Kelong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Han4299 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 25:
Sebagai salah satu produk dan perekam budaya di satu sisi sekaligus sebagai bagian dari kekayaan rohani di sisi lain, Kelong dapat berperan sebagai sarana untuk mempertinggi budi pekerti seseorang. Salah satu peranannya ialah sebagai media pendidikan. [[Nilai-nilai pendidikan]] yang dituangkan di dalamnya, pada garis besarnya, dapat dipilah menjadi dua macam, yakni (1) nilai pendidikan yang bersifat keagamaan dan (2) nilai pendidikan yang bersifat sosial kemasyarakatan.
 
=== Keagamaan ===
 
Pada umumnya sastra daerah Makassar sarat dengan nilai-nilai [[pendidikan keagamaan]], dalam hal ini agama Islam. Hal ini dapat dimaklumi karena masyarakat Makassar, sejak dahulu sudah taat asas menerima dan melaksanakan ajaran agama tersebut. Salah satu media yang digunakan untuk menyebarkan ajaran agama yang mereka terima dari para penganjur adalah karya sastra, baik dalam bentuk prosa maupun dalam bentuk puisi, seperti Kelong.
 
Baris 194 ⟶ 193:
Makrifat termasuk salah satu istilah yang sangat popular di ilmu tasawuf. Makrifat berarti pengenalan. Jadi, pengenalan kepada Allah disebut makrifatullah yang merupakan jenjang tertinggi yang dicapai manusia di dalam mengesakan Allah. Orang-orang yang sudah sampai ke taraf yang demikian, dinding penghalang atau yang dalam ilmu tasawuf disebut “hijab”, sudah diangkat baginya. Akibatnya, dengan izin Allah, hal-hal yang bersifat abstrak atau trasendental merupakan sesuatu yang amat mudah bagi mereka untuk diketahui. Bait pertama, kedua, ketiga, kelima, dan ketujuh menggambarkan bahwa manusia harus mencari dan menemukan Tuhan yang pasti adanya.
 
Untuk menemukan-Nya manusia memerlukan media. Dan media yang paling tepat adalah melalui jalur ibadah, terutama salat, setelah sebelumnya sampai ke taraf makrifat. Untuk sampai ke taraf makrifatullah atau pengenalan kepada Allah itu ada langkah awal perlu dilalui yang berfungsi sebagai terminal trasnsit. Langkah awal yang dimaksud disebut  makrifatunnafsi atau pengenalan terhadap hakikat diri sendiri. Manusia perlu menyadari lebih dahulu eksistensinya, tujuan hidupnya, dan tugas-tugas yang harus diembannya. Hal ini tertuang dalam bait keempat dan kelima, khususnya bait kelima larik pertama dan kedua yaitu:<blockquote>''Assengangna karaennu, pijappuimi kalennu''
 
Untuk mengenal Tuhanmu, kenalilah dirimu</blockquote>Jadi, pengenalan terhadap diri sendiri (makrifatunnafsi) merupakan titik tumpuan untuk sampai kepada pengenalan kepada Allah (makrifatullah).
Assenganna karaennu, pijappuimi kalennu
 
(Untuk mengenal Tuhanmu, kenalilah dirimu)
 
Jadi, pengenalan terhadap diri sendiri (makrifatunnafsi) merupakan titik tumpuan untuk sampai kepada pengenalan kepada Allah (makrifatullah).
 
Langkah lain yang dapat digunakan untuk mencapai taraf makrifat itu adalah melalui pengkajian terhadap fenomena-fenomena alam raya ini. Mengapa harus ada matahari, bintang, atau bulan, misalnya, dan untuk apakah semuanya itu diciptakan? Selanjutnya, mengapa antara benda langit yang satu dengan yang lain, seakan-akan saling mengerti tentang tugas dan fungsinya masing-masing? Akhirnya, muncul lagi pertanyaan siapakah yang mengatur semua itu?
 
Dari sederetan pertanyaan yang muncul, diadakanlah pengkajian. Dan, dari pengkajian yang matang itulah muncul suatu simpulan bahwa ada yang mencipta dan mengatur segala-galanya. Hal ini tertuang dalam bait kedua, terutama larik pertama dan kedua.<blockquote>''Bayang-bayangna ri jeknek, tontonganna ri carammeng''
 
Bayang-bayangna ri jeknek, tontonganna ri carammeng
 
(Terbayang dalam air, tercermin lewat kaca)
 
Terbayang dalam air, tercermin lewat kaca</blockquote>Kelong ini berarti bahwa pengenalan Allah harus melalui jalur ciptaan-Nya, bukan melalui zat-Nya. Sebagaimana firman Allah (“Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah pikirkan tentang zat-Nya).
 
