Tonny Koeswoyo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 66:
Dari silsilah keluarga, mereka termasuk generasi ke 7 keturunan (trah) [[Sunan Muria]] di Tuban. Ibu mereka adalah keponakan dari [[Bupati Tuban]] pada zaman penjajahan [[Belanda]] saat itu.
 
Masa kecil Tonny dilalui di kota [[Tuban]], [[Jawa Timur]] bersama saudara-saudaranya. Pada mulanya ia biasa dipanggil dengan sebutan Ton. Namun akhirnya diubahnya menjadi Tonny agar telihat lebih gagah, sebagaimana wajahnya yang paling tampan di antara saudara-saudaranya. Pengalaman musikal Tonny telah mulai terasah ketika ia bergabung dengan suatu grup ludruk setempat di Tuban. Tahun 1952 keluarga Koeswoyo pindah ke Jakarta mengikuti mutasi Sang ayah berkarier pegawai negeri di Kementrian Dalam Negeri. Di [[Jakarta]] mereka sekeluarga menempati rumah di Jalan Mendawai III, No. 14, Blok C, Kebayoran baru, Jakarta Selatan.
 
Titisan darah musik menurun dari R. Koeswojo (Koeswoyo) sang ayah yang terampil memetik gitar dan main musik ''Hawaiian''. Ketika berusia empat tahun di Tuban, Tony bisa berjam-jam menabuh ember dan, baskom dengan pemukul lidi-lidi dan bejana-bejana lain yang diisi air dengan pemukul yang terbuat dari lidi yang ujungnya dipasangi bunga jambu yang masih kuncup. Di tangannya ember, baskom, dan lain-lain itu keluar suara yang unik. Saat memasuki usia akil balik, Tonny Koeswoyo tak mau lagi menabuh ember. Intuisi musiknya kian menderu-deru tanpa ada yang mampu menghalangi. Tonny lalu memohon minta dibelikan gitar, biola, dan buku-buku musik. Pak Koeswoyo tak memenuhi permintaan itu dengan alasan orang tak bisa hidup dari bermusik.
 
Sang ayah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan bergabung dengan Bank Timur. Dia dipercaya mengelola ''onderneming'' (perkebunan) di [[Solo]], [[Jawa Tengah]] dan memboyong keluarganya. Rumah mereka di Jakarta hanya di tempati oleh 4 anak laki-lakinya yang dipimpin oleh abang tertuanya Jon dan 3 adiknya, Tonny, Yon dan Yok. AdiknyaAdik Jon yang nomor 5 Nomo telah berpetualang sendiri ke Surabaya, bekerja di pabrik genteng. Jon khawatir ketiga adiknya yang bersamanya ini, Tonny, Yon, Yok, akan jadi ''crossboys'' dan ikut-ikutan tren berkelahi. Saat itu demam ''gang motor'' tengah berlangsung di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, maupun Surabaya. Karena ingin adik-adiknya memiliki “kegiatan positif”, Jon berinisiatif membelikan alat-alat musik bagi adik-adiknya. Waktu itu Jon sudah bekerja di ''Biro Yayasan Tehnik'', sebelum kemudian pindah ke pembangunan [[Hotel Indonesia]] (HI). Ia membelikan alat musik itu untuk pemersatu adik-adiknya. Bersama Tony, Jon berangkat ke Solo. Waktu itu untuk urusan alat musik yang paling komplet adalah di Solo, tepatnya di Jalan Tembaga, Nonongan, Solo. Ia membelikan 1 bh bass betot, dua bh gitar pengiring, dan 1 set drum. Alat-alat musik itu dibeli dari gaji Jon dan ibu mereka yang memperoleh arisan. Jon dan ibunya sempat dimarahi ayahnya di Solo, karena dianggap akan merusak adik-adiknya. Namun mereka tetap berkeras hati membelinya, sehingga Sang Ayah menjadi luluh. Alat-alat itu lalu dibawa dengan kereta api ke Jakarta. Dari stasiun diangkut dengan truk ke HI, karena sang abang masih bekerja di HI.
Sejak itu Tony mulai serius belajar musik, sehingga ia bisa bermain gitar, ukulele, piano, dan suling. Kemampuan musiknya dipelajari secara otodidak dan mempelajari not balok dari [[Nick Manolov]] serta gaya pemetikan gitarnya mengikuti gitaris spanyol [[Carcasi]] dan [[Tjio Bun Tek]] - guru gitar klasik di Jakarta. Ia terus memainkan gitar itu siang-malam. Ia juga kerap mengikuti kegiatan di mana saja yang ada unsur musiknya. Kegiatan sekolah, mahasiswa, atau apapun yang ada musiknya, juga selalu diikutinya. Ketekunannya dalam bermusik membuat Tonny lupa belajar, sampai tidak naik kelas dan lulus ujian hingga tiga kali. Tony kemudian mengajarkan adik-adiknya, Yon dan Yok, bermain musik. Nomo adiknya yang baru pulang berkelana, juga akhirnya ikut-ikutan. Ketika Jon membelikan seperangkat alat musik untuk adik-adiknya, memang telah dibuat semacam perjanjian dengan Tony, bahwa dia hanya bermain dengan saudara-saudaranya (dengan adik-adiknya). Dari situ mulai solidlah Koes Bersaudara. Band ini berlatih dengan peralatan musik sederhana dan amplifier merek ''Robin'' buatan dalam negeri (buatan Jakarta). Rumah mereka pun berubah ramai setiap sore, karena orang-orang berkumpul mendengar hentakan musik. Hal ini masih kerap dikeluhkan ayah mereka, Koeswoyo, ketika pulang ke Jakarta dengan alasan musik tidak bisa bikin orang sejahtera. Hal tersebut tidak dipedulikan oleh Tony dan saudara-saudaranya yang lain, mereka terus saja bermain musik.