Masjid Al-Atiiq: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Dikembalikan mengubah tempat lahir Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5:
 
Masjid ini dulunya oleh dinas terkait akan dimasukkan dalam [[Cagar Budaya|Situs Cagar Budaya]] sekitar tahun [[2004]]-an. Namun, karena lamanya proses tersebut dan kurangnya edukasi terkait akan pentingnya sebuah sejarah, oleh pengurus dilakukan pembongkaran total bangunan masjid. Dalam sejarahnya masjid ini dahulu digunakan sebagai pusat keagamaan dan sebagai tempat untuk mengatur siasat perang.<ref>{{Cite web|title=MASJID BESAR AL-ATIIQ KAUMAN SALATIGA|url=https://alatiiqkaumansala3.blogspot.com/|website=alatiiqkaumansala3.blogspot.com|language=id|access-date=2021-11-26}}</ref>
 
== Arsitektur Bangunan Masjid ==
 
=== Sebelum Renovasi ===
 
==== Tipologi Bangunan ====
Adaptasi percampuran budaya di Indonesia menandai adanya sebuah inovasi baru tentang arsitektur, ketika eksperimen dan penciptaan bentuk-bentuk arsitektur baru lahir dengan didorong oleh asimilasi budaya, sosial dan etika maupun norma. Walaupun berbagai jenis bangunan memiliki karakter utama struktural dan tradisi bersama, akan tetapi masing-masing juga pasti mengandung sejumlah karakter atau fitur yang dapat dikatakan sebagai pengaruh eksternal yang berasal dari sejumlah tradisi arsitektural asing.[1]
 
Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga dulunya dapat diketahui bahwa bentuk masjid sangat unik dan khas, membedakannya dengan masjid-masjid di Kota Salatiga. Tampak masjid memiliki bentuk atap tumpang bersusun empat yang merupakan bagian kepala masjid, menampilkan bangunan masjid yang khas dan membedakannya dengan jenis atau tipe bangunan tradisional Jawa lainnya.
 
Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga yang memiliki karakter bangunan sebagaimana yang ada pada arsitektur Jawa memiliki tipologi tertentu yang mendasari dan menjadi ciri-ciri khas masjid tersebut. Apabila dibagi menjadi tiga  bagian yaitu; ''kepala, badan,'' dan ''kaki,'' tampak bahwa masjid ini memiliki elemen-elemen yang berada pada tiga bagian tersebut serta memperlihatkan struktur bangunannya. Yang mengandung makna filosofi Iman, Islam dan Ihsan[2]
 
a.       Struktur Denah Masjid
 
Denah pada Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga dahulu memiliki unsur-unsur ruang yang terbagi menjadi dua ruangan mendasar, yaitu ruang induk atau ''dalem'' yang merupakan ruang utama shalat dan bersifat tertutup dan terdapat dua pintu di sebelah kanan dan dua pintu di sebelah kiri serta terdapat ''emperan'' atau teras dengan pagar kayu. Sedangkan ruang serambi atau ''pendopo'' yang merupakan ruangan terbuka, berfungsi sebagai ruang shalat juga sebagai ruang untuk kegiatan yang lain seperti pengajian dan musyawarah.
 
Di dalam masjid terdapat ruangan di sebelah kanan dan sebelah kiri tempat shalat Imam. Sebelah kanan digunakan untuk menyimpan ''Bandoso'' atau kerenda mayat dan sebelah kiri digunakan sebagai gudang. Selain itu, di dekat tempat shalat imam terdapat ruangan/''omah-omahan'' yang dulunya dipakai untuk sholat pejabat sekelas Bupati/Patih, dan terdapat mimbar untuk menyampaikan khutbah.[3]
 
Struktur denah pada Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga lebih sederhana dari pada rumah Jawa. Namun, unsur-unsur utama pada denah tetap menjadi struktur denah utama yaitu pada ruang shalat utama ''(dalem),'' dan pada ruang serambi ''(pendopo)''. Tambahan ruang ''mihrab'' berupa ceruk kecil pada sisi barat ruang shalat utama dan menyatu.[4]
 
b.       Atap Masjid
 
Atap tajug merupakan atap dengan bentuk spesifik yang menjadikan Masjid Besar AL-Atiiq Kauman Salatiga memiliki nuansa spiritualitas dan sakral, berperan sebagai rumah ibadah, pemberi identitas yang sangat kuat sebagai masjid tradisional Jawa. Diatas ujung atap tajug diletakkan ''mustaka'' atau mahkota yang mencerminkan puncak kedudukan.[5]
 
