Negara-negara Tentara Salib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
'''Negara-negara Tentara Salib''', yang juga dikenal dengan sebutan '''Outremer''', adalah empat negara Kristen Katolik di Timur Tengah yang berdiri dari tahun 1098 sampai 1291. [[Pemerintahan|Negara-negara]] [[Feodalisme|feodal]] ini didirikan oleh para panglima Tentara Salib [[Gereja Latin|Katolik Latin]] pada [[Perang Salib Pertama|Perang Salib I]] melalui [[penaklukan]] dan intrik politik. Keempat negara tersebut adalah [[County Edessa|Kabupaten Edesa]] (tahun 1098{{ndash}}1150), [[Kepangeranan Antiokhia]] (tahun 1098{{ndash}}1287), [[Comitatus Tripolitanus|Kabupaten Tripoli]] (tahun 1102{{ndash}}1289), dan [[Kerajaan Yerusalem]] (tahun 1099{{ndash}}1291). Kerajaan Yerusalem berdaulat atas kawasan yang kini menjadi wilayah negara [[Israel]] dan [[Negara Palestina|Palestina]], daerah [[Tepi Barat]], daerah [[Jalur Gaza]], dan daerah-daerah sekitarnya. Tiga negara selebihnya berada di utara, dan berdaulat atas kawasan pesisir yang kini menjadi wilayah negara [[Suriah]], kawasan tenggara wilayah [[Turki]], dan wilayah negara [[Libanon]]. Sebutan "negara-negara Tentara Salib" bisa saja menimbulkan kesalahpahaman, karena dari tahun 1130 hanya segelintir dari populasi orang Peringgi yang menjadi anggota pasukan Tentara Salib. Istilah "Outremer", yang digunakan para penulis Abad Pertengahan maupun zaman modern sebagai sinonimnya, berasal dari istilah Prancis yang berarti ''tanah seberang''.
 
Pada tahun 1098, rombongan [[ziarah]] bersenjata ke [[Yerusalem]] bergerakberkirab melintasi Suriah. Tentara Salib yang bernama [[Baudouin I dari Yerusalem|Balduinus, putra bungsu Bupati Boulogne]], merebut tampuk pemerintahan Edesa dengan [[kudeta|mengudeta]] penguasanya yang beragama [[Gereja Ortodoks Timur|Kristen Ortodoks]] [[Gereja Ortodoks Yunani|Yunani]], dan Tentara Salib yang bernama [[Bohemond I dari Antiokhia|Bohemundus, Pangeran Taranto]], menjadi Pangeran Antiokhia sesudah Tentara Salib berhasil merebut kota itu. Pada tahun 1099, Yerusalem berhasil direbut sesudah sebulan lebih [[Pengepungan Yerusalem (1099)|dikepung]]. Konsolidasi wilayah kemudian dilakukan, antara lain dengan merebut Tripoli. Pada masa jayanya, wilayah kedaulatan negara-negara ini meliputi kawasan pesisir yang kini menjadi kawasan selatan wilayah Turki, wilayah Suriah, wilayah Libanon, serta wilayah Israel dan [[Negara Palestina|Palestina]]. Edesa [[Pengepungan Edessa|direbut]] seorang panglima perang Turki pada tahun 1144, tetapi tiga negara selebihnya terus berdaulat sampai akhirnya ditumbangkan [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]] pada abad ke-13. Antiokhia [[Pengepungan Antiokhia (1268)|jatuh ke tangan musuh pada tahun 1268]], dan Tripoli [[Jatuhnya Tripoli (1289)|mengalami nasib yang sama pada tahun 1289]]. Sesudah [[Akka|Ako]], ibu kota Kerajaan Yerusalem, [[Pengepungan Akko (1291)|jatuh ke tangan Mamluk pada tahun 1291]], wilayah kedaulatan yang tersisa pun sirna dalam waktu singkat, dan warganya mengungsi ke [[Kerajaan Siprus]] (didirikan seusai [[Perang Salib Ketiga|Perang Salib III]]).
 
Kajian negara-negara Tentara Salib sebagai suatu bidang kajian mandiri, alih-alih sebagai cabang kajian [[Perang Salib]], muncul pada abad ke-19 di [[Prancis]] sebagai analogi kiprah kolonial Prancis di [[Levant|Levans]]. Para sejarawan abad ke-20 menolak kajian tersebut. Menurut pandangan konsensus mereka, [[Orang Franka#Warisan sejarah|orang Peringgi]], yakni orang-orang Eropa Barat, merupakan golongan minoritas yang tinggal di kota-kota, terisolasi dari masyarakat pribumi, dan memiliki tatanan kehakiman maupun keagamaan sendiri. Masyarakat pribumi adalah masyarakat Kristen dan Islam penutur [[bahasa Arab]], [[bahasa Yunani|Yunani]], dan [[bahasa Suryani|Suryani]].
Baris 53:
Dengan penuh kewaspadaan, Kaisar Aleksius menyambut kedatangan pasukan-pasukan feodal di bawah pimpinan bangsawan-bangsawan Barat. Dengan cara cautiously welcomed the feudal armies commanded by western nobles. Aleksius menyilaukan mata mereka dengan harta kekayaan dan memikat hati mereka dengan sanjungan, sehingga sebagian besar panglima pasukan Tentara Salib bersedia berprasetia kepadanya. Selaku kawula Aleksius, [[Godefroy dari Bouillon|Godefridus, Tuan Besar Bouillon]] yang menyandang jabatan nominal [[Daftar penguasa Lorraine|Adipati Lotharingen Hilir]]; [[Bohemond I dari Antiokhia|Boamundus]], Pangeran Taranto yang berdarah [[orang Norman-Italia|Norman-Italia]]; kemenakan Boamundus yang bernama [[Tancredi dari Galilea|Tankredius]], putra keluarga bangsawan Altevilla; maupun adik Godefridus yang bernama [[Baudouin I dari Yerusalem|Balduinus]] putra bungsu Bupati Boulogne, bersumpah akan menyerahkan semua daerah bekas wilayah [[Kekaisaran Romawi]] yang dapat mereka rebut kepada pegawai Romawi Timur yang mewakili Aleksius. Hanya [[Raymond IV dari Toulouse|Raimundus IV, Bupati Toulouse]], yang tidak bersedia ikut bersumpah, tetapi berjanji tidak akan memerangi Aleksius.{{sfn|Asbridge|2012|pp=43–45, 50–52}}
 
