Etnografi siber: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k →‎top: clean up
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
Baris 25:
Tidak heran dibutuhkan sebuah metode yang menyeluruh dan mendalam untuk memahami kultural di ranah ini (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Bukan sekadar berupaya mendeskripsikan tentang hal yang terjadi, melainkan juga menghadirkan visi kultural dari para pemilik pemiliknya (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Hanya mereka yang bergelut dengan kulturnya yang benar-benar memahami kultur tersebut secara utuh. Perlu ada sebuah metode yang mampu membantu pihak diluar pemilik kultural untuk dapat memahami hal tersebut. Pilihan untuk mengadopsi penelitian etnografi merupakan pilihan yang sesuai dengan tujuan ini (Kozinets, 1998, 2002, 2010). Metode yang berkembang dari upaya para penjelajah pada abad pertengahan untuk memahami kaum pribumi dapat dimanfaatkan untuk memahami kehidupan kultural di dunia maya internet (Angrosino, 2005; Denzin & Lincoln, 2005a).
 
Etnografi merupakan metode penelitian yang dikhususkan untuk memahami aspek kultural dalam masyarakat (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Memanfaatkan segala informasi dan data yang ada metode ini membantu peneliti atau pihak yang ingin melakukan kajian kultural memahami perilaku-perilaku manusia dalam dan konteks sosialnya. [[Perilaku manusia]] bukan sekadar hasrat individu, melainkan berkaitan dengan tata nilai yang ada dalam kelompoknya. Sesuatu yang dibangun dan direproduksi melalui segenap tindakan para anggotanya. Melalui hal ini mereka membangun identitas, makna, keyakinan, hingga visi kultural bersama.
 
Penggunaan ini relevan karena internet telah berkembang lebih dari sarana interaksi dan komunikasi melainkan dunia kultural. Pada ranah maya internet dapat ditemukan beragam kultur. Online game culture (T. L. Taylor, 2011; D. Williamsdkk., 2006), cyberactivism (Ayers, 2006; McCaughey & Ayers, 2013), hack culture, mobile culture (Goggin, 2012) merupakan beberapa kultur yang berkaitan interaksi manusia di dunia maya internet. Hack culture merupakan kultur yang dibangun oleh komunitas hacker dan programer komputer. Cyberactivism merujuk kepada penggunaan internet sebagai saran gerakan sosial atau kegiatan aktivisme (McCaughey & Ayers, 2013). Online game culture merupakan kultur yang tercipta dari interaksi antar pemain sebuah permainan atau antar permainan online (Shaw, 2010). Varian kultur ini beragam sesuai dengan permaian online yang dimainkan serta interaksi antar pemainan. Mobile culture merupakan kultur yang tercipta dari penggunaan telepon seluler (Goggin, 2012; Hjorth, 2008). Kompleksitas mobile culture bertambah kompleks seiring terintergrasinya jaringan internet global ke dalam perangkat telepon seluler.
Baris 40:
<blockquote>“A good historian of science will note that laypeople and scholars present at the birth of electricity, the railroad, the telephone, the television, and most of the other major innovations uttered similar pronouncements. But, as it inevitably turns out, our theories and techniques almost always can accommodate the new phenomena, be they global air travel or digital avatars in virtual worlds. In fact, shedding light on the similarities and differences with what has gone before – theoretically and substantively – is very often our objective as scholars and scientific thinkers.” (Kozinets, 2010)<ref>[null Kozinets, R. V. (2010). ''Netnography''. London: Sage.]</ref></blockquote>
 
Pembahasan tentang netnografi tidak dapat dilepaskan dari entnografi. Metode ini yang kemudian menginspirasi kemunculan netnografi (Kozinets, 1998, 1999, 2010). Sebuah bentuk aplikasi etnografi pada ranah maya internet. Hal ini bukan berarti konsep-konsep etnografi dapat serta-merta digunakan dalam penelitian internet. Penerapannya membutuhkan penyesuaian karena realitas yang dihadapi jelas berbeda (Kozinets, 1998, 1999, 2010). Entografi merupakan metode penelitian yang membantu manusia untuk memahami masyarakat dan budaya dalam [[realitas sosial]] (Spradley, 1997). Netnografi merupakan metode penelitian yang manusia untuk memahami masyarakat dan budaya yang terbentuk interaksi manusia melalui jaringan internet (Kozinets, 2010; R. Lee, 2010). Perlu penjelasan lebih lanjut terhadap hal ini karena perbedaan realitas tentu melahirkan penerapan metode yang berbeda juga. Hal tersebut mendorong bagian ini berusaha menerangkan perbedaan dan irisan antara etnografi dan netnografi.
 