Menurut filosofi bangunan Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki arti mendalam dalam sebuah perjalanan rukhani untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta (Sang Khaliq).  Dalam bengunan masjid terdapat empat elemen dimana empat elemen tersebut mengartikan bahwa manusia dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT harus melalu empat tingkatan.[6]
 
Sedangkan pada bagian cungkup atap yang terletak pada puncak masjid dihiasi dengan mahkota atau ''mustoko''/ kubah kecil. Diatas mahkota diletakkan tulisan Allah dalam kaligrafi arab. Atap piramida tajug berakhir pada ujung tanpa bubungan dan bertumpuk semakin keatas semakin kecil menandakan adanya unsur vertikalitas berkaitan dengan hubungan ketuhanan dan pencapaian nilai-nilai ibadah. [7]
 
Empat tingkatan ini adalah ''Syariat, Thariqat, Haqiqat'' dan ''Ma’rifat.'' Dimana ''syariat'' ini tertuang di dalam hukum-hukum fiqih yang harus dipahami dan dikerjakan sesuai dengan aturan-aturan yang ada, dengan tingkata kesadaran ada milikku dan ada milikmu. Kemudian ''thariqat'' yang artinya jalan untuk memahami ''haqiqat,'' dengan tingkat kesadaran milikku adalah milikmu dan milikmu adalah milikku.
 
Setelah melalui ''Syariat'' dan ''Thariqat'', tahap yang ketiga adalah ''Haqiqat'' yang artinya kebenaran, wujud dan kebenaran yang dapat dilihat adalah kejujuran, keadilan cinta kasih. Pada tingkatan ini orang memahami makna ibadah yang dilakukan, dengan tingkat kesadaran tidak ada milikku, tidak ada milikmu, semua milik Allah. SWT. Tingkatan yang terakhir adalah ''Ma’rifat'' yang artinya tahu; kenal pada Sang Pencipta, batinnya sudah dekat dengan Allah dan semua gerakannya ''lillahita’ala''. ''“Tuhan sedekat nadi di leher atau ana al-haq, tidak ada aku tidak ada kamu, yang ada hanyalah Allah SWT.”'''[8]'''''
 
Selain itu, pada bangunan serambi atau pendopo beratapkan limasan dengan di topak empat soko atau pilar di dalamnya. Dengan lima daun pintu di bagian depan dengan pagar pintu besi dan dua daun pintu di bagian barat kanan dan kiri serambi. Terdapat pula menara papak pada bagian pintu serambi sebelah kanan dan sebelah kiri dimana dahulu digunakan sebagai tempat tidur penjaga masjid dan untuk menyimpan barang. Selain itu terdapat ''tlondak'' atau tangga yang menjulur dari selatan sampai utara depan masjid, dan memiliki pelataran yang luas, dan disisi bagian utara pelataran terdapat jam bencet/jam matahari.
----
 
==== Sisa Peninggalan ====
a.       Mihrab
[[Berkas:Mihrab Masjid.jpg|kiri|jmpl|290x290px|Mihrab]]
 
Mihrab atau dikenal sebagai tempat imam. Masjid Besar Al-Atiiq kauman Salatiga memiliki Mihrab yang dulunya digunakan sebagai tempat shalat pejabat Bupati/Patih. Mihrab ini sampai sekarang masih dan dipergunakan sebagai tempat imam sholat. Mihrab ini dibuat pada saat masjid di bangun yakni sekitar tahun 1837 M.
 
b.       Jam Bencet/Jam Matahari
 
Jam matahari/jam bencet/sundial adalah sebuah perangkat sederhana yang menunjukkan waktu  berdasarkan pergera-kan matahari di meridian. Jam matahari merupakan perangkat petunjuk waktu yang sangat kuno. Rancangan jam matahari yang paling umum dikenal meman-faatkan bayangan yang menimpa permukaan cekungan yang ditandai dengan jam-jam dalam suatu hari. [1] Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki sebuah jam matahari/jam bencet yang dulunya digunakan untuk melihat waktu shalat. Namun, sekarang sudah tidak digunakan lagi karena perkembangan zaman.
 
c.        Atap Mimbar
 
Mimbar atau minbar adalah platform di dalam masjid dimana khotib berdiri mem-beri khotbah jum’at-an, khutbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha serta yang lainnya.[2] Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki sebuah mimbar bersejarah, dimana dahulu digunakan untuk menyampaikan khutbah. Namun, sisa mimbar kini tinggal atapnya saja karena tidak diketahui keberadaanya pada saat renovasi.
 