Pegawai Kekaisaran Romawi Timur yang bernama [[Tatikios]] memandu rombonganbala Tentara Salib menempuh perjalanan berat selama tiga bulan dalam rangka [[Pengepungan Antiokhia|merebut Antiokhia]]. Pada waktu itulah orang Peringgi menjalin persekutuan dengan masyarakat Armenia setempat.{{sfn|Asbridge|2012|pp=59–60}} Dalam perjalanan menuju Antiokhia, Balduinus dan anak buahnya memisahkan diri dari rombongan, bergerakberkirab menuju daerah di sekitar Sungai Efrat, melibatkan diri dalam percaturan politik setempat, kemudian merebut benteng [[Gündoğan, Oğuzeli|Turbesel]] dan benteng [[Ravendel|Rawandan]], tempat ia disambut gembira oleh masyarakat Armenia.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=51,58,60}} Toros, kepala daerah itu, tidak berdaya mengatur maupun mempertahankan Edesa, oleh karena itu ia berusaha mempekerjakan orang Peringgi sebagai prajurit upahan. Kemudian hari, Balduinus ia jadikan anak angkatnya di dalam bingkai suatu perjanjian bagi kuasa. Pada bulan Maret 1098, sebulan sebelum kedatangan Balduinus, timbul kerusuhan umat Kristen di Edesa. Para perusuh membunuh Toros dan mengelu-elukan Balduinus sebagai ''[[Dux|douks]]'', gelar Romawi Timur yang disandang Toros.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=65–70}} Kedudukan baru Balduinus ini lebih bersifat pribadi ketimbang kelembagaan, karena roda pemerintahan Edesa tetap berada di tangan para pamong praja Armenia. Kabupaten Edesa yang baru dikuasai Balduinus terdiri atas daerah-daerah kantong yang terpisah dari Turbesel, Rawandan, dan [[Samosata]] yang juga dikuasainya, karena diantarai daerah-daerah kekuasaan para panglima perang Turki dan Armenia maupun aliran Sungai Efrat.{{sfn|MacEvitt|2008|pp=75–76}}
[[File:Godefroi1099.jpg|thumb|left|Godefridus mengepung Yerusalem, [[naskah beriluminasi|iluminasi]] naskah ''Roman de Godefroi de Bouillon'' dari abad ke-14]]
Saat Tentara Salib bergerakberkirab menuju Antiokhia, umat Islam Suriah meminta pertolongan Sultan [[Barkiyaruq]], sayangnya sultan masih sibuk berebut takhta dengan kakaknya, [[Muhammad I Tapar|Muhammad Tapar]].{{sfn|Hillenbrand|1999|p=78}} Setibanya di Antiokhia, Boamundus membujuk panglima-panglima lain untuk mengakui kepemilikannya atas Antiokhia apabila ia berhasil merebut kota itu dan Kaisar Aleksius tidak datang untuk mengklaimnya. Alih-alih ikut berjuang merebut Antiokhia, Aleksius malah memutuskan untuk mundur lantaran diberitahu [[Étienne Henri II|Stefanus, Bupati Blois]] (yang mangkir meninggalkan tugasnya) bahwa Tentara Salib sudah pasti kalah. Pada bulan Juni 1098, Boamundus membujuk seorang panglima Armenia durhaka, kepala pasukan pengawal menara kota, untuk membiarkan Tentara Salib memasuki Antiokhia. Tentara Salib membantai warga Muslim kota itu, bahkan keliru membantai beberapa warga Kristen.{{sfn|Asbridge|2012|pp=69, 72–73}}{{sfn|Tyerman|2019|pp=86–88}} Mula-mula para panglima Tentara Salib memutuskan untuk menyerahkan Antiokhia kepada Kaisar Aleksius sesuai sumpah mereka di Konstantinopel,{{sfn|France|1970|p=281}} tetapi sesudah mengetahui tindakan pengecut kaisar, Boamundus pun menyatakan diri sebagai penguasa Antiokhia. Panglima-panglima lain setuju, kecuali Raimundus, yang mendukung persekutuan dengan Romawi Timur.
 
Ketidaksepahaman di jajaran panglima ini mengakibatkan pergerakan Tentara Salib tertahan di kawasan utara Suriah. Lantaran kerap melakukan hubungan diplomatik dengan penguasa-penguasa Muslim, Tentara Salib akhirnya menyadari kekacaubalauan kancah politik Muslim. Raimundus menjalankan ekspedisi kecil-kecilan. Ia memimpin pasukannya memutari Saijar dan mengepung [[Arqa]] untuk memaksa penguasanya membayar upeti.{{sfn|France|1970|p=298}} Saat Raimundus berada jauh dari Antiokhia, Boamundus mengusir sisa pasukan Raimundus dari kota itu, dan mengukuhkan kedudukannya sebagai pemimpin atas wilayah yang kemudian hari menjadi negara Kepangeranan Antiokhia.