Negara-negara Tentara Salib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 168:
{{Further|Seni rupa Tentara Salib}}
[[File:Crac des chevaliers syria.jpeg|thumb|[[Krak des Chevaliers]], puri Kesatria Panti Husada dari abad ke-12 di Suriah]]
Menurut Prawer, tidak ada budayawan Barat terkemuka yang menetap di negara-negara Tentara Salib, tetapi bahwasanya orang-orang lain tergugah untuk berkunjung ke Timur berkat pengungkapan citraan di dalam karya-karya seni puisi Barat.{{sfn| Prawer|1972| p=468}} Para sejarawan meyakini bahwa arsitektur militer yang menunjukkan suatu sintesis tradisi Eropa, tradisi Romawi Timur, dan tradisi Muslim adalah capaian artistik asli Tentara Salib yang mengesankan. Puri merupakan lambang keberdaulatan golongan minoritas Peringgi atas golongan mayoritas bumiputra yang digunakan sebagai pusat tata usaha pemerintahan.{{sfn|Prawer|1972|pp=280–281}} Historiografi modern menolak konsensus abad ke-19 yang mengatakan bahwa orang-orang Barat mendapatkan dasar-dasar ilmu arsitektur militernya dari Timur Dekat. Pertumbuhan teknologi pertahanan sudah berlangsung di Eropa sebelum Perang Salib. Perkenalan dengan bangunan pertahanan Arab yang aslinya dibangun Romawi Timur memengaruhi perkembangan di Timur, tetapi tidak banyak bukti yang menunjukkan perbedaan budaya rancangan dan desakan situasi. Puri-puri Tentara Salib ditambahi unsur-unsur Timur semisal waduk besar, sedangkan unsur-unsur Barat semisal parit justru ditiadakan.{{sfn|Prawer|1972|pp=295–296}} Rancangan gereja berlanggam [[Arsitektur Romanesque Prancis|Romanik Prancis]] tampak pada bangunan baru Gereja Makam Kudus dari abad ke-12. Orang Peringgi mempertahankan unsur-unsur Romawi Timur dari bangunan lamanya, tetapi menambahkan bilik-bilik kapel dan pelengkung-pelengkung khas Prancis Utara, Aquitania, dan [[Provence]]. BarisanJajaran [[Kapital (arsitektur)|saka gurupilar]] pada muka bangunan di sisi selatan dibuat bercorak Suriah klasik, tetapi hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya pengaruh pribumi dalam seni pahat.{{sfn|Jotischky|2004|p=146}}
Budaya visual menampakkan sifat masyarakat negara-negara Tentara Salib. Hiasan pada tempat-tempat suci, lukisan, maupun produksi naskah memperlihatkan pengaruh para seniman bumiputra. Para perupa Peringgi meminjam kiat-kiat seniman Romawi Timur dan pribumi di bidang pembuatan ikon. Lukisan-lukisan monumental maupun lukisan-lukisan pada panel, mosaik-mosaik maupun iluminasi naskah-naskah mengadopsi gaya pribumi, dan melahirkan suatu sintesis budaya yang terlihat di Gereja Kelahiran. Seni mosaik penghias dinding tidak dikenal di Barat, tetapi tersebar luas di negara-negara Tentara Salib. Meskipun tidak diketahui apakah dikerjakan oleh tukang-tukang pribumi atau oleh tukang-tukang Peringgi yang mempelajarinya dari tukang-tukang pribumi, karya seni mosaik di negara-negara Tentara Salib memperlihatkan evolusi suatu gaya artistik yang asli dan khas.{{sfn|Jotischky|2004|pp=145–146}} Sanggar-sanggar kerja yang mewadahi pengrajin-pengrajin Italia, Prancis, Inggris, maupun pengrajin-pengrajin pribumi menghasilkan naskah-naskah berilustrasi yang memperlihatkan suatu perkawinan silang antargagasan dan antarteknik. Salah satu contohnya adalah [[Mazmur Melisenda]]. Gaya hasil kawin silang ini mungkin saja mencerminkan dan mungkin pula mempengaruhi selera pemesannya terhadap karya-karya seni rupa dengan imbas pengaruh Romawi Timur yang kian distilisasi. [[Ikon]]-ikon sebelumnya tidak dikenal orang Peringgi. Pembuatan karya-karya seni lukis semacam ini terus berlanjut, kadang-kadang dalam gaya Peringgi, menampilkan orang-orang kudus Gereja Barat, dan pada akhirnya melahirkan seni lukis panel Italia.{{sfn|Jotischky|2004|pp=147–149}} Merunut alur jejak rancangan ilustrasi dan puri sampai kepada sumber-sumbernya bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan. Lebih mudah melacak sumber-sumber karya tulis, yakni karya-karya tulis yang diterjemahkan di Antiokhia, yang terkenal tetapi tidak sepenting karya-karya tulis Muslim Spanyol dan karya-karya tulis yang dihasilkan kebudayaan hibrida di Sisilia.{{sfn|Asbridge|2012|pp=667–668}}