d.      Pagar ''Emperan'' /Teras Masjid Utama
 
Dahulu Masjid Besar Al – Atiiq Kauman Salatiga pada masjid utama memiliki emperan atau teras di sebelah selatan dan utara masjid. Emperan tersebut memiliki pagar pembatas. Namun, setelah renovasi pada masjid pagar tersebut kini di pasang di tembok serambi masjid.
 
e.       Bedug dan Kentongan
 
Bedug merupakan isntrumen musik tradisi-onal yang digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang memiliki fungsi sebagi alat komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Bedug sejarahnya berasal dari India dan China. Sejarahnya ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang. Kemudian Cheng Ho pergi dan hendak memberikan hadiah, raja Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug menjadi bagian dari masjid dan digunakan sebagai panggilan sebelum adzan waktu shalat.[3]
 
Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki sebuah bedug dan kentongan yang dulunya digunakan sebagai penanda masuknya waktu shalat sebelum adzan dikumandangkan dan ketika iqomah diperdengarkan. Yang artinya digunakan sebagai penada waktu sholat dan penanda waktu akan dimulainya sholat berjamaah di masjid. Tapi, bedug ini sekarang di tabuh atau dibunyaikan ketika akan shalat Jum’at, kemudian ketiha hari raya dan ketika selesai shalat tarawih pada bulan Ramadhan.
 
f.         Sisa-sisa kayu
 
Bangunan Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga dahulunya didominasi dengan kayu-kayu yang berkualitas. Hal ini, dibuktikan masih ada sebagian kayu yang masih utuh sampai sekarang. Kayu-kayu yang dulunya merupakan soko guru/ pilar masjid kini digunakan sebagai ''blandar,'' pintu maupun jendela dan yang lainnya.
 
=== Setelah Renovasi ===
 
==== Masjid Utama ====
Bangunan induk yang merupakan ruang utama Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga ditandai deng-an denah bujur sang-kar, memiliki empat soko guru/pilar di tengah bangunan, din-ding bata pada tiap sisi-sisinya, pintu dan jendela, dan beratap tajug berjenjang lima yang meliputi tajuk dasar beratapkan genting, tajug kedua sampai empat beratapkan beton dengan kubah/ mustoko di tajug bagian pucuknya. Menurut maknanya memuat filosofi adanya Rukun Islam yang lima.
 
Selain itu, yang dulunya di masjid utama di sebelah kiri dan kanan ada ''emperan'' atau teras, sekarang sudah digabung masuk menjadi ruang utama masjid dengan empat jendela, dua di sebelah kiri dan dua lagi disebelah kanan. Kemudian terdapat tiga daun pintu masuk ruang masjid utama. Dengan dua jendela di sebelah kiri dan kanan.
 
Kemudian, di sisi sebelah barat terdapat empat ruangan, dari selatan terdapat ruang pertama digunakan sebagai gudang, ruang kedua dan ketiga digunakan untuk shalat imam (mihrab) dan khutbat (mimbar), dan yang satunya digunakan sebagai tempat menyimpan ''bandoso/''kerenda mayat. Disisi kanan dan kiri ruangan mihrab dan mimbar ada ruang kecil digunakan sebagai tempat sound system (kanan) dan jam (kiri). Selain itu juga terdapat ''geber''/pembatas antara pria dan wanita.
 
==== Serambi Masjid ====
Serambi masjid terdiri dari dua lantai yang ditopang dengan empat pilar beton. Pada lantai dasar digunakan sebagai tempat shalat, musyawarah, dan pengajian. Sedangkan lantai dua digunakan sebagai tempat shalat ketika di lantai dasar sudah penuh.
 
==== Menara al-Anbiya ====
menara ini berada di depan bagian utara masjid yang dibangun pada tahun 2015 yang menelan biaya Rp. 200.605.000 selama 9 bulan. Menara ini di resmikan pada tanggal 18 Oktober 2015 oleh Walikota Salatiga Yuliyanto, SE., MM. keberadaan menara ini digunakan sebagai tempat toa/ speaker, sebagai keamaan dan kemegahan serta setetika masjid. Menara ini dinamakan dengan Menara al-Anbiya dikarenakan tinggi menaran kurang lebih 25 meter dan disesuaikan dengan 25 jumlah Nabi dan Rasul.
 
==== Fasilitas Masjid ====
Terdapat fasilitas pendukung yang berada di masjid antara lain tempat wudhu (WC dan Toilet) pria dan wanita, parkir mobil dan sepeda motor, TPQ dan PAUD, Pondok Tahfidhul Qur'an, Mess Musafir, Menara Masjid, Gudang, Tempat Penitipan, Sound System, Multimedia, Sekretariat, Genset, Sekretariat.
 
== Peran Masjid Dari Masa Ke Masa ==