Dari makrifat muncul sifat atau perasaan cinta yang mendalam kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang dalam ilmu tasawuf disebut mahabbah. Dari perasaan cinta atau mahabbah itu muncul lagi sikap batin yang disebut syauk atau perasaan rindu selalu ingin “bertemu” dengan Tuhan. Baik mahabbah atau perasaan cinta maupun syauk atau rasa rindu terhadap Sang Pencipta, keduanya merupakan pengaruh positif makrifat itu.
 
Dengan semakin dalam dan tingginya makrifat kepada Sang Pencipta, seseorang semakin mengarifi pula hakikat keberadaannya selaku makhluk, dan Dia sebagai Khaliqul Alam atau pencipta alam semesta. Dengan makrifat itu pula, seseorang semakin menyadari ketakberadaannya di balik kemahakuasaan Sang Pencipta. Kondisi seperti itu semakin memacu seseorang untuk tenggelam di dalam pengabdian dalam segala bentuk dan variasinya. Makna inilah, antara lain, yang terkandung dalam pernyataan berikut (bait ketujuh).<blockquote>''Punna kamma panngassennu, pijappunu ri kalennu, anteikamma, unjukna pakkusiannu.''
 
Jika demikian makrifatmu kepada Allah dan pengenalanmu terhadap dirimu, lalu bagaimana pula wujud pengabdianmu.</blockquote>
Punna kamma panngassennu, pijappunu ri kalennu, anteikamma, unjukna pakkusiannu.
 
Terjemahan:
 
Jika demikian makrifatmu kepada Allah dan pengenalanmu terhadap dirimu, lalu bagaimana pula wujud pengabdianmu.
 
== Proses perjalanan hidup manusia ==
Bait Kelong yang menggambarkan proses perjalanan manusia, dapat dilihat pada bait keempat, khususnya larik ketiga dan keempat, berbunyi sebagai berikut.<blockquote>''Battu ri apai, assalak kajariannu''
 
Dari mana sumber keberadaanmu</blockquote>Kelong tersebut berisi pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu “Dari mana asal kejadian manusia.” Pertanyaan tersebut dijawab langsung dalam bait keenam yang berbunyi sebagai berikut.<blockquote>''Battu ri Iaji antu, kajarianna nyawanu, ri Ia tonji, lammaliang tallasaknu.''
''Battu ri apai, assalak kajariannu''
 
''(Dari sana jua, asal kejadianmu, dan kepada-Nya, engkau akan kembali).''</blockquote>Kandungan bait keenam di atas merupakan penjabaran dari Alquran surat Al Baqarah:156 yang artinya “Sesungguhnya kita (manusia) berasal dari Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali.”
''(Dari mana sumber kejadianmu)''
Kelong tersebut berisi pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu “Dari mana asal kejadian manusia.” Pertanyaan tersebut dijawab langsung dalam bait keenam yang berbunyi sebagai berikut.
 
''Battu ri Iaji antu, kajarianna nyawanu, ri Ia tonji, lammaliang tallasaknu.''
 
''(Dari sana jua, asal kejadianmu, dan kepada-Nya, engkau akan kembali).''Kandungan bait keenam di atas merupakan penjabaran dari Alquran surat Al Baqarah:156 yang artinya “Sesungguhnya kita (manusia) berasal dari Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali.”
 
Kelong di atas mengandung pendidikan yang sangat mendasar yang sepatutnya dihayati setiap orang. Sejauh-jauh manusia berjalan, akhirnya akan kembali juga kepada Sang Penciptanya. Sehebat-hebat manusia dengan segala fasilitas yang dimilikinya serta sederetan predikat yang disandangnya, akhirnya, akan kembali juga kepada asal kejadiannya.
Baris 247 ⟶ 229:
Setelah tinggal beberapa bulan di alam kandungan, manusia dipindahkan lagi ke alam dunia. Alam ini merupakan tempat untuk bekerja. Artinya, semua manusia harus aktif bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk hidup yang sekarang maupun untuk hidup di alam-alam selanjutnya. Inilah tugas pokok manusia di dunia. Hasil kerja di dunia ini sangat menentukan kehidupan seseorang untuk selanjutnya. Bahagia dan tidaknya seseorang di alam-alam yang akan datang sangat ditentukan oleh prestasi kerjanya di dunia. Prestasi kerja dalam bahasa agama di sebut amal (Ahsanu amalan).
 
Salah satu bentuk ibadah yang menjiwai amal atau ibadah yang lain adalah salat dan taat melaksanakan syariat Islam secara murni dan konsekuen. Masalah ini diungkapkan dalam bait kedua belas, yaitu:<blockquote>''Assambayangko nutambung, pakajai amalaknu, na nujarreki, kananna anrong gurunnu.''
 
