh orang Yahudi, pada awalnya merujuk pada malaikat yang jatuh.<ref>Steven M. Wasserstrom ''Between Muslim and Jew: The Problem of Symbiosis under Early Islam'' Princeton University Press 2014 {{ISBN|978-1400864133}} p. 183</ref> Meskipun para penafsir hampir seluruhnya sepakat untuk mengidentifikasikan Uzair sebagai [[Ezra]],{{efn|Meski demikian, sebuah riwayat yang dikaitkan dengan [[Ibnu Hazm]] menyatakan bahwa malaikat [[Sandalphon]] menyalahkan orang-orang Yahudi karena memuja Metatron sebagai "anak Tuhan" "10 hari setiap tahun".<ref>[[Hava Lazarus-Yafeh]] ''Intertwined Worlds: Medieval Islam and Bible Criticism'' Princeton University Press 2004 {{ISBN|978-1-4008-6273-3}} p. 32</ref>}} tidak ada bukti sejarah bahwa orang Yahudi menyebutnya sebagai anak Allah. Dengan demikian, Al-Quran mungkin merujuk bukan kepada Ezra duniawi, tetapi kepada Ezra surgawi, mengidentifikasikannya dengan Henokh surgawi, yang kemudian diidentifikasikan dengan [[Metatron|malaikat Metatron]] (yang juga disebut YHWH yang lebih rendah) dalam [[Mistisisme Merkabah|mistik merkabah]].<ref>Patricia Crone. The Book of Watchers in the Qurān, p. 16</ref>
=== Iblis ===
Al-Quran berulang kali menceritakan tentang kejatuhan Iblis. Menurut Al-Quran 2:30, para malaikat keberatan dengan niat Allah untuk menciptakan manusia, karena mereka akan menyebabkan kerusakan dan pertumpahan darah,<ref name="ReferenceH">Alberdina Houtman, Tamar Kadari, Marcel Poorthuis, Vered Tohar ''Religious Stories in Transformation: Conflict, Revision and Reception'' Brill 2016 {{ISBN|978-9-004-33481-6}} p. 66</ref> sesuai dengan kisah dalam [[Kitab Henokh]] dan [[Kitab Yobel]]. Hal ini terjadi setelah para malaikat mengamati manusia yang melakukan ketidakbenaran.<ref>Alberdina Houtman, Tamar Kadari, Marcel Poorthuis, Vered Tohar ''Religious Stories in Transformation: Conflict, Revision and Reception'' Brill 2016 {{ISBN|978-9-004-33481-6}} p. 70</ref> Namun, setelah Allah SWT memperlihatkan keunggulan pengetahuan [[Adam]] dibandingkan dengan para malaikat, Dia memerintahkan mereka untuk bersujud. Hanya Iblis yang menolak untuk mengikuti perintah tersebut. Ketika Allah SWT menanyakan alasan di balik penolakan Iblis, dia membanggakan dirinya lebih unggul dari Adam, karena dia terbuat dari api. Kemudian Allah SWT mengusirnya dari surga.
