Anglurah Agung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Avraraba (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Arumifitriaida (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 7:
 
== Kematian dalam pertempuran ==
Tampaknya, dia tidak dapat mempertahankan otoritas atas seluruh Bali, karena kerajaan kecil lainnya muncul pada saat itu, terutama yang terbesar di antaranya, [[Kerajaan Buleleng]]. Pada tahun 1680-an sejumlah bangsawan yang setia pada Kerajaan Gelgel, termasuk [[Gusti Panji Sakti]] Buleleng dan Gusti Jambe Pule dari [[Badung]], menyerang Anglurah Agung. Menurut sumber-sumber Bali dan juga Belanda, ajalnya berakhir pada tahun 1686, ketika ia bertempur di Gelgel melawan bangsawan Batu Lepang. Dalam panasnya pertempuran, kedua kombatan jatuh.<ref>H.J. de Graaf, 'Goesti Pandji Sakti, vorst van Boeleleng', '' Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde '' 83 1949; A. Vickers, '' Bali, A Paradise Created ''. Singapura: Periplus 1989, hlm. 56-8.</ref> Setelah kematiannya, keturunan dari garis Gelgel tua, Dewa Agung Jambe I (memerintah 1686-c. 1722), didirikan sebagai raja terpenting Bali di [[Kerajaan Klungkung|Klungkung]], sebelah utara Gelgel. Namun, kerajaan Klungkung yang baru terbukti tidak mampu menguasai Bali dengan cara yang telah dilakukan pendahulunya di Gelgel.<ref>H. Creese, 'Sri Surawirya, Dewa Agung of Klungkung', ''Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde'' 147 1991.</ref> Karena itu Bali tetap terbagi dalam beberapa kerajaan kecil ([[Kerajaan Karangasem|Karangasem]], [[Kerajaan Buleleng]], [[Kerajaan Badung]], dll.). Salah satu dinasti baru ini, yaitu [[Puri Gede Keramas|Puri Keramas]] dan [[Kerajaan Mengwi|Puri Agung Mengwi]], diklaim berasal dari Anglurah Agung dan keturunan dari kerajaan [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|GelGel]] akan selalu dikenal lewat nama atau kasta yang menempel pada nama depan mereka yaitu "I Gusti Agung" dan "I Gusti Ayu".<ref>H. Creese, 'Balinese Babad as Historical Sources; A Reinterpretation of the Fall of Gelgel', ''Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde'' 147 1991; H. Schulte Nordholt, ''The Spell of Power; A History of Balinese Politics 1650-1940''. Leiden: KITLV Press 1996, pp. 19-22.</ref>
 
== Referensi ==