Etnografi sebagai peletak dasar visi penelitian netnografi merupakan sebuah metode yang berusaha untuk mengungkapkan cara pandang, pemaknaan, dan konstruksi kultural dari sudut pandang suatu masyarakat pemilik kultur (Bryman, 2012; Kozinets, 2010; Kriyantono, 2006, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Metode yang lahir dari kajian antropologi dan berkembang di berbagai bidang ini bertujuan mengidentifikasi, menghadirkan, dan menyuguhkan peran, ritual-ritual dan keyakinan dari subyek yang diteliti (Denzin & Lincoln, 2005a; Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Hal tersebut dapat dilihat dari interaksi antar subyek dalam sebuah budaya. Secara gamblang peneliti etnografer akan menjadi seorang ''storyteller'' pasca ia melakukan penelitian (Neuman, 2013; Spradley, 1997). Bukan sekadar menjadi seorang pendongeng tentu, melainkan mampu mengantarkan pembaca merasuki dunia para pemilik budaya dan memahaminya secara ''verstehen'' (Neuman, 2013)''.''
Baris 70:
Netnografi hadir untuk mengembangkan semangat penelitian etnografi pada dunia maya. Selaras dengan etnografi, netnografi berusaha untuk mengungkapkan visi kultural dari kelompok sosial yang terbangun dari interaksi manusia di dunia maya internet (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Frase ''net'' yang mengawali istilah ini berusaha memberikan identitas bahwa metode ini dikhususkan pada ranah maya internet (Kozinets, 2010). Penyertaan frase ini sekaligus menandai bahwa netnografi bukan hal merupakan sebuah metode yang baru, melainkan juga bentuk penyesuaian etnografi terhadap perkembangan teknologi dan masyarakat (Rocca, Mandelli, & Snehota, 2014).
 
Netnogafi bukan istilah tunggal yang berusaha mendekati realitas di ranah maya menggunakan metode etnografi. Virtual etnography (Hine, 2000), Webnography (Puri, 2007), Network ethnography (Howard, 2002), cyber-ethnography (Ward, 1999) dan digital ethnography (Murthy, 2008; Varis, 2016). Mereka hadir dengan warna dan pandangannya masing-masing tentang etnografi di ranah ini, meski dengan semangat yang sama untuk mengembangkan etnografi di dunia maya internet. Kesepahaman ini dapat dicermati dari cara pandang mereka dalam melihat kehidupan dunia maya internet. Ward (1999) melihat bahwa keterlibatan manusia dalam dunia maya internet telah memunculkan interaksi. Hine (2000) berpandangan bahwa interaksi yang terjadi melalui internet telah melahirkan artefak-artefak kultural, sehingga kehidupan yang terjadi pada dunia tersebut dapat diteliti dengan metode ini. Murthy (2008) memandang bersama perkembangan teknologi telah mendorong [[Digitisasi|digitalisasi]] komunikasi sehingga menumbuhkan ruang-ruang kehidupan sosial dan kultural baru. Kozinets (2010) memandang bahwa kehidupan sosial dan kultur yang ada di dunia maya internet merupakan interaksi manusia dalam komunitas yang termediasi oleh jaringan internet.
 
Perbedaan baru terlihat ketika masing-masing pemikiran tentang metode penelitian tersebut dicermati. Misal ''Digital-ethnography'' lebih menekankan pada pengamatan terhadap kehidupan dunia maya internet (Varis, 2016). Metode ini hanya mencermati pada segala hal yang ditampilkan pada oleh subyek penelitian. Misal peneliti ingin melakukan riset terhadap perilaku, pembicaraan, dan interaksi penggemar dengan artis idola berdasarkan ''tweet'' atau ''retweet'' yang ada. Peneliti kemudian hanya memperhatikan pada interaksi, tanggapan, komentar yang diberikan oleh penggemar atau artis idola maupun timbal balik yang terjadi diantaranya. ''Digital-ethnography'' tidak berusaha menyikap pandangan atau sikap dari penggemar atau aktris idola melalui wawancara. Data yang ada dihimpun, dikategorisasi, kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.