Pada [[Makiyah|periode Makiyah]] awal, Iblis muncul sebagai malaikat yang direndahkan.<ref>Jacques Waardenburg ''Islam: Historical, Social, and Political Perspectives'' Walter de Gruyter, 2008 {{ISBN|978-3-110-20094-2}} p. 38</ref> Namun karena ia disebut sebagai jin dalam Surah 18:50, beberapa ulama berpendapat bahwa Iblis sebenarnya bukanlah malaikat, melainkan sebuah entitas yang terpisah, dengan menyatakan bahwa ia hanya diperbolehkan bergabung dengan para malaikat sebagai hadiah atas kesalehan sebelumnya. Oleh karena itu, mereka menolak konsep malaikat yang jatuh dan menekankan kemuliaan malaikat dengan mengutip ayat-ayat Al-Quran tertentu seperti 66:6 dan 16:49, yang membedakan antara malaikat yang sempurna dan jin yang dapat berbuat dosa. Namun, pengertian jinni tidak dapat secara jelas mengecualikan Iblis sebagai malaikat.<ref>Mustafa Öztürk ''The Tragic Story of Iblis (Satan) in the Qur'an'' Journal of Islamic Research, p. 136</ref> Menurut [[Abdullah bin Abbas|Ibnu Abbas]], malaikat yang menjaga [[jinan]] (surga) disebut Jinni, seperti halnya manusia yang berasal dari [[Makkah|Mekah]] disebut Makki, tetapi mereka tidak terkait dengan ras jin.<ref>Al-Tabari J. Cooper W.F. Madelung and A. Jones ''The commentary on the Quran by Abu Jafar Muhammad B. Jarir al-Tabari being an abbridged translation of Jamil' al-bayan 'an ta'wil ay al-Qur'an'' Oxford University Press Hakim Investment Holdings p. 239</ref><ref>Mahmoud M. Ayoub ''Qur'an and Its Interpreters, The, Volume 1, Band 1'' SUNY Press {{ISBN|978-0791495469}} p. 75</ref> Para ulama lain menyatakan bahwa jin adalah segala sesuatu yang tersembunyi dari pandangan manusia, baik malaikat maupun makhluk tak kasat mata lainnya, dengan demikian memasukkan Iblis ke dalam kelompok malaikat.
Dalam Surah 15:36, Allah SWT mengabulkan permintaan Iblis untuk membuktikan ketidaklayakan manusia. Surah 38:82 juga menegaskan bahwa intrik Iblis untuk menyesatkan manusia diizinkan oleh kuasa Allah SWT.<ref name="ReferenceI">Alberdina Houtman, Tamar Kadari, Marcel Poorthuis, Vered Tohar ''Religious Stories in Transformation: Conflict, Revision and Reception'' Brill 2016 {{ISBN|978-9-004-33481-6}} p. 71</ref> Namun, seperti yang disebutkan dalam Surah 17:65, upaya Iblis untuk menyesatkan hamba-hamba Allah ditakdirkan untuk gagal.<ref name="ReferenceI" /> Kisah Iblis dalam Al-Quran sejajar dengan kisah malaikat jahat lainnya dalam Kitab Yobel yang terdahulu: Seperti Iblis, [[Mastema]] meminta izin Tuhan untuk menggoda manusia, dan keduanya memiliki kekuatan yang terbatas, yaitu tidak dapat menipu hamba-hamba Tuhan.<ref>Alberdina Houtman, Tamar Kadari, Marcel Poorthuis, Vered Tohar ''Religious Stories in Transformation: Conflict, Revision and Reception'' Brill 2016 {{ISBN|978-9-004-33481-6}} p. 72</ref> Namun, motif ketidaktaatan Iblis tidak berasal dari mitologi Penjaga, tetapi dapat ditelusuri kembali ke [[Gua Harta Karun]], sebuah karya yang mungkin menjadi penjelasan standar dalam agama [[Kristen Proto-Ortodoks]] tentang kejatuhan Iblis sebagai malaikat<ref name="ReferenceH" /> Menurut penjelasan ini, Iblis menolak untuk bersujud di hadapan Adam, karena dia adalah "api dan roh" dan karenanya Iblis diusir dari surga.<ref>Paul van Geest, Marcel Poorthuis, Els Rose ''Sanctifying Texts, Transforming Rituals: Encounters in Liturgical Studies'' Brill 2017 {{ISBN|978-9-004-34708-3}} p. 83</ref><ref name="ReferenceH" /> Tidak seperti pendapat mayoritas dalam agama Kristen, gagasan bahwa Iblis mencoba merebut tahta Tuhan adalah hal yang asing dalam Islam dan tidak terpikirkan oleh Islam yang menganut [[monoteisme]] yang ketat.<ref>Amira El-Zein ''Islam, Arabs, and Intelligent World of the Jinn'' Syracuse University Press 2009 {{ISBN|978-0815650706}} p. 45</ref>
== Keterangan ==
|