Jurnalis amplop: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambah isi |
menambah isi |
||
Baris 22:
== Dampak dan Kaitannya dengan Kode Etik Jurnalistik ==
Dari kasus-kasus di atas tentu tidak terlepas
Dalam menjalankan tugas jurnalistik, tingkat pelanggaran media terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) cenderung tinggi. Seperti contoh praktik "wartawan amplop" sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan wartawan, baik di media cetak maupun media elektronik. Mereka menerima "amplop" yang berisi sejumlah uang dari narasumber.<ref>Dwicahyani, M. N. (2018). PELAKSANAAN PASAL 4 KODE ETIK JURNALISTIK WARTAWAN INDONESIA TERHADAP PRAKTEK “PENERIMAAN AMPLOP” OLEH WARTAWAN DALAM LINGKUP PWI JATIM. NOVUM: JURNAL HUKUM, 5(3), 76-83.</ref> Salah satu ayat yang dirumuskan dalam KEJ pasal 6 berbunyi, ''”Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”'' Penafsiran dari pasal tersebut juga dijelaskan dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sebagai berikut:<ref>BAYA, A. C. (2018). Strategi Menghadapi Wartawan Abal-Abal. IJIC: Indonesian Journal of Islamic Communication, 1(1), 125-141.</ref>
Baris 29 ⟶ 31:
# Suap adalah segala bentuk pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas dari pihak lain yang dapat mempengaruhi kemandirian dan independensi wartawan.
Maraknya fenomena ini
# Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
# Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
#
# Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
|