Salat dan tawakkallah, perbanyak amalanmu, dan pegang teguhlah ajaran gurumu (agamamu).</blockquote>Di alam ini pula manusia diperintahkan mencari dan menemukan Tuhannya, seperti yang digambarkan dalam bait pertama, berikut ini.<blockquote>''Boyai ri taena-Na, assengi ri maniakna, tenai antu, namaknassaja niakna.''
''Assambayangko nutambung, pakajai amalaknu, na nujarreki, kananna anrong gurunnu.''
 
Carilah dia dalam gaib, yakinlah Dia pasti ada, memang tak tampak, tetapi pasti adanya</blockquote>Manusia yang tidak mencari dan tidak berhasil menemukan Tuhannya dianggap gagal di dalam hidupnya. Artinya, manusia semacam itu tidak mampu menghayati eksistensinya selaku makhluk yang harus bekerja atau beramal untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
''(Salat dan tawakkallah, perbanyak amalanmu, dan pegang teguhlah ajaran gurumu (agamamu).''
 
Di alam ini pula manusia diperintahkan mencari dan menemukan Tuhannya, seperti yang digambarkan dalam bait pertama, berikut ini.
 
''Boyai ri taena-Na, assengi ri maniakna, tenai antu, namaknassaja niakna.''
 
''(Carilah dia dalam gaib, yakinlah Dia pasti ada, memang tak tampak, tetapi pasti adanya).''
 
Manusia yang tidak mencari dan tidak berhasil menemukan Tuhannya dianggap gagal di dalam hidupnya. Artinya, manusia semacam itu tidak mampu menghayati eksistensinya selaku makhluk yang harus bekerja atau beramal untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
 
=== Alam Kubur ===
Alam kubur atau alam barzah merupakan terminal transit kedua setelah alam roh. Seluruh manusia pada hakikatnya bergabung ke alam ini. Tempat ini disebut juga daerah perbatasan antara alam dunia dengan alam akhirat. Dan, dari tempat ini manusia dipindahkan lagi ke alam yang terakhir yaitu alam akhirat. Proses perpindahan manusia dan makhluk yang lain dari alam dunia ke alam kubur diawali dengan kematian, yaitu pemisahan kembali antara roh dan jasad. Kematian ini merupakan syarat mutlak di dalam perjalanan manusia ke alam yang lain.
 
Pada bait keenam, khususnya larik ketiga dan keempat yang berbunyi;<blockquote>''Ri ia tonji, lammaliang tallasaknu''
 
''Ri Ia tonji, lammaliang tallasaknu''
 
''(Dan kepada-Nya juga, kamu akan kembali)''
 
Dapat pula bermakna bahwa manusia pada saat yang telah ditetapkan akan dikembalikan kepada asal kejadiannya. Asal kejadian manusia bersumber dari empat unsur, yaitu api, udara, air, dan tanah. Tiga unsur yang lain, yaitu api, udara, dan air semuanya terangkum dalam unsur tanah.
 
Dan kepada-Nya juga, kamu akan kembali</blockquote>Dapat pula bermakna bahwa manusia pada saat yang telah ditetapkan akan dikembalikan kepada asal kejadiannya. Asal kejadian manusia bersumber dari empat unsur, yaitu api, udara, air, dan tanah. Tiga unsur yang lain, yaitu api, udara, dan air semuanya terangkum dalam unsur tanah.
Alam kubur bukan lagi tempat untuk bekerja, melainkan tempat untuk menerima panjar hasil pekerjaan. Hasil yang diperoleh seseorang di tempat ini bergantung pada bobot pekerjaan atau amalnya di alam dunia. Jika pekerjaan itu baik, hasilnya pun baik. Akan tetapi, jika pekerjaan itu jelek, hasilnya pun akan jelek. Untuk mengantisipasi keadaan seperti itu bait kesepuluh Kelong di atas memberi isyarat sebagai berikut.
 
Alam kubur bukan lagi tempat untuk bekerja, melainkan tempat untuk menerima panjar hasil pekerjaan. Hasil yang diperoleh seseorang di tempat ini bergantung pada bobot pekerjaan atau amalnya di alam dunia. Jika pekerjaan itu baik, hasilnya pun baik. Akan tetapi, jika pekerjaan itu jelek, hasilnya pun akan jelek. Untuk mengantisipasi keadaan seperti itu bait kesepuluh Kelong di atas memberi isyarat sebagai berikut.<blockquote>''Anngaro-aroko tobak, ri gintingan tallasaknu, mateko sallang, na nusassalak kalennu.''
''Anngaro-aroko tobak, ri gintingan tallasaknu, mateko sallang, na nusassalak kalennu.''
 
''(Cepatlah bertobat, sebelum ajal tiba, nanti meninggal, engkau menyesali diri).''</blockquote>
 
=== Alam Akhirat ===