Pada wawancara di acara TV "In Life Makassar", [[GOTV Makassar]] tahun 2015, Anci La Ricci menceritakan perjalanan karier bermusiknya. Pada 19791982. Ia berhijrah di Jakarta, ia mulai masuk dapur rekaman dan bernyanyi dengan rekaman genre musik dangdut berjudul Air Zam Zam. Pada 19801983 di Sulawesi Tenggara, ia melakukan rekaman dan menyanyikan lagu-lagu daerah Sulawesi Tenggara, diantaranya lagu daerah Kendari, Muna, Buton, dan Kolaka. Pada 1981–19821984–1985 di Kota Makassar, ia melakukan rekaman lagu-lagu daerah Makassar. Pada 19831984, ia kembali ke Jakarta menjadi komposer atau membuat lagu untuk artis-artis di Jakarta. Saat menjadi komposer, ia harus mencontohkan atau menyanyikan lagu ciptaanya. Saat itu pula ada produser meliriknya untuk menjadi penyanyi dan rekaman dengan lagu-lagu seleksi dari [[Koes Plus]] dan seleksi lagu-lagu dangdut [[Mansyur S]]. Pada 1985, ia bergabung dengan Ramsa Prima Records, studio rekaman milik Pance Pondaag yang merupakan produser ternama. Di studio tersebut, ia sebagai direktur studio/kepala studio. Karena Ramsa Prima Records merupakan partner dari [[JK Records]] yang merupakan perusahaan rekaman milik [[Judhi Kristiantho Sunarjo]], maka ia juga bekerja di JK Records. Pada 1989, ia merilis album pertamanya untuk lagu-lagu nasional berjudul "Pantang Bicara 2x" dengan genre dangdut. Album tersebut menjadi hits dan laku di pasaran nasional. Pada 1990, ia juga mulai masuk ke aliran musik reggae dengan album pertamanya berjudul "Nona Manis". Pada 1990-an, ia sering bolak-balik ke Jakarta–Makassar dengan membuat dua proyek, yakni pembuatan album-album nasional dan album-album daerah. Tahun 1990, ia merilis lagu daerah berbahasa Makassar "Tena Ruanna" yang kemudian menjadi hits dan diminati di Sulawesi Selatan. Pada genre dangdut, ia menciptakan 6 album begitu pula dengan genre reggae 6 album.
Perjalanan karier seorang Anci La Ricci untuk menjadi seorang penyanyi terkenal ternyata sangat berliku. Kehidupannya dulu yang cukup sulit membuat Anci bekerja apapun sebelum mencapai mimpinya menjadi seorang penyanyi. Ia pernah menggantungkan hidupnya dengan menjadi penjahit di sebuah lapak kayu kecil di Jalan Cendrawasih, Kotamadya Makassar. Ia memang suka menyanyi, namun pantang baginya mengamen, karena menurutnya tak pantas jika sebuah karya seni dihargai sangat murah. Prinsip yang dimilikinya tidak akan mengobral musik dengan mengamen, tetapi berkarya itu harus dijual mahal.