Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Revisi sedikit, ditambah sejarah Muhammadiyah era Orde Lama Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan |
Mengubah timeline berdasarkan periode |
||
Baris 55:
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha K.H. Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis [[dakwah]] untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam penerbitan majalah ''[[Suara Muhammadiyah]]'' pada 1915,<ref>{{Cite news|last=Administrator|date=2015-07-04|title=Seabad 'Soeara Moehammadijah'|url=https://koran.tempo.co/read/ide/376989/seabad-soeara-moehammadijah|work=[[Tempo.co]]|language=id|access-date=2020-10-22}}</ref><ref name=":1">{{Cite web|last=[[Muhammad Yuanda Zara]]|first=|title=Suara Muhammadiyah dan Jurnalisme Kaum Modernis|url=https://tirto.id/suara-muhammadiyah-dan-jurnalisme-kaum-modernis-cExK|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-10-22}}</ref> pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan [[Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta]] khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan Letjend S. Parman 68, [[Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta|Patangpuluhan]], [[Wirobrajan, Yogyakarta|Wirobrajan]] dan Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya sekarang menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
==Muhammadiyah Masa ke Masa==
===
====Kepemimpinan Ki Bagus Hadi Kusumo====▼
Pada masa ini Muhammadiyah makin berkembang dan meluas hingga luar Jawa. Lalu terbentuk Majelis Tarjih, mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para pemuda mendapat bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
Perlu dicatat dalam sejarah, bahwa masa periode ini Muhammadiyah berani menentang pemerintah Dai Nippon yang mewajibkan “Syeikerai” (memuja Amaterasu Omikami dan Tenno Haika, syirik hukumnya), dalam hal ini Jepang mundur dan Muhammadiyah berhasil. Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan Hizbullah Sabilillah, Majelis Syurau Muslimin Indonesia (Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan Asykar Perang Sabil (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.▼
Bidang pendidikan mendapat perhatian yang besar. Diadakan juga penertiban dan pemantaban administrasi organisasi, jadi Muhammadiyah lebih kuat dan lincah.
Pada Sidang Tanwir 1951 di Yogyakarta, diputuskan antara lain, Muhammadiyah tetap konsisten tidak akan berubah menjadi partai politik, “Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah”. Selain itu juga menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.▼
Pengukuhan kembali hidup beragama dan penegasan paham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya pengaktifan Majelis Tarjih yang mampu merumuskan “Masalah Lima” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan disusun pula “Langkah Dua Belas”:
a. Memperdalam masuknya Iman.
Pada Sidang Tanwir di Bandung tahun 1952, ditetapkan mempertahankan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Partai Masjumi, dan mengadakan peremajaan dilingkungan Muhammadiyah. Pada Sidang Tanwir di Solo, 1953, diputuskan anggota Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.▼
b. Memperbuahkan paham agama.
▲====Periode Kepemimpinan AR Sutan Mansur (1953-1959)====
Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 15 Desember 1895 – meninggal di Jakarta, 25 Maret 1985 pada umur 89 tahun. Beliau terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953. Tiga tahun berikutnya yakni pada Kongres ke-33 di Yogyakarta, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.▼
c. Memperbuahkan budi pekerti.
Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia berhasil merumuskan khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah. Antara lain mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadlu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat, konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk kader handal.▼
d. Menuntun amal intiqad.
Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat. Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota Muhammadiyah.<ref>https://wiki-indonesia.club/wiki/Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansur</ref>▼
e. Menguatkan persatuan.
▲====Periode H.M. Yunus Anies (1959 – 1962)====
f. Menegakkan keadilan.
g. Melakukan kebijaksanaan.
Setelah itu Yunus Anis dipercaya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiah tahun periode 1959 hingga 1962. Muhammad Yunus Anis adalah salah satu tokoh pembaharu Muhammadiyah pada periodenya. Prinsip beliau beragama hanyalah satu yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber kebenaran beragama. Dari hal tersebut tercerminlah perilaku beliau yang senantiasa menolak kebatilan dan kemungkaran.<ref>https://www.kompasiana.com/nithanasution8794/55200339a33311182ab6772f/h-m-yunus-anis-sosok-pemimpin-yang-kaya-akan-pengalaman</ref>▼
h. Menguatkan Majelis Tanwir.
▲====Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968)====
i. Mengadakan konferensi bagian.
j. Mempermusyawaratkan putusan.
k. Mengawasi gerakan jalan.
l. Mempersambungkan gerakan luar.
Jepang memberi ruang gerak yang sempit terhadap Muhammadiyah. Ki Bagus Hadikusumo mampu mempertahankan misi pergerakan Muhammadiyah. Periodenya tahun 1942 – 1953, kondisi politik masih masa transisi Belanda ke Jepang.
Tahun 1944 Muhammadiyah mengadakan Muktamar darurat di Yogyakarta. Di masa pendudukan Jepang yang Fasis, Ki Bagus Hadikusumo selain memimpin Muhammadiyah juga digunakan untuk memikirkan nasib bangsa.
Beliau dengan gigih menentang instruksi “Sei Kerei” dari Jepang. Sei Kerei adalah membungkukkan badan ke arah timur (Negeri Jepang) menghormati Dewa Matahari, sebagai “Dewa penitis para Kaisar Jepang”. Upacara ini wajib dilakukan para siswa setiap pagi.
Selaku Ketua PP Muhammadiyah, terpanggil menyelamatkan generasi Muslim Indonesia dari syirik itu.
Melalui debat yang seru dengan Pemerintah Jepang, akhirnya pemerintah Jepang memberikan dispensasi. Khusus bagi semua sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan
upacara Sei Kerei. Ki Bagus Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin (Dewan Penasehat Pusat) buatan Jepang.
Memasuki masa orde lama awal, Persyarikatan Muhammadiyah masih berada dibawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo. Beliau menjabat ketua umum PP Muhammadiyah sejak tahun 1942 sampai 1953.
▲
▲Pada Sidang Tanwir 1951 di Yogyakarta, diputuskan antara lain, Muhammadiyah tetap konsisten tidak akan berubah menjadi partai politik, “Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah”. Selain itu juga menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.
▲Pada Sidang Tanwir di Bandung tahun 1952, ditetapkan mempertahankan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Partai Masjumi, dan mengadakan peremajaan dilingkungan Muhammadiyah. Pada Sidang Tanwir di Solo, 1953, diputuskan anggota Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.
=== Periode Kepemimpinan AR Sutan Mansur (1953-1959) ===
▲Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur
▲Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia berhasil merumuskan khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah. Antara lain mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadlu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat, konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk kader handal.
▲Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat. Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota Muhammadiyah.<ref>https://wiki-indonesia.club/wiki/Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansur</ref>
=== Periode Kepemimpinan H.M. Yunus Anies (1959 – 1962) ===
▲
=== Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968) ===
K.H. Ahmad Badawi dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan. Karena waktu itu politik dikuasai oleh PKI dan Bung Karno tahun 1965.<ref>http://sekolahmuonline.blogspot.com/2018/03/muhammadiyah-dari-masa-ke-masa.html</ref>
Baris 94 ⟶ 128:
Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci (1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpak G.30 S/PKI.
Oleh pemerintah Muhammadiyah diberikan fungsi politik dapat duduk dalam DPR GR dan MPRS, dan para fungsionarisnya juga ada yang didudukkan dalam eksekutif. Namun kemudian, setelah situasi mereda, Muhammadiyah kembai pada khittahnya semula sebagai organisasi sosial keagamaan.
==
Doktrin sentral Muhammadiyah adalah [[Islam Sunni]] (''ahlussunnah wal-jama'ah''). Namun, organisasi ini menekankan otoritas [[Quran|al-Qur'an]] dan [[Hadis]] sebagai hukum Islam tertinggi yang berfungsi sebagai dasar yang sah dari interpretasi keyakinan agama dan praktik. Ini kontras dengan praktik tradisional dengan ditanamkannya hukum [[syariah]] dalam mazhab-mazhab agama oleh para [[ulama]]. Fokus utama gerakan Muhammadiyah adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab moral masyarakat, menyucikan iman mereka ke Islam yang benar. Secara teologis, Muhammadiyah menganut doktrin [[Salafi]]yah; menyerukan secara langsung kembali ke [[Quran|al-Qur'an]] dan [[Sunnah]] dan pemahaman para imam-imam [[Salaf]] (generasi awal), termasuk eponim dari empat [[Mazhab]] [[Islam Sunni|Sunni]]. Ini menganjurkan pemurnian iman dari berbagai adat istiadat setempat yang mereka anggap sebagai bentuk takhayul, sesat, dan [[syirik]]. Muhammadiyah secara langsung menelusuri warisan keilmuannya pada ajaran [[Rasyid Ridha|Muhammad Rasyid Ridha]] (w. 1935 M / 1354 H), [[Muhammad bin Abdul Wahhab|Muhammad bin 'Abdul Wahhab]] (w. 1792 / 1206 H), dan para teolog abad pertengahan seperti [[Ibnu Taimiyyah|Ahmad Ibnu Taimiyyah]] (w. 1328 M / 728 H) dan [[Ibnu Qayyim al-Jauziyyah|Ibnu Qayyim]] (w. 1350 / 751 H).<ref>{{Cite web|date=3 November 2017|title=Muhammadiyah Itu Golongan Ahlus Sunnah was Salafiyyah|trans-title=Muhammadiyah The Ahlus Sunnah was Salafiyyah|url=https://pwmu.co/40369/11/03/muhammadiyah-itu-golongan-ahlus-sunnah-salafiyyah/|url-status=live|archive-url=https://web.archive.org/web/20211018045958/https://pwmu.co/40369/11/03/muhammadiyah-itu-golongan-ahlus-sunnah-salafiyyah/|archive-date=18 October 2021|website=Pwmu}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Muhtaroom|first=Ali|date=August 2017|title=STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION|url=https://www.researchgate.net/publication/318894800_THE_STUDY_OF_INDONESIAN_MOSLEM_RESPONSES_ON_SALAFY-_SHIA_TRANSNATIONAL_ISLAMIC_EDUCATION_INSTITUTION_SHIASHIA|journal=Ilmia Islam Futuria|volume=17|issue=1|pages=73–95|quote="the development ofSalafi in Indonesia has inspired the emergence of anumber of organizations reformers of modern Islam in Indonesia. Organizationssuchas Muhammadiyah, Al-Irsyad,shared similar intentions to purify faith with the call back to the Quran and Sunnah, and leave many traditional customs that are claimed to be contaminated by heresy,tahayyul, and superstition... For Muhammadiyah, the purification of faith and the return to the Quran and Sunnah is an obligation... Muhammadiyah doctrine theology agrees with salafi, namely puritanist by going back to Al-Quran and As-Sunnah..."|via=Research Gate}}</